NovelToon NovelToon
Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Playboy
Popularitas:876
Nilai: 5
Nama Author: manda80

"Sella jatuh hati pada seorang pria yang tampak royal dan memesona. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa kekayaan pria itu hanyalah kepalsuan. Andra, pria yang pernah dicintainya, ternyata tidak memiliki apa-apa selain penampilan. Dan yang lebih menyakitkan, dia yang akhirnya dibuang oleh Andra. Tapi, hidup Sella tidak berakhir di situ. Kemudian dirinya bertemu dengan Edo, seorang pria yang tidak hanya tampan dan baik hati, tapi juga memiliki kekayaan. Apakah Sella bisa move on dari luka hatinya dan menemukan cinta sejati dengan Edo?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan Serahkan Dirimu!

Rasa panas terasa menyengat langsung menjalar di bahu kiri Edo, diikuti sensasi bebal dan mati rasa yang mengerikan. Darah segar menodai kemejanya yang robek, menciptakan kontras yang tajam dengan kulitnya yang memucat. Namun, Edo tidak jatuh. Naluri bertahan hidup seorang pemimpin korporasi di tengah badai krisis global, ditambah tekad baja untuk melindungi Sella, membuatnya tetap berdiri tegak.

“Edo! Astaga, kau terluka!” Sella berteriak histeris, segera meraih tubuh Edo yang terhuyung, mencoba menopangnya, meski lututnya sendiri terasa seperti agar-agar.

Edo menggertakkan gigi. “Tidak penting. Fokus, Sella. Lepaskan Bibi Dinar, sekarang!” perintahnya tajam, suaranya dipaksa keluar meski nyeri di bahunya begitu hebat.

Hartono, dengan senyum bengisnya yang khas, mengangkat tangannya untuk menghentikan tembakan lanjutan anak buahnya. Andra telah lolos, membawa flashdisk yang bernilai triliunan, tetapi bagi Hartono, menangkap Edo hidup-hidup, atau setidaknya menangkap jaminannya, tetap merupakan kemenangan signifikan.

“Skenario yang indah, Edo,” sindir Hartono. “Kau membiarkan monyet kecil itu lolos dengan aset berhargamu, hanya demi melindungi wanitamu yang ringkih? Sungguh CEO yang payah dalam kalkulasi bisnis.”

Edo tersentak maju, menahan napas sejenak sebelum berbicara. “Aku selalu unggul dalam kalkulasi jangka panjang, Hartono. Andra hanyalah variabel yang bisa dieliminasi. Sekarang lepaskan wanita ini,” Edo menunjuk Sella, “dan kau bisa dapatkan aku.”

Sella menggeleng keras, air mata membasahi pipinya. Dia sudah berhasil meraih Dinar, melepaskan ikatan di pergelangan tangan wanita paruh baya itu. “Tidak! Jangan dengarkan dia, Hartono! Jangan serahkan dirimu!”

“Sella, lakukan saja. Jaga dirimu,” Edo berbisik ke telinga Sella, dorongan yang dipenuhi keputusasaan. “Bawa Dinar pergi dari sini. Sekarang.”

“Bawa dia? Kau pikir kami akan semurah hati itu?” Hartono tertawa keras, tawa yang tidak menyenangkan, memantul di dinding ruangan yang berantakan. Dia melangkah lebih dekat, menodongkan senjatanya tepat ke wajah Edo. “Kau terluka, Edo. Kekuatanmu nol. Kuncimu dibawa kabur si mokondo itu. Sekarang, menyerahlah atau peluru kedua ini akan bersarang di otakmu.”

Sella memeluk Bibi Dinar, melindungi tubuh rentan wanita itu, namun matanya tetap tertuju pada Edo. Untuk pertama kalinya, rasa takut akan masa lalu, rasa sakit karena ditipu Andra, sirna. Yang tersisa hanyalah kepanikan dan amarah karena melihat pria yang tulus melindunginya harus terluka parah.

