Perlahan aku mendekati Adi. Kemudian aku menggandeng lengannya, awalnya Adi tampak bingung dengan sikapku. Aku mengabaikan tatapan aneh dari Mai dan ke empat orang lainnya yang berada di kelompokku.
"Adi, aku ada acara mendadak. Boleh, ya, aku izin keluar bentar. Kamu catet dan buatin tugas presentasi bagianku, bisa? Please!"
Aku menghaluskan nada suaraku ketika berbicara dengannya. Aku sedikit menekankan lengannya pada pinggiran dadaku demi memperlancar permohonanku.
Dan benar saja, aku melihat jakun Adi naik turun menelan salivanya, wajah Adi memerah.
Kadang memang kecantikan warisan dari Mama berguna juga untuk menghadapi situasi susah seperti saat ini. Benar kata orang, wanita cantik banyak dimudahkan di berbagai urusan.
"Pwesse," mohonku lagi dengan nada sok imut. Ke empat gadis di kelompokku yang tak aku kenal itu sepertinya tampak tidak suka dan hendak protes. Mereka melihatku dengan tatapan jijik.
"Iya aku buatin, kok."
"Thank you!"
Aku tersenyum dan melenggang keluar dari kelas meninggalkan Adi yang sepertinya sedang dimaki habis-habisan oleh ke empat gadis dari kelompok kami.
Setelah sampai di pintu kamar mandi umum--bisa dipakai mahasiswa/mahasiwi--yang tempatnya yang berada di ujung bawah tangga lantai satu.
Tiba-tiba lenganku ditarik kencang oleh seseorang, aku hampir berteriak kesakitan tetapi mulutku dibungkam oleh orang yang tadi menarikku. Aku melotot sebal saat tahu ternyata orang yang menarik lenganku dengan paksa tersebut adalah Ray.
"Sakit tahu!" Aku mengaduh.
"Kamu nggak ada kelas?" tanyaku lagi tetapi dia tidak menjawab dan sibuk menarik bajuku ke atas melewati kepalaku.
"Aku udah nggak tahan banget, An."
Aku berdecak, sekarang aku paham dengan apa maksud Ray menyuruhku ke kamar mandi saat ini.
"Kan, tadi udah!" protesku dengan nada kesal tetapi tidak ia hiraukan sama sekali. Dia seperti kesetanan dan memerlakukanku seenaknya dan aku hanya pasrah diam saja.
"Nanti kalau ketahuan orang gimana?!" protesku.
"Udah, diem aja. Bentaran, kok."
Baru lima menit kami mengulangi kegiatan yang tadi pagi kami lakukan di rumah Ray.
Belum juga aku mencapai puncakku tetapi Ray sudah berteriak cukup keras.
"SHIT!"
Aku dan Ray dikagetkan bukan main dengan seseorang yang membuka pintu kamar mandi kami. Orang itu adalah Mai--yang saat ini sama tak kalah kagetnya seperti kami.
Buru-buru aku dan Ray segera mengenakan kembali baju kami.
"Astaghfirullah! Apa yang kalian lakuin! Dosa!" kata Maimunah si agamis itu. Menyebalkan! Padahal kami belum keluar. Demi apa aku ingin meremas wajahnya saat ini juga.
"Kamu, sih, tadi nggak kunci pintunya dulu!" rutukku dengan sebal ke Ray.
"Kalian kenapa ngelakuin kayak gitu? Itu, tuh, zina tahu! Kalian, kan, bukan mahram. Astaghfirullah! Astaghfirullah! Dosa!" teriak heboh si Ustadzah itu, bukan seperti melihat orang mesum di kamar mandi melainkan seperti melihat kebakaran besar.
Aku memutar bola mataku mendengarnya, kemudian menyilangkan kedua tanganku di depan dada.
"Kalau mau ceramah. Mending sana ke masjid aja, deh. Ganggu orang pacaran aja!" kataku dengan sangat jengkel.
"Tapi kayak gitu, tuh, dosa Anha."
Ray yang sepertinya tampak geram mendengar ocehan Mai langsung berjalan ke arahnya dan menggenggam erat baju Mai.
Aku memegang pergelangan tangan Ray. Mengatakan supaya ia melepaskan Mai. Aku malas jika ada keributan ini sampai berbuntut panjang.
"Awas, ya, kalau sumpama ada yang tahu aku sama Anha kayak gitu. Bener-bener kuhajar sampai ****** kamu!"
Mai tampak gemetar mendengar ancaman Ray. Aku dan Ray berjalan melewati Mai yang masih diam ketakutan.
