Dengan gemetar aku menyerahkan kembali piring itu kepada Tuan Edward. Tuan Edward menatap piring itu kemudian beralih kepadaku.
"Ayo, suapi aku." titah nya
Tuan Edward mengembalikan piring itu dan menyuruhku untuk menyuapi nya. Kemudian dia turut duduk disamping ku.
Karena takut membantah perintahnya, akupun bersedia menyuapi nya layaknya anak kecil yang sedang mogok makan.
Tuan Edward terus memperhatikan aku sambil mengunyah makanannya. Ia juga menyeka airmata ku yang masih menggenang di pelupuk mataku. Bahkan hingga suapan yang terakhir, ia masih memperhatikan wajah masam ku.
"Laura, aku tidak suka ada yang menguping pembicaraan ku. Aku harap kamu tidak akan pernah mengulanginya lagi!"
Ucapan Tuan Edward memang pelan namun terdengar sangat tegas. Aku sontak menatap kepadanya dan memperhatikan ekspresinya. Ternyata masih sama, ekspresi wajahnya sulit ditebak.
"Aku tidak sengaja, Tuan..." ucap ku sambil memelas padanya.
Tuan Edward mengajak ku bangkit dan mendudukkan aku di tepi tempat tidurnya. Diapun duduk disamping ku sambil terus memperhatikan wajahku.
"Katakan, apa saja yang sudah kau dengar?!"
Aku menundukkan kepalaku sambil memilin-milin ujung dress ku. Aku masih sakit hati dengan apa yang kudengar. Kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut Tuan Edward benar-benar menyakiti hatiku.
"Laura!"
Nada bicara Tuan Edward mulai naik dan membuat aku merinding mendengarnya. Akupun kelabakan, kemudian dengan wajah memelas aku menatapnya.
"A-aku mendengar alasan Tuan yang sebenarnya menikahi ku. Dan posisi ku yang sebenarnya disisi mu..."
Dengan terbata-bata aku mengucapkannya. Aku juga tidak mampu menahan airmata ku yang sudah sejak tadi ku tahan agar tidak meluncur lagi.
Tuan Edward meraih wajahku yang masih tertunduk hingga kami saling tatap. Kemudian dia tersenyum sinis kepadaku,
"Bukankah sejak awal sudah kukatakan hal itu padamu, Laura? Kau itu tak lebih dari seorang selir untukku jadi jangan pernah berharap lebih dari itu."
Deg!!!
Aku sungguh tidak menyangka Tuan Edward kembali mengulangi kata menyakitkan itu. Aku kembali tertunduk, airmata ku terus menetes dan mengenai punggung tangan ku yang sedang mencengkeram erat dress yang sedang ku kenakan.
"Aku tidak akan menyerah, Tuan! Walaupun kau terus menyakiti ku, aku akan terus memperjuangkan perasaan ku kepadamu hingga akhirnya kau akan mengakui aku sebagai istri mu, bukan selir!"
Aku menyeka airmata ku kemudian menghela nafas panjang. Aku angkat kepalaku dan ku tatap lelaki yang masih duduk disamping ku dengan wajah dinginnya.
"Baiklah, Tuan! Aku adalah selir mu dan aku tak akan pernah mengharap apapun lagi darimu!"
Tuan Edward masih menatap ku namun raut wajahnya berubah. Sepertinya dia sedang memikirkan perkataan ku barusan.
Tuan Edward bangkit seraya mengajakku bangkit bersamanya. Dia menggenggam tanganku kemudian membawaku keluar dari kamar itu.
Dia terus melangkah hingga keluar dari Villa. Di halaman depan, kulihat Chelsea tengah bicara dengan seorang penjaga Villa.
Ketika ia melihat Tuan Edward berjalan bersama ku, Chelsea segera meninggalkan penjaga Villa itu dan menghampiri kami.
"Hai, Tuan Edward! Kalian mau kemana!?" sapa Chelsea,
Tuan Edward sempat menoleh kepada Chelsea dan kembali tersenyum hangat. Aku kesal melihatnya! Bagaimana bisa dia bersikap begitu hangat kepada seorang Chelsea yang hanya seorang Assisten pribadinya.
Sedangkan aku, sekalipun ia tak pernah menampakkan senyuman nya yang manis itu. Oh ya! Pernah sekali, ketika dia menatap wajahku untuk pertama kalinya.
"Aku ingin mengajak Laura melihat-lihat perkebunan ini." sahut Tuan Edward.
Tanpa ku duga Chelsea pun mengikuti langkah kami. Ia berjalan disamping Tuan Edward dan Tuan Edward pun nampak biasa-biasa saja. Tanpa mempermasalahkan nya sama sekali.
