JURUS TERAKHIR TUANKU/ TUANGKU
Ribuan tahun lamanya, daratan Xianwu mengenal satu hukum: kekuasaan dipegang oleh pemilik teknik bela diri pamungkas.
Tuanku —seorang pewaris klan kuno yang tersisa—telah hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Ia tidak memiliki bakat kultivasi, tubuhnya lemah, dan nyaris menjadi sampah di mata dunia persilatan.
Namun, saat desakan musuh mencapai puncaknya, sebuah gulungan usang terbuka di hadapannya. Gulungan itu hanya berisi satu teknik, satu gerakan mematikan yang diwariskan dari para pendahulu: "Jurus Terakhir Tuanku".
Jurus ini bukan tentang kekuatan, melainkan tentang pengorbanan, rahasia alam semesta, dan harga yang harus dibayar untuk menjadi yang terkuat.
Mampukah Tuanku, dengan satu jurus misterius itu, mengubah takdirnya, membalaskan dendam klannya, dan berdiri sebagai Tuanku yang baru di bawah langit Xianwu?
Ikuti kisah tentang warisan terlarang, kehormatan yang direbut kembali, dan satu jurus yang mampu menghancurkan seluruh dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
NOVEL: JURUS TERAKHIR TUANKU
BAB 10: PERTEMPURAN RAJA DAN JURUS KUCING PENGHAPUS
1. Kepulangan yang Mendesak
Tuanku dan Fatimah tahu waktu mereka terbatas. Setelah penglihatan yang mengganggu itu, mereka harus segera kembali ke Daratan Xianwu. Fatimah mulai memfokuskan Qi Spiritualnya pada formasi Gerbang Kosmis, yang terukir di lantai Ruangan Waktu.
"Gerbang Kosmis membutuhkan energi yang sangat besar untuk terbuka kembali, Sati. Aku harus menggunakan semua Qi-ku," kata Fatimah, dahinya berkerut karena konsentrasi.
Tuanku berdiri sebagai penjaga. Ia mengeluarkan Qi Yin Mutlak, memasukkannya ke dalam Batu Giok untuk membantu Fatimah. Jin, si kucing oranye, kini tampak resah, melompat-lompat di antara batu-batu kristal.
"Aku harus mencari Liandra," gumam Tuanku. "Jika masa depan itu benar, ada sesuatu yang harus kuselamatkan dari kegagalan."
Saat energi biru-hijau mulai memancar dari lantai, menandakan Gerbang Kosmis akan terbuka, tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari atas. Langit-langit kristal Ruangan Waktu bergetar.
"Apa itu?" seru Fatimah, kehilangan fokus.
"Mereka menemukan jalannya!" Tuanku segera tahu. "Raziqin! Dia pasti mengamati energi yang kita lepaskan saat masuk!"
Secepat kilat, langit-langit kristal itu pecah, dan dua sosok terjun ke dalam Ruangan Waktu. Mereka adalah Sultan Raziqin dan Tetua Wuyan yang entah bagaimana berhasil mendapatkan kembali sebagian Qi-nya.
2. Serangan Raja Kultivasi
Sultan Raziqin mendarat dengan aura yang menggelegar. Wajahnya dipenuhi amarah yang membakar. Ia memandang Tuanku dengan mata penuh kebencian.
"Tuanku! Fatimah! Aku tahu kau akan kembali ke tempat ini! Kau pikir Ruangan Waktu bisa menyembunyikanmu selamanya?"
"Kakak, dengarkan aku! Tempat ini berbahaya! Kita melihat masa depan!" Fatimah memohon, mencoba menstabilkan Gerbang Kosmis.
"Masa depanmu adalah kematian di tanganku!" teriak Sultan Raziqin. "Aku melihat energi yang kau lepaskan. Batu Giok itu adalah kunci untuk mengendalikan waktu, dan itu akan menjadi milikku!"