Akhirnya aku dan Ray memilih pergi ke hotel saja untuk melanjutkan aktivitas kami yang tertunda. Di hotel langganan kami lebih aman melakukan itu semua tanpa gangguan sama sekali.
***
Sudah seminggu lebih Ray sulit kutemui. Aku ingin pergi ke rumahnya tetapi sayangnya aku tidak bisa melakukan hal tersebut karena Ray mengatakan di Watssapp jika kedua orang tuanya baru pulang dari luar negeri.
Ray mengatakan jika saat ini dirinya sedang sangat sibuk dengan acara keluarga dan ini lah, dan itu lah. Aku berdecak, hormonku membutuhkan Ray lagi saat ini juga!
Aku mengiriminya pesan. Memaksanya untuk menemuiku di tempat biasanya kami bertemu.
Anha: Pokoknya kamu ke sini atau aku yang bakalan ke rumahmu buat nemuin kamu!
Aku berdecak kesal lantaran Ray hanya membaca pesanku itu.
Anha: Aku kangen sama kamu tau. Aku lagi pengin...
Anha: Pokoknya kamu harus ke sini sekarang juga!
Tambahku mengetikkan pesan. Aku tahu Ray tidak bisa menolakku ketika aku menjanjikannya hal nikmat kepadanya.
Tanda centang dua biru terlihat--yang artinya Ray sudah membaca pesanku. Aku menunggu kedatangan Ray kurang lebih sepuluh menitan.
Akhirnya aku melihat mobil merahnya berhenti di depan kafe ini. Aku tersenyum dan berjalan pelan keluar kafe untuk menghampirinya, kemudian setelah itu aku memeluknya begitu erat. Tetapi anehnya Ray hanya diam saja. Biasanya dia mencium pipiku saat kita bertemu.
Aku menarik tangan Ray untuk duduk bersama di salah satu bangku yang letaknya berada di luar kafe. Kini kami berhadap-hadapan. Tetapi air muka Ray nampak berbeda. Dia tampak tegang, dia juga tidak menatapku sama sekali.
"Kenapa?" tanyaku kepadanya. Dia hanya menggeleng. Sungguh, tidak biasanya Ray bersikap seperti ini kepadaku.
"Kenapa, sih!" desakku lagi sambil menangkup wajahnya agar menatapku.
"An... Aku pengin ngomong. Tapi kamu jangan marah, ya?"
Aku mengerutkan keningku. Kemudian mengangguk. Dia sangat aneh dari tadi.
"Mau ngomong apa?"
Ray terdiam sejenak, kemudian menarik napas dalam-dalam. Sepertinya dia benar-benar hendak mengatakan suatu hal yang sangat penting.
"Aku nggak bisa ngelanjutin hubungan kita lagi. Aku mau kita putus aja, An."
Mulutku menganga mendengarnya. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Bagai tersambar petir di siang bolong.
"Kamu bercanda, kan?"
Dia menggelengkan kepala, kemudian menatapku dengan serius.
"Aku serius, An. Maafin aku. Aku nggak bisa ngelanjutin hubungan kita lagi."
Mana bisa begitu? Dia berjanji mau menikahiku. Tapi kalimat penjelas ke dua lebih membuatku tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.
"Aku dijodohin orang tuaku, An. Bulan depan kami bakalan menikah," kata Ray di akhiri dengan embusan napas berat. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Tidak terima dengan keputusan sepihak dari Ray.
"Kamu ngaco, ya? Kamu bercanda, kan, Ray sama aku?!"
Tapi sialnya Ray menggeleng dan menatapku dalam-dalam, aku juga dapat melihat kecemasan di matanya.
"Aku serius, An. Sebenernya aku udah dijodohin sejak empat bulan lalu. Kupikir Papa sama Mama cuma bercanda waktu ngomong soal perjodohan itu.
Tapi ternyata aku salah. Mama sama papa serius soal perjodohan itu, An. Terus kemarin cewek itu datang sama orang tuanya ke rumahku dan kami dijodohin. Aku nggak berani ngomong sama kamu. Maafin aku, An."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 258 Episodes
Comments
Ayu Ap
ijin promo ya thor
jangan lupa mampir juga di ISTRI BAYARAN.
trims
2023-01-23
0
Iyana Computer
ketika wanita tidak bisa menjaga harga diri dan marwahnya...maka bencana akan mendatangi dimasa mendatang.. prihatin dan dijaman edan sekarang, banyak wanita seperti itu
2022-06-02
0
Pertiwi Tiwi
ana ama pergaulan sangat bebas
entar kedepanya km yg rugi sendiri
2021-07-15
0