Tuan Edward mengajak kami mengelilingi perkebunan yang sangat luas itu. Sejauh mata memandang hanya warna hijau yang terlihat oleh mata.
Tapi tidak oleh mataku. Mataku hanya tertuju pada sosok lelaki yang mengenakan kemeja berwarna hitam yang melekat erat ditubuh kekarnya. Lelaki itu tengah menggenggam erat tanganku dan menuntun ku berjalan.
Hingga akhirnya Tuan Edward menghentikan langkahnya tepat didepan salah seorang anak buahnya.
Dia berbincang-bincang masalah perkebunan ini kepada anak buahnya. Dan Chelsea pun tidak mau ketinggalan, wanita cantik itu terus menimpali pembicaraan mereka.
Aku seakan menjadi orang yang paling bodoh diantara mereka. Perlahan ku tarik tanganku dari genggaman Tuan Edward dan melangkah menjauhi mereka.
Aku berjalan sendiri sambil memperhatikan para pekerja di perkebunan itu. Sesekali aku menoleh kearah Tuan Edward, memastikan lelaki itu tidak akan meninggalkan aku disini.
Namun ada pemandangan yang membuat mataku gatal. Bahkan sudah berkali-kali aku mengucek mataku, memastikan mataku sedang tidak mengalami rabun jauh.
"Huft!"
Aku kesal bahkan hatiku terasa panas, seakan sedang terbakar hebat. Bagaimana tidak, Wanita cantik itu kini menggantikan posisiku. Dia mulai menggerayangi lengan Tuan Edward. Aku rasa ada yang tidak beres dalam diri Chelsea.
Dan anehnya Tuan Edward pun nampak biasa-biasa saja. Ingin rasanya ku ambil batu kerikil disamping kakiku dan melemparkan nya kepada kedua orang yang sangat menyebalkan itu.
Namun sayang, aku tidak berani. Pengalaman terakhir ku ketika melemparkan kerikil ke kepala seorang Preman, berujung dengan berenang di sungai.
Coba saja lemparkan kerikil ini ke kepala Tuan Edward, bisa-bisa aku akan dibuang ditengah-tengah hutan dan dibiarkan mati dimakan beruang. Ha!
Dengan terpaksa, akupun harus bersabar menyaksikan pemandangan yang membuat aku serasa kebakaran.
Selang beberapa saat, pembicaraan mereka usai. Tuan Edward mengikuti anak buahnya sedangkan Chelsea menghampiri ku sambil tersenyum manis.
Lihat, gaya jalannya saja begitu anggun. Bak model yang sedang melangkah di catwalk. Jujur, aku iri padanya. Chelsea begitu sempurna. Bentuk tubuhnya sempurna dan wajahnya pun bak artis cantik hollywood, ya hampir-hampir mirip lah sama Megan Fox.
Sedangkan aku... Aku cuma serpihan roti disamping Chelsea. Anggap saja seperti Reva bututku bersanding dengan mobil mewah dan mahal sekelas Lamborghini.
"Laura, Tuan Edward ingin kamu segera kembali ke Villa bersamaku. Dia sedang sibuk, ada sesuatu hal yang harus ia tangani." ucap Chelsea.
Akupun mengangguk saja kemudian mengikuti langkah gemulai Chelsea.
"Kau sangat beruntung, Laura. Bisa menempati posisi yang sangat aku idam-idamkan sejak dulu." ucap Chelsea sambil terus melangkah anggun didepan ku.
Aku mengerutkan kening ku. Aku tidak mengerti apa maksud dari kata-katanya padaku.
"Apa maksudmu, Nona Chelsea?"
Chelsea berbalik sambil tersenyum sinis padaku. "Bukan apa-apa! Sebaiknya cepat, aku ingin segera kembali menemani Tuan Edward."
"Apa kamu mencintai Tuan Edward, Nona Chelsea?"
Aku memberanikan diri untuk menanyakan hal itu kepadanya. Karena sejak pertama bertemu dengannya, wanita ini begitu gigih mencari perhatian Tuan Edward.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Dewi Zahra
lanjut
2023-08-19
0
Muhammad Iqbal
Laura masih kecil belum paham asmara seorang pengusaha.. dan antek anteknya... jd nurut aja diajak sicelsea padahal klo diperhatikan seperti jalang ber muka bidadari.
2023-01-29
0
Q.M.19
Aq cuman mau laura kuat terus berubah bersikap menjadi sedikit dewasa.
Klau di depan edward agak sdkt menjaga jarak saja
2021-11-08
0