Aku mengucapkan terima kasih kemudian mulai menyantap roti gosong ini dan meminum setengah susu buatan Bik Dar dalam sekali tegak.
Aku mengambil blueband yang ada di kantung keresek Bik Dar dan mengoleskan blueband tersebut ke sisi roti bakar ini, menganggap blueband itu sebagai selai kacang ataupun selai cokelat walaupun rasanya benar-benar hambar saat kugigit.
Bik Dar mungkin sangat kasihan denganku, meskipun saat ini aku tidak menatap wajahnya, tetapi aku bisa menebak hal itu dalam hati.
"Coba kalau Bibi disuruh masakin buat Neng Anha, pasti Bibi mau. Sayangnya Bibi cuma disuruh Ibuk buat bersihin rumah aja. Kasihan Neng Anha sela—"
"Nggak papa, kok, Bik," jawabku memotong perkataan Bik Dar. Bik Dar kemudian diam tak berani berkata apa pun lagi karena Bik Dar tahu aku paling benci dengan pembahasan apapun tentang Mama.
"Mama tadi berangkat jam berapa, Bik?" tanyaku di sela-sela makanku.
"Eh, tadi Ibuk berangkat jam enam pagi Neng, waktu Neng Anha masih tidur."
Aku hanya tertawa mendengarnya membuat Bik Dar bingung.
"Kenapa, Neng?" tanya Bik Dar kepadaku.
"Nggak papa, kayak besok kiamat aja. Ngejar duit sampai segitunya."
Bik Dar hanya diam saja menangkap sindiran halus pada ucapanku. Aku berdiri dan mengucapkan terima kasih atas sarapan roti yang Bik Dar siapkan untukku.
"Bik, habis ini Anha minta tolong beliin buah-buahan, ya, Bik. Soalnya temen Anha mau datang ke sini. Kasihan nanti kalau dia datang ke sini tapi nggak ada makanan sama sekali."
Aku memberikan uang seratus ribuan tadi ke Bik Dar. Bik Dar langsung mengangguk dan berlalu membelikanku buah-buahan.
Tidak berlangsung lama seseorang mengetuk pintu rumahku. Dengan malas aku berjalan membukanya. Apalagi saat aku melihat siapa si pengetuk pintu tersebut, rasa malasku seolah berlipat ganda.
Mai sedang tersenyum lebar. Ia mengenakan baju ala emak-emak muslim yang kebesaran dan tidak bermode sama sekali. Kerudungnya pun juga kebesaran dan warnanya berbeda dengan warna bajunya. Aku memijit pelipisku, dia ini benar-benar tidak fashionable sama sekali.
"Alhamdulillah aku nggak nyasar. Tadi aku minta tolong sama satpam komplek buat nunjukin rumah kamu, An."
Aku mengabaikan perkataan Mai dan menyuruhnya untuk masuk. Aku dan Mai duduk di ruang tamu. Mai mulai membuka tasnya dan mengeluarkan buku serta laptopnya.
"Jadi nanti kita bahas soal materi ini. Aku udah riset dan nyari tahu di beberapa artikel. Gampang, kok. Nanti bagian aku yang ini dan kamu bagiannya yang soal pemasaran. Kamu udah nyiapin materinya yang kemarin aku kirimi lewat email, kan?"
Aku hanya diam saja, dia ini bicara apa, sih?
Melihat ekspresiku Mai hanya menggelengkan kepala, dan dia seolah bisa menebak aku tidak peduli dengan presentasi itu.
"Udah sini aku aja yang ngetik. Aku paling males riset!"
Mai hanya menghela napas mengalah. Membiarkan laptopnya kuserobot. Jari-jari lentikku yang kucat dengan warna merah mulai sibuk mengetik apa yang ada di buku catatan Mai.
Setengah jam aku mengetikkan apa yang Mai ucapkan. Kadang aku marah-marah jika Mai mendekte terlalu cepat atau terlalu pelan. Tapi kalau boleh jujur, Mai memang tahan banting dalam hal kesabaran ketika menghadapiku.
Akhirnya Bik Dar pulang membawa beberapa buah-buahan yang tadi aku pesan.
