Amira, seorang gadis jaman now yang terkontaminasi novel online bergenre pelakor. Ia selalu berharap bisa di hamili oleh seorang pria tampan dan kaya, sekalipun pria tersebut sudah memiliki istri.
Suatu ketika ia bertemu dengan Gerrard, seorang CEO kaya raya dan tampan yang menginginkan seorang anak. Sedang istrinya tak bisa memberi keturunan.
Meski di hujat netizen, Amira tetap mengikuti kata hatinya demi hidup bagaikan gadis miskin yang naik derajat, seperti di dalam novel-novel online yang pernah ia baca.
Ia kemudian menjalani kehidupan bak Cinderella. Ternyata pria kaya itu beserta keluarganya sangat baik. Amira merasa jika karma tidak berlaku pada kehidupannya.
Namun ketika ia telah menikah dengan CEO tersebut, muncul kejanggalan demi kejanggalan. Seperti sarapan pagi di rumah keluarga besar suaminya yang selalu sama, orang-orang yang mengenakan baju yang sama, pembicaraan yang sama setiap hari.
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Move
Amira mulai pindah ke apartemen Gerrard. Ia membawa beberapa helai pakaian dan sebagian lagi masih ia tinggal di kos-kosan.
Ia sadar ini sudah terlanjur jauh, dan ia hanya punya dua pilihan. Mundur dan kalah, atau maju sebagai pemenang. Dan ia memilih untuk terus lanjut.
Sebab Gerrard sudah menidurinya dan rugi bila ia mengalah begitu saja. Kecuali Gerrard memberikan kompensasi berupa sejumlah uang yang banyak untuk dirinya.
"Good, lo harus fight buat jadi nyonya besar."
Sheva mendukung keputusan Amira, meski itu adalah sebuah logika yang cacat. Mendukung teman dalam berbuat dosa, dan jahat terhadap orang lain, bukanlah perbuatan yang terpuji.
Tapi di jaman sekarang hal tersebut dianggap biasa oleh para generasi baru. Dimana mereka banyak yang memilih jalur instan untuk menjadi kaya.
"Iya, gue pikir-pikir daripada gue ditidurin gratis, mending gue jadi nyonya sekalian. Bodo amat sama si Tiara itu." ujar Amira.
Ia mulai melakukan perlawanan pada istri sah Gerrard. Padahal sampai detik ini, wanita itu belum mengetahui apa-apa. Ia hanya sedikit curiga pada sikap Gerrard yang mulai janggal, tetapi ia belum menemukan bukti.
"Eh lo tau nggak, semalem gue ketemu sama Tirani di nasi goreng langganan gue. Dia nanyain soal lo."
Sheva berkata dengan nada berbisik, sambil melirik kesana-kemari. Sebab ia takut Tirani akan mendengar ucapannya.
"Nanya apaan dia soal gue?" Amira balik bertanya.
"Katanya koq bisa lo nginep di hotel dan apartemen mewah melulu. Siapa yang bayarin." jawab Sheva.
"Dih, urusan gue kali. Ngapain dia kepo sama hidup orang lain."
Amira sewot demi mendengar hal tersebut. Sebab ia pribadi pun tak pernah mau tau urusan orang lain. Tapi entah mengapa banyak sekali orang yang ingin tau tentang kehidupan pribadinya.
"Tau, iri kali sama lo. Secara lo kan gaji dibawah dia, tapi hp bagusan lo. Barang lo juga banyak yang branded." ujar Sheva.
"Dia nggak tau aja, gue bayar semua itu pake paylater." jawab Amira, lalu Sheva pun tertawa.
Tak lama seorang pelanggan masuk, disusul oleh dua orang temannya. Tirani muncul dari suatu arah, Sheva menyikut Amira dan mereka pun kembali ke posisi masing-masing.
"Selamat datang." ucap Sheva pada pelanggan yang baru masuk tersebut dengan ramah.
Mereka membalas dengan senyuman, kemudian langsung mendekat ke arah bagian pemesanan. Disana mereka dilayani oleh Amira, dan mereka memesan tiga cup es kopi ukuran medium.
"Pesanan atas nama siapa kak?"
Amira bertanya, namun si pemesan seperti bengong dan melihat ke arah Tirani.
"Kak."
Amira menyadarkan lamunan pemuda itu.
"Mmm, Andrew." jawab pemuda itu kemudian.
"Baik, ditunggu sebentar ya kak." ucap Amira.
Pemuda bernama Andrew tersebut pun berbalik arah, dan temannya langsung berujar ketika Tirani melintas.
"Cewek yang semalem." ucapnya.
Tirani berlalu begitu saja, dan Andrew sempat melihat sepintas ke arahnya. Dari kejauhan Sheva tampak memberi kode meledek Tirani. Kemudian Amira membalas kode tersebut dengan melirik cctv.