“Kau yang harus menyerah, Hartono!” teriak Sella tiba-tiba, suaranya mengejutkan Hartono dan anak buahnya. “Apa maumu? Kau tahu Andra itu siapa? Dia hanya orang rendahan yang kau gunakan! Apa kau tidak malu?”

Hartono terkejut sesaat melihat Sella, wanita yang dia yakini hanya ‘jaminan’ biasa, berani menantangnya. Namun, Hartono dengan cepat menguasai dirinya, tatapannya kini berubah dingin, berbalik ke Sella.

“Diam kau, jalang. Kau adalah pion yang berhasil dipasang Edo untuk membujuk Andra. Dan kau, Nyonya, sekarang bernilai ganda bagi kami,” Hartono mengarahkan senjatanya sedikit ke samping, memberi isyarat kepada dua anak buahnya. “Amankan wanita itu. Ikat dia bersama yang satunya.”

Melihat anak buah Hartono mulai bergerak ke arah Sella, energi baru menyelimuti Edo. Nyeri di bahunya berubah menjadi adrenalin. Dia tidak akan membiarkan Sella menjadi korban lain dalam perang bisnisnya.

“Jangan sentuh dia!” raung Edo. Dalam sepersekian detik, Edo menjatuhkan diri, mengabaikan sakitnya, dan menendang kursi kayu terdekat yang digunakan Andra untuk mengikat Dinar. Kursi itu terpental dan mengenai salah satu kaki anggota tim Hartono.

Ini hanyalah gangguan kecil, tetapi sudah cukup. Edo menarik pistol yang tersembunyi di belakang ikat pinggangnya, senjata kecil yang tidak mencolok, tetapi sangat efektif. Dalam gerakan yang cepat dan terlatih, ia menembakkan tiga tembakan peringatan ke lantai. Ledakan suara tembakan itu cukup untuk membuat tim Hartono ragu sejenak.

“Lari, Sella!” teriak Edo, suaranya serak. “Bawa Dinar keluar lewat pintu belakang!”

Sella mengangguk cepat, menyadari ini adalah satu-satunya kesempatan. Dia memapah Bibi Dinar, yang masih terhuyung karena ketakutan dan terkejut, menuju jendela belakang tempat Andra melompat. Namun, tim Hartono bukanlah amatir. Mereka segera menyadari niat Edo.

“Kepung mereka!” perintah Hartono, sambil menghindari tembakan balik dari pistol Edo. Ia dan anak buahnya melepaskan tembakan bertubi-tubi ke arah Edo, memaksa CEO itu mundur ke balik reruntuhan meja.

Peluru-peluru berdesingan, mengoyak dinding dan furnitur di sekitarnya. Asap mesiu memenuhi ruangan. Edo tahu dia tidak bisa menahan mereka selamanya, apalagi dengan bahu yang berdarah dan kekuatan yang makin menipis.

Saat Sella dan Dinar hampir mencapai jendela, suara pintu belakang yang didobrak paksa dari luar membuat Sella membeku. Tim pengejar Hartono, yang mengejar Andra, kembali dan kini memblokir jalan keluar mereka.

Mereka benar-benar terperangkap.

“Tidak ada jalan keluar, Edo,” ucap Hartono dengan nada puas. Dia mendekati meja yang menjadi persembunyian Edo, senjatanya siap menembak. “Permainan sudah berakhir. Serahkan dirimu dan wanita itu. Sekarang juga.”

Sella menoleh ke belakang, matanya penuh horor. Dia melihat Edo bangkit, kemejanya kini sepenuhnya merah. Dia tidak menyerah, melainkan melepaskan tembakan terakhir, tetapi amunisinya habis. Edo menjatuhkan pistol kosong itu dengan lelah. Dia telah kehabisan opsi. Kelelahan dan kehilangan darah akhirnya mengambil alih.

