Masakan itu untuk menyambut Tante Ririn, ya? Dan hari ini Mama libur karena Tante Ririn datang ke sini, ya? Bukan karena aku?
"Kak An... Ini namanya Thomas ci keleta, bagus, kan? Tadi Momy beyiin aku ini di toko waktu ke cini, muahaaall lohh," kata Diego memamerkan mainan kereta apinya dengan wajah lucu. Aku tersenyum dan mengangguk, kuciumi lagi pipi Diego untuk kesekian kalinya.
Aku memang suka dengan anak kecil, mungkin karena aku anak tunggal dan tidak punya saudara, makanya ketika Diego main ke rumahku, dia selalu tidak mau kulepaskan.
Tetapi kemudian pikiranku sibuk dengan hal lainnya. Aku punya Mama, tapi rasanya Mama tidak peduli denganku sama sekali. Aku menggelengkan kepalaku, kenapa akhir-akhir ini aku berpikiran sentimental seperti anak kecil, sih? Seharusnya aku lebih dewasa dan tidak memikirkan hal-hal tidak bermutu seperti itu, bukan?
Aku menciumi Pipi Diego yang masih sibuk mengutak-atik mainanya.
"Kak Annn... nggak punya Thomas? Punya Thomas yang lain nggak?" tanya Diego sambil sibuk memanyunkan bibirnya sambil menirukan bunyi kereta api, tuutt-tuutt-tutt-tuut. Gemasnya!
Aku menurunkan Diego dari gendonganku setelah kaki Diego bergerak-gerak meminta untuk diturunkan.
Aku menyudahi bermain dengannya karena aku harus mempersiapkan kuliahku walaupun jam kuliahku masih lama tapi lebih baik aku sesegera mungkin ke kampus untuk menghindari kecanggunganku dengan Mama.
"An, Mama nanti mau nemenin Tante Ririn ke mal sama ke pasar malam. Pulangnya mungkin sampai jam sepuluh atau jam sebelas malam. Nanti kamu kunci rumah kalau Mama belum pulang. Mama udah punya kunci cadangannya," kata Mama panjang lebar sebelum aku berangkat ke kampus. Aku hanya mengangguk tanda iya.
Aku berangkat ke kampus. Sampai di kelas aku melihat Adi sedang sibuk berkutat dengan laptopnya sedang mengerjakan tugasnya.
Aku mengampirinya dan menciumnya tepat di bibir. Aku tidak memedulikan siswa lain yang sempat melihat kami berdua berciuman. Adi tampak malu, pipinya memerah karena aksi agresifku. Aku duduk di sebelahnya sambil menopangkan daguku di pundaknya.
"Kamu apa kabar?" tanyaku sambil membelai lengannya. Dia menjawab baik sambil memperhatikan layar laptopnya yang memperlihatkan materi di MS Word. Sejak pacaran dengan Adi, jadwal shoping-ku yang awalnya minimal satu minggu sekali kini menjadi sekali sebulan. Menyebalkan memang.
Pernah sekali aku mengajak Adi dinner ke restoran yang mahal, tapi setelah itu aku tidak mengajaknya lagi karena aku mendengar dari temannya kalau besoknya Adi harus menahan lapar di kampus karena jatah uang jajan mingguannya habis. Aku memang matre, tapi aku tidak sejahat itu harus memoroti Adi yang memang tidak sekaya Ray.
Tapi walaupun Adi tidak sekaya Ray, dia menjanjikan sesuatu yang menggiurkan untukku. Adi berjanji akan membuatkan tugas-tugas kuliahku dan membantuku membuat skripsi. Setidaknya itu membantuku sekali untuk mahasiswi tingkat akhir yang tidak niat-niat amat kuliah seperti diriku ini.
Ah, dan tentang Ray?
Si bodoh itu?
Entahlah, mungkin saat ini dia sedang beranak-pinak dengan istrinya di kamar. Sialan, kenapa aku masih kesal, ya, dengannya?! Ray benar-benar bodoh! Dia memilih Drop Out padahal kuliah kami tinggal dua semester lagi. Bucin, alias budak cinta bodoh itu! Aku selalu mengembuskan napas kesal ketika mengingat si berengsek itu.
Aku menatap Adi yang masih serius berkutat dengan tugas-tugasnya.
