Sang Musafir

Sang Musafir

Namanya Jayamantingan

Seorang pemuda memasuki kedai makan di pinggiran jalan. Tampangnya dekil sekali. Kulitnya menghitam dibakar matahari. Bajunya penuh tambalan. Di punggungnya, sebuah bundelan yang entah berisi apa, mengikat kuat. Rambut panjangnya sudah tampak seperti sarang burung. Orang yang melihatnya tidak akan berani membayangkan bau badan si pemuda, langsung pergi menjauh.

Dia langsung menjadi pusat perhatian di kedai itu berkat tampangnya.

Pemilik kedai menatap pemuda itu lamat-lamat, sebelum berkatalah dia, "Siapakah dikau dan hendak apakah dikau kemari?"

Pemuda itu menyungingkan senyum lebar. "Tentu daku ingin makan di sini, Paman. Mungkin juga akan menginap barang semalam."

Pemilik kedai menatapnya lamat-lamat dari atas sampai bawah. Lalu dia mendesis. Air wajahnya tersuguh seperti melihat mayat berjalan.

"Banyak mimpi, dasar pengemis jalanan! Lebih baik dikau pergi dari sini secepatnya, cari kedai lain yang mau menerimamu!" Pemilik kedai tanpa peringatan sama sekali langsung melempar kain kotor ke arahnya, tepat mengenai wajah si pemuda bernasib malang itu.

"Cara engkau kasar sekali, Paman ...." Yang dilempari itu tertawa pelan, tawaan yang sungguh amat pahit. "Dengarlah namaku, maka engkau akan ketakutan sampai anak-cucumu!" Matanya menatap tajam pemilik kedai jauh di hadapan. "Namaku Jayamantingan!"