Tetua Wuyan, yang Qi-nya belum pulih sepenuhnya, menyeringai licik. "Aku akan menahan Fatimah! Ambil Kutukan Jiwa itu, Sultan!"
Tetua Wuyan menembakkan Cakar Pembakar Jiwa yang lemah ke arah Fatimah. Fatimah berteriak, terpaksa menggunakan perisai spiritualnya, melepaskan formasi Gerbang Kosmis.
Tuanku tahu ia tidak punya waktu untuk bernegosiasi. Ia harus menahan Sultan Raziqin dan memberi waktu Fatimah.
"Raziqin! Kau begitu sombong sehingga kau tidak belajar apa-apa dari pertempuran terakhir kita!" seru Tuanku.
"Aku belajar, Tuanku! Aku belajar untuk menyerangmu sebelum kau mendapatkan keseimbanganmu!"
Sultan Raziqin segera melepaskan Jurus terkuatnya. Qi hangatnya terkonsentrasi menjadi dua bola api yang berputar, mengelilingi tangannya.
"Jurus Raja Kultivasi: Tangan Kembar Matahari dan Bulan!"
Dua bola api itu melesat cepat, melengkung dan mengincar Tuanku dari dua sisi, mencegahnya untuk menggunakan tongkatnya dalam posisi seimbang.
3. Jurus Kucing Penghapus
Tuanku hanya punya waktu sepersekian detik. Ia tidak bisa melawan dua serangan Raja Kultivasi yang begitu terarah.
Aku tidak boleh panik. Keseimbangan. Aku butuh Qi Yang.
Jin, si kucing oranye, yang selama ini menjadi penyeimbang Qi, tiba-tiba mengeluarkan auman kecil, tidak seperti kucing, melainkan seperti harimau. Jin melompat dari bahu Tuanku.
"Jin, tidak!"
Tetapi terlambat. Jin melompat ke udara, ke tengah jalur kedua bola api itu. Kedua bola api Matahari dan Bulan itu, yang mewakili Qi Yang yang paling murni dari Sultan Raziqin, seketika tertarik ke Jin.
Bola api itu tidak membakar Jin. Sebaliknya, Jin, si kucing oranye kecil, menyerapnya.
Meong!
Jin mengeluarkan suara yang tampak kesakitan, dan Qi oranye-nya tiba-tiba membengkak.
"Apa yang terjadi?!" Sultan Raziqin berteriak, terkejut melihat Qi-nya ditarik oleh seekor kucing.
"Jin bukanlah kucing biasa, Raziqin!" teriak Tuanku, yang kini mengerti. "Dia adalah Qi Yang Murni! Dia adalah penyeimbang alamiah Kutukan Jiwaku!"
Jin, setelah menyerap Qi Panas itu, segera melompat ke dada Tuanku, menempel di Batu Giok. Qi Panas dan Qi Dingin bertemu di dalam tubuh Tuanku, tetapi bukan dalam keseimbangan yang pasif.
Mereka membentuk pusaran Qi yang berputar.
Tuanku merasakan kekuatan yang jauh lebih besar daripada saat ia menggunakan Tongkat Es Hitam.
"Jurus Terakhir Tuanku: Keseimbangan Mutlak!"
Tuanku mengarahkan tangan kirinya ke Sultan Raziqin, dan tangan kanannya ke Tetua Wuyan. Ia tidak menembakkan Qi. Ia hanya menggunakan tangannya untuk memanggil Hukum Keseimbangan Ruangan Waktu.
Qi yang baru terbentuk ini, gabungan Yin Mutlak dan Yang Murni, menciptakan zona netral.
Ketika zona netral itu menyentuh Sultan Raziqin, Raja Kultivasi itu seketika merasa kekuatannya terhapus. Ia menjadi manusia biasa. Semua Qi di tubuhnya dikembalikan ke titik nol.
Ketika zona netral itu menyentuh Tetua Wuyan, kebalikannya terjadi: Qi-nya, yang lumpuh oleh Tongkat Bayangan, seketika dipulihkan ke tingkat Master Kultivasi.
