Tuan Edward bangkit dan segera berjalan menuju dapur. Semua pelayan mengikutinya dan akupun turut mengikutinya dari belakang.
Setibanya di dapur, Tuan Edward berhenti melangkah kemudian berbicara dengan Kepala Pelayan di Villa nya.
"Masakan apa yang paling mudah dibuat?!" tanya Tuan Edward,
Kepala Pelayan itu nampak ketakutan menjawab pertanyaanya dari Tuan Edward yang masih terlihat sangat kesal karena permintaan aneh ku.
"Telor ceplok, Tuan!" jawab Kepala Pelayan,
Tuan Edward kembali menatap ku dengan tatapan tajamnya, seolah dia mengatakan padaku, "Puas kau!!!"
"Baik, ajari aku membuatnya!" perintah Tuan Edward kepada Kepala Pelayan.
"Baik, Tuan!"
Kepala Pelayan pun bersedia mengajari Tuan Edward membuat telor ceplok. Tuan Edward nampak lucu ketika berhadapan dengan yang namanya wajan dan minyak panas yang meletup-letup.
Ya Tuhan, aku hampir saja tidak bisa menahan tawa ku. Begitupula para pelayan yang berjejer, mereka mengulum senyum sambil memperhatikan Majikan mereka untuk pertama kalinya menyentuh spatula dan penggorengan.
Maklumlah... menurut pelayan yang paling senior disini, Tuan Edward merupakan anak tunggal dari Tuan Robert Sebastian dan Nyonya Amrita yang merupakan orang yang paling sukses dikota ini.
Tuan Edward kecil begitu dimanja, apapun yang dia inginkan selalu dipenuhi oleh kedua orangtuanya. Dia juga selalu ditemani oleh beberapa pelayan yang untuk melayaninya. Jadi tidak mungkin seorang Edward sampai menyentuh Spatula dan Penggorengan, dan ini adalah hal paling langka yang pernah mereka saksikan.
Tuan Edward mendengarkan semua perintah Kepala Pelayan hingga akhirnya iapun selesai membuat telor ceplok itu dan meletakkannya keatas piring.
Chelsea berdiri disamping ku sambil memperhatikan apa yang dilakukan oleh Tuan Edward. Wajahnya masam dan tangannya, ia silangkan ke dadanya.
"Kau lihat, Tuan Edward nampak bodoh gara-gara kamu! Dasar wanita pembuat masalah!" gumam Chelsea, pelan namun masih terdengar jelas di telingaku.
Aku tak menjawab, aku hanya memperhatikan ekspresi wajah Chelsea saat ia mengatakan hal itu padaku.
Tak berselang lama, Tuan Edward menghampiri ku dengan menyodorkan sebuah piring kepadaku. Piring yang berisi telor ceplok yang baru ia buat untukku.
Entah mengapa aku sangat bahagia ketika melihat telor ceplok buatannya. Ini adalah telor ceplok teristimewa disepanjang hidupku. Telor ceplok ala Chef Dadakan Mr. Edward Sebastian.
Aku tersenyum hangat padanya namun suami dingin ku itu masih saja bersikap seperti biasanya. Dia enggan tersenyum namun tatapan nya sudah agak mendingan. Dibanding saat dia masih kesal tadi.
"Sekarang nikmatilah, dan setelah ini tidak ada permintaan gila lainnya!" ucap Tuan Edward seraya melangkah kembali ke ruang makan.
Kulihat para pelayan tengah sibuk membereskan dapur yang sangat berantakan akibat perbuatan Tuan Edward yang mengacak-acak wilayah mereka.
Tuan Edward kembali ke ruang makan dan duduk di tempatnya semula. Dan aku terus mengikutinya sambil membawa piring yang berisi telor ceplok buatannya.
Tuan Edward terus memperhatikan aku bahkan hingga aku duduk kembali di kursiku. Kini giliran aku yang makan dan Tuan Edward yang memperhatikan.
Aku mengambil sendok lalu mencoba telor ceplok buatan Tuan Edward. Dan,
"Ehmm... Tuan, ini telor ceplok paling nikmat yang pernah aku makan." ucap ku sambil menikmati telor itu,
"Habiskan! Kau tahu, kau orang pertama yang berani membuat aku menyentuh Spatula dan Penggorengan! Jadi nikmati makan mu sampai habis dan tak boleh bersisa!" titah Tuan Edward,
Aku tersenyum simpul sambil memperhatikan wajahnya. Nada suaranya memang seperti orang membentak, namun ekspresi wajahnya seperti ingin tergelak.