"Eh, ada temennya Neng Anha. Wah, tumben banget. Soalnya dari SMP Neng Anha jarang bawa temennya ke rumah," perkataan Bik Dar menghentikan gerakan mengetikku. Sudut mataku melirik ke arah Mai. Mai sedang menatapku dalam diam. Aku akhirnya kembali melanjutkan kegiatan mengetikku dan menyuruh Bik Dar menaruh beberapa buah di meja, serta sisanya kusuruh untuk dimasukkan ke dalam kulkas.
"Anu, Neng. Bibik pulang dulu, ya. Mau jemput cucu Bibi yang TK. Besok kalau Neng Anha minta dibeliin buah lagi. Tulis aja mau dibeliin apa aja di kertas terus tempelin di kulkas, Oke? Nanti Bibi beliin sekalian waktu di pasar. Uang kembaliannya Bibi taruh di atas kulkas, Neng."
Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Mai masih terdiam, aku bukan dukun yang bisa menebak apa yang saat ini sedang dia pikirkan.
"Makan Mai. Sorry, ya, seadanya."
Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas pagi. Hari sudah menjelang siang. Tadi sebelumnya aku sempat bertanya kepada Mai tugas ini diselesaikan sampai jam berapa tapi Mai hanya menjawab sekalian diselesaikan hari ini saja.
Mata Mai mengamati ke sekeliling ruangan. Kami saat ini sedang istirahat sebentar.
"An, Mama kamu ke mana kalau boleh tahu?" tanya Mai.
"Nggak tahu. Mati kali," jawabku asal sambil masih mengunyah apelku. Mendengar jawabku Mai hanya ber-istighfar pelan dan tidak berani bertanya hal-hal lain lagi.
Aku membuka akun Instagramku, melihat-lihat feed-ku dan menyukai beberapa posting-an yang muncul di sana. Namun saat ibu jariku men-scroll ke bawah, terlihatlah sebuah foto yang membuat napasku berhenti untuk beberapa saat. Foto seorang laki-laki dan gadis yang ia rangkul di sebelahnya.
Itu adalah foto Ray, dengan gadis yang saat ini sudah berstatus sebagai ISTRINYA. Ray tampak tersenyum sambil menggenggam jemari gadis itu memamerkan cincin pernikahan mereka yang berwarna perak.
Rasanya jantungku seperti diremas seketika. Aku cemburu, marah, emosi, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Tapi aku sadar diri kalau aku ini tidak memiliki hak untuk cemburu terhadapnya sama sekali karena aku bukan siapa-siapanya lagi saat ini.
Ketika kuamati, gadis itu tampak biasa-biasa saja, tidak cantik-cantik amat, style-nya juga amat kuno dan seperti orang desa. Sebelas dua belaslah dengan Mai.
Bahkan aku lebih cantik dan menggoda daripada gadis kampungan itu . Ia mengenakan hijab dan tidak memakai make up sama sekali kecuali lipstik pink di bibirnya. Aku tahu gadis itu bukan selera Ray sama sekali. Karena Ray setahuku menyukai wanita seksi dan berbaju mini sepertiku.
Tetapi kenapa di foto itu Ray tampak tersenyum bahagia sekali? Padahal waktu itu dia memohon kepadaku agar kami masih berhubungan gelap di belakang wanita itu. Dasar bajingan.
Lucu sekali, bahkan badboy pun pada akhirnya tetap menginginkan menikah dengan PERAWAN POLOS SOLEHAH.
Aku membuka akun Instagramnya.
Sejak dia menikah. Aku memang tidak pernah lagi mencari tahu tentang kehidupan Ray. Aku tahu ini salah dan malahan akan menambah rasa sakit di hatiku saja. Tapi rasa penasaranku sangat kuat.
Banyak foto yang ia unggah. Foto saat pre-wedding, foto saat resepsi dan saat pernikahannya pun dia unggah di sana. Dan yang lebih membuat dadaku sesak adalah foto kami berdua yang dulu sewaktu kami masih pacaran sepertinya sudah ia hapus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Yanthi Sri meliana
badboy pun msh pengen yg ori 😁
2021-06-22
0
Elina💞
keren thor
2021-06-02
0
Heni Husna
lanjut
2021-05-21
0