4. Hikmah Keseimbangan dan Kekacauan
Sultan Raziqin, sekarang tidak berdaya, jatuh berlutut, wajahnya pucat. "Qi-ku... lenyap?"
Tuanku menoleh ke Tetua Wuyan yang kini penuh kekuatan dan berteriak, "Terima kasih, Tuanku! Aku akan membunuhmu!"
"Aku tahu," kata Tuanku, wajahnya tenang. "Aku tidak ingin kau mati di sini. Pergilah, Wuyan. Dan sampaikan kepada klanku, bahwa keseimbangan telah kembali."
Tuanku mengarahkan tongkatnya ke gerbang Ruangan Waktu yang mulai terbuka. Tetua Wuyan, yang kini mendapatkan kembali kekuatannya, melihat Sultan Raziqin yang lemah dan melihat peluang. Ia tidak membuang waktu untuk membunuh Tuanku. Ia hanya melarikan diri melalui gerbang yang terbuka.
Tuanku telah sengaja membuat Tetua Wuyan kuat dan Sultan Raziqin lemah, menciptakan kekacauan baru di dunia luar.
"Mengapa kau melakukan itu, Sati?" Fatimah, yang kini bebas, bertanya, bingung.
"Ini adalah hikmah yang kulihat di masa depan, Fatimah," jawab Tuanku. "Masa depan itu gelap dan Raziqin menjadi ancaman. Raziqin terlalu kuat. Aku harus menciptakan musuh yang seimbang baginya. Sekarang, Klan Naga Hitam akan bangkit kembali dengan Tetua Wuyan, dan mereka akan memburu Raziqin yang lemah."
Tuanku menatap Jin, yang kini tidur nyenyak di dadanya, seperti tidak ada yang terjadi.
"Dan sekarang, Fatimah, kita harus keluar dari sini. Sebelum Raziqin pulih. Dia hanya lemah sebentar. Kita harus mencari Putri Liandra."
5. Jejak Menuju Liandra
Tuanku membantu Sultan Raziqin berdiri. Raja Kultivasi itu tidak memiliki Qi, hanya kebanggaan.
"Bunuh aku, Tuanku! Jangan membuatku lemah!" pinta Sultan Raziqin.
"Aku tidak akan membunuhmu, Raziqin," kata Tuanku. "Aku akan membiarkanmu menghadapi akibat dari kesombonganmu. Kau akan kembali tanpa Qi, tanpa Fatimah, dan menghadapi musuh yang kau ciptakan."
Tuanku menyerahkan Jin kepada Fatimah. "Bawa Jin. Dia adalah penyeimbang. Aku akan membawa tongkat ini."
Fatimah mengangguk. Mereka berdua melompat ke dalam Gerbang Kosmis yang kini terbuka penuh.
Sultan Raziqin ditinggalkan sendirian di Ruangan Waktu yang dingin, hanya ditemani oleh keheningan dan bintang-bintang yang bergerak lambat, menyadari bahwa ia telah ditipu, tidak oleh trik murahan, tetapi oleh filosofi yang ia tolak: Keseimbangan.
Tuanku dan Fatimah mendarat kembali di Daratan Xianwu. Mereka melihat Tetua Wuyan melarikan diri di kejauhan.
"Sekarang, ke mana kita?" tanya Fatimah.
Tuanku memandang ke arah Utara. "Ke tempat Klan Pedang Abadi. Aku harus menemukan Putri Liandra. Dia adalah kuncinya. Dan aku harus mencari tahu mengapa aku gagal di masa depan."
Ia telah menghadapi kutukan jiwanya, memecahkan misteri Ruangan Waktu, dan membalikkan takdir dua klan besar. Kini, Tuanku, pewaris yang lemah, bersiap menghadapi takdir yang sebenarnya.
— AKHIR BAB 10 —