Sedangkan ekspresi wajah Chelsea saat itu seperti gunung berapi yang siap meletus. Wajahnya memerah, sepertinya ia sangat kesal juga marah padaku. Terserah, aku tidak peduli. Yang penting Tuan Edward menuruti kemauan ku dan aku kenyang.
Akhirnya telor ceplok buatan Chef Dadakan Mr. Edward Sebastian habis ku lahap bersama sepiring nasi. Tuan Edward pun nampak senang karena akhirnya aku menghabiskan nya tanpa tersisa sedikitpun.
"Sudah puas mengerjai aku, Laura?!" tanya Tuan Edward sambil merengkuh pinggang ku,
Aku tidak menjawab, aku hanya tersenyum padanya. Sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk mengerjai lelaki itu. Tiba-tiba saja aku ingin menikmati masakan buatan tangannya. Dan rasa itu benar-benar tidak dapat ku tahan.
Tuan Edward mengajakku bersantai didepan Villa sambil memperhatikan perkebunan nya. Disana angin bertiup sepoi-sepoi dan mengalahkan sejuknya hembusan udara dari AC didalam ruangan Villa.
Disaat Tuan Edward tengah berbincang-bincang masalah perkebunan bersama Chelsea, tiba-tiba mataku tertuju pada sekelompok Ibu-ibu pekerja di perkebunan Tuan Edward.
Mereka tengah beristirahat makan siang dibawah pohon rindang sambil bercengkrama dengan sesama mereka. Aku lihat mereka tengah menyantap sesuatu, entah apa. Tapi terlihat sangat menggugah selera. Bahkan air liur ku hampir menetes melihatnya.
Perlahan aku melangkah menuju mereka, bahkan tanpa meminta izin kepada Suami dingin ku. Sesampainya disana, mereka segera bangkit dan membungkuk hormat kepadaku.
"Siang Nyonya!" ucap mereka serempak,
"Siang... Ehm, tidak usah menghormat seperti itu. Lagipula aku bukan Nyonya Helen." sahut ku.
"Tidak boleh seperti itu, Nyonya. Biar bagaimanapun Nyonya adalah istri dari Tuan Edward dan kami harus menghormati anda." sahut salah satu dari mereka.
Aku hanya bisa tersenyum kemudian mataku tertuju pada sebuah piring yang berisi buah-buahan segar yang sudah dipotong-potong dan siap disantap.
Ternyata inilah yang sedang mereka nikmati. Dan entah mengapa air liur ku, tak mampu lagi ku tahan ketika melihat buah-buahan itu. Apalagi mangga muda yang terlihat sangat menggugah selera.
"Boleh aku mencicipinya, Bu?" tanyaku kepada mereka.
Mereka sempat saling tatap tapi setelah itu, dengan senang hati mereka mengijinkan aku mencicipi buahan segar itu.
Aku mengambil potongan buah mangga muda bersama sambal kacang pedas buatan mereka dan mulai menyantapnya. Ya Tuhan, nikmat sekali! Tiba-tiba salah seorang dari mereka bertanya padaku,
"Sudah berapa minggu, Nyonya?!"
"Hah?!"
Aku tidak mengerti dengan pertanyaan Ibu itu. Aku cuma bisa mengerutkan kening ku sambil terus mengunyah mangga muda yang terasa sangat nikmat, melebihi apapun saat ini.
"Nyonya sedang ngidam kan?!" ucapnya lagi,
"Uhuk-uhuk!"
Saking terkejutnya aku mendengar ucapan Ibu itu, aku tersedak mangga muda bahkan sampai mengeluarkan airmata. Dua orang Ibu-ibu mengelus punggung ku dengan lembut.
"Perlahan-lahan makan nya, Nyonya!" ucap mereka.
Setelah berhenti tersedak, aku mulai mengingat-ingat kapan terakhir kali aku dapat tamu bulanan.
"Astaga!"
Aku membulatkan mataku setelah mengingatnya. Ternyata bulan lalu aku tidak mendapatkan tamu bulanan.
Tiba-tiba aku ketakutan, aku takut apa yang dikatakan oleh Ibu-ibu itu benar. Kalau itu benar, apa Tuan Edward bisa menerimanya? Secara Tuan Edward itu sudah lebih dari kepala empat. Tapi ini juga bukan salah ku, kenapa juga Tuan Edward tidak pernah menggunakan pengaman ketika melakukan itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Dewi Zahra
lanjut
2023-08-19
0
Muhammad Iqbal
waduh uring uringan ntar celsea melihat saingannya udah star duluan
2023-01-29
0
Dhian Ayu
Jng Jng Harry bukn ank kandung tuan edward ya Thor AP mungkin nyonya Helen ketauan selingkuh mknya tuan edward GK suka sama nyonya Helen 🤔
2022-03-04
0