"Aku pengin, nih, Di," kataku dengan nada sensual sambil mengembuskan napas hangat di lehernya. Adi kaget dengan apa yang barusan kuucapkan. Jujur aku belum pernah berhubungan badan dengan Adi semenjak hampir satu bulan aku pacaran dengannya, kebutuhan biologisku seolah meminta untuk di puaskan.
Tangan kiriku membelai pahanya lembut. Aku tersenyum nakal sambil menggigit bibir bawahku.
"Singkirin tanganmu, An. Nanti ada yang lihat," bisiknya pelan tetapi aku masih sibuk mengarahkan tanganku ke paha atasnya.
"Kamu nggak suka?" tanyaku. Dia hanya menelan ludahnya dan menggeleng pelan.
"Biarin aja mereka tahu. Bolos, yuk, Di. Pengin."
Adi mendesah pelan dan memejamkan matanya karena kelakuanku.
"Ke rumahku, yuk. Di rumahku sepi, Mamaku lagi keluar dan pulangnya jam sepuluh malem. Aku pengin," kataku disambut dengan Adi yang dengan cepat memasukkan laptopnya ke dalam tasnya, lalu dia menggandeng tanganku dan kami naik motornya menuju rumahku.
Aku langsung mengajaknya untuk memasuki kamarku dan memulai kegiatan intim kami.
Sejak aku tidak perawan, aku sudah tidak peduli lagi dengan ini semua.
Kenapa? Aku hanya perpikir sekali rusak, ya, mending rusak aja sekalian. Toh, pacar-pacarku tidak akan tahu aku sudah berhubungan intim berapa kali dalam hidupku.
"ANHA!"
Belum juga kegiatan kami selesai. Hal yang tak kuduga terjadi. Seseorang berteriak kencang saat membuka pintu kamarku membuatku dan Adi panik. Begitu pula orang tersebut yang menutup mulutnya karena terkejut dengan apa yang saat ini ia lihat.
"Ma—Mama."
***
Aku dan Adi kelabakan setengah mati ketika melihat Mama memergoki kami berdua yang sedang berhubungan intim. Aku menutup bagian pribadiku dengan kedua tanganku, sedangkan Adi sibuk memakai bajunya kembali dengan asal—bahkan sampai bajunya terbalik karena tergesa-gesa.
Demi apa rasanya jantungku seperti copot seketika. Apa yang harus aku lakukan? Bukannya Mama bilang jika Mama akan pulang jam sepuluh malam nanti? Lalu kenapa Mama sudah ada di rumah jam segini dan memergoki kami berdua sedang...
Aku buru-buru memakai bajuku yang berceceran di lantai. Mama masih terdiam karena syok dengan apa yang baru saja ia lihat.
Masih dalam posisi menutup mulut, dan mata Mama mulai berkaca. Mama menghampiri Adi dan meneriakinya setelah kesadaran Mama pulih.
"Kamu siapa?! Kenapa kamu bisa ada di rumah saya dan kamu ngapain anak saya!"
Adi tampak ketakutan sekali melihat Mama yang marah besar.
"ANHA! Jelasin semua ini ke Mama!"
Mama berteriak dan menarik lenganku kencang sampai aku mengaduh kesakitan. Mama memaksaku untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, aku hanya diam saja tidak berani mengatakan apa pun.
Aku mendesis karena rasanya Mama mencengkeram lenganku terlalu kuat. Seumur hidupku aku tidak pernah melihat Mama semarah ini kepadaku.
Mama masih menarik lenganku dan memaksaku menjelaskan ini semua, dengan kasar aku menghempaskan lenganku sehingga cengkeraman Mama terlepas. Mata Mama membulat tidak percaya dengan apa yang baru saja aku lakukan.
Tante Ririn yang sepertinya baru saja datang dan melihat situasi kacau saat ini langsung menutup mulutnya, terkejut. Ekspresi Tante Ririn mirip seperti ekspresi awal sewaktu Mama memergokiku dengan Adi yang tadi sedang berhubungan intim.
Kemudian buru-buru Tante Ririn menggendong Diego dan memasukkan Diego ke kamarnya agar tidak menyaksikan kekacauan ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Iyana Computer
pelajaran untuk kita, bahwa agama adalah pondasi yg awal dalam mendidik anak-anak kita
2022-06-02
0
miss dy lovers
aq baca yg kedua kalinya,,,msh jedag jedug jeder...
hebat bgt km thorr
2022-02-05
0
Linda Z
asli tegang aq thorrr......
2021-11-17
2