Iaa bermaksud supaya Sheva jangan terlalu kentara mengatai gadis itu, sebab ada cctv yang bisa ia lihat kapan saja. Selang beberapa saat pesanan atas nama Andrew itu pun jadi dan diambil oleh temannya.
Waktu berlalu. Suasana kafe relatif tenang, meski pengunjung cukup ramai. Musik mengalun perlahan, walaupun beresiko harus membayar royalti nantinya di akhir bulan.
Amira melayani pemesan, sementara Sheva membuka-tutup pintu masuk. Sedang para coffee maker dan koki dapur berkutat dengan racikan dan masakan mereka.
Semua tampak normal seperti biasa, sampai kemudian terdengar gaduh di meja Andrew. Temannya-temannya mulai memperhatikan pemuda itu dan bertanya dengan nada penuh kekhawatiran.
"Drew, lo kenapa Drew?"
Salah seorang temannya langsung mendekat. Andrew terlihat mengelap hidungnya dengan wajah yang mendadak pucat. Amira, Sheva, dan yang lain berinisiatif untuk mendekat. Sebab mereka harus berjaga-jaga dan memastikan semuanya aman.
"Ada apa mas?. Perlu bantuan?" tanya Amira pada mereka.
Tampak hidung Andrew mengeluarkan darah segar dan cukup banyak. Dengan sigap Amira pun memberikan tissue padanya.
"Perlu bantuan medis, mas?" tanya Fahri.
"Iya Drew, ke rumah sakit aja ya." pinta salah satu temannya. Namun Andrew mengangkat tangan dan menahan tindakan tersebut.
"Gue telpon bokap lo aja."
Temannya yang lain mengambil handphone dan mencoba menghubungi orang tua Andrew, namun lagi-lagi Andrew terlihat menghalangi.
"Bain, gue baik-baik aja." ucap pemuda tersebut.
"Dalam sebulan terakhir, lo sering banget kayak gini bro. Kita tuh khawatir." jawab temanya yang bernama Bain.
"Iya bro, lo juga nggak mau bilang ke orang tua lo." ujar temanya yang satu lagi.
"Udah, ini mimisan biasa koq. Nggak akan kenapa-kenapa gue."
Andrew mencoba bersikap santai, meski teman-temannya terlihat panik.
"Udah, udah, pada duduk lagi." ujarnya!.
"Perlu air putih, mas?" tanya Amira kemudian.
Salah satu teman Andrew mengangguk, lalu Tirani yang entah dari mana tiba-tiba muncul.
"Ada apa ini?" tanya nya pada Amira dan yang lain.
"Ini mas nya mimisan, mbak." jawab Amira.
Tirani lalu memperhatikan Andrew.
"Mas butuh bantuan?" tanya nya kemudian.
Andrew pun tersenyum tipis, lalu menjawab.
"Nggak mbak, makasih." ujarnya.
"Maaf ya udah bikin gaduh." lanjutnya lagi.
Amira, Fahri, dan Sheva diberi kode oleh Tirani untuk kembali ke tempat. Tetapi sebelum berbalik Amira sempat melihat handphone milik Andrew yang berdering.
Disitu tertera nama Gerrard. SW. Sedang Gerrard kekasihnya bernama Gerrard Soeryosoemarno Wilson. Jika disingkat maka singkatannya pun kurang lebih sama.
Amira begitu penasaran dan ingin bertanya. Tetapi Andrew dan temannya adalah pelanggan, dan sebagai karyawan ia tidak boleh lancang.
Tetapi Amira benar-benar ingin tau..Ia kembali dengan membawa segelas air putih, namun panggilan tersebut sudah tidak tertera lagi disana.
"Ah sama doang mungkin, atau bisa jadi gue yang salah lihat." gumam Amira.
Perempuan itu lalu kembali ke cashier area atau meja kasir untuk melanjutkan pekerjaan. Begitupula dengan Sheva dan juga Fahri, mereka kembali ke posisi masing-masing.
Sementara rasa penasaran terus menyeruak, membuat pikirannya kini terganggu. Di sela-sela pekerjaan ia terus mencuri pandangan ke arah Andrew.
Rasanya seperti ada sesuatu yang besar, dan tak terungkap. Entah perasaan apa itu, dan apa maksudnya. Yang jelas Amira yakin pasti ada sesuatu.
Malam hari ia pulang ke kosan terlebih dahulu, dan mengambil beberapa barang dan juga pakaian. Selang beberapa saat kemudian ia dijemput Gerrard dan mereka kembali ke apartemen.
Amira masih mengingat kejadian tadi di kafe, ia ingin bertanya namun menunggu waktu yang tepat.
***