Tepat ketika Edo mengangkat tangannya dalam tanda kekalahan yang sebenarnya, dua anak buah Hartono menyergapnya, meninju rusuknya yang tidak terlindungi, membuatnya terbatuk dan menjatuhkannya ke lantai. Mereka dengan kejam membalikkan tubuh CEO itu, memborgol tangannya ke belakang.

“Sella…” Edo hanya bisa memanggil nama Sella, tubuhnya kejang karena rasa sakit.

Sella ingin berlari, memohon, atau bahkan melawan, tetapi dua anggota tim Hartono yang lain sudah berada di sisinya, memegang kedua lengannya erat-erat.

“Kerja bagus,” puji Hartono sambil menendang tubuh Edo yang tergeletak. “Bawa dia ke markas utama. Biarkan dia melihat apa yang akan terjadi pada ‘berlian’ kecilnya, setelah ia gagal total melindunginya.”

Hartono mencengkeram lengan Sella, menariknya mendekat hingga mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Bau amis darah bercampur keringat tercium. Sella menatap mata dingin Hartono. Itu adalah tatapan seorang predator yang puas.

“Kau kembali ke jalanan, Nak. Tapi kali ini, kau milikku,” bisik Hartono di telinga Sella. “Mari kita lihat apakah CEO kesayanganmu ini akan menukarkan perusahaannya demi nyawa wanitanya.”

Saat Sella ditarik menjauh dari Bibi Dinar dan dipaksa melihat Edo yang babak belur dibawa pergi, kegelapan perlahan mulai menyelimutinya. Kekalahan ini jauh lebih menyakitkan daripada saat Andra membuangnya. Dulu, ia hanya kehilangan uang dan harga diri. Sekarang, ia akan kehilangan segalanya, termasuk pria yang mempertaruhkan nyawanya demi dirinya. Sella pingsan, hanya untuk bangun beberapa saat kemudian, dalam genggaman Hartono, yang menyeretnya keluar menuju mobil van yang menunggu, meninggalkan Dinar terikat dalam keterkejutan.

Dinar hanya bisa melihat kepergian mereka. Saat itu, dia menyadari sesuatu. Mereka hanya membawa Edo dan Sella. Dinar sendiri ditinggalkan di rumah itu. Apakah itu pertanda buruk, ataukah rencana pelarian yang tidak sengaja?

Jantung Dinar berdebar kencang. Dalam keheningan malam yang sunyi itu, terdengar langkah kaki lain memasuki ruangan dari arah belakang, sangat pelan dan berhati-hati.

“Dinar?” suara itu memanggil pelan. Itu suara Andra.

Dinar mendongak. Andra kembali? Mengapa? Apakah ia kembali untuk menjemput sisa mangsanya? Dan mengapa ia belum pergi jauh dengan flashdisk itu?

Andra berjalan perlahan ke arahnya, bayangannya menyelimuti Dinar. Di tangannya, flashdisk itu bersinar samar di bawah cahaya rembulan yang menembus jendela yang pecah.

“Kau harus ikut denganku, Bi,” kata Andra, matanya liar. “Hartono tahu aku punya kunci ini. Kita harus menghilang sebelum mereka kembali.”

Dinar menelan ludah. Dikelilingi oleh bau mesiu dan darah, dia harus memutuskan, tetap di sini menunggu takdir dari Hartono, atau pergi bersama si mokondo manipulatif yang sudah jelas adalah penjahat, demi secercah harapan untuk menemukan Sella kembali.

“Baiklah,” jawab Dinar. “Tapi di mana kita akan pergi?”

Andra menyeringai, senyum tipis yang tampak berbahaya. “Kita pergi ke tempat yang tidak akan pernah dicari oleh CEO kaya itu, dan tidak akan pernah berani diinjak oleh Hartono. Kita akan cari sekutu lama, Bibi. Sekutu yang sangat berbahaya.”

1
Titi Dewi Wati
Jgn percaya sepenuhx dgn laki2, kita sebagai perempuan harus berani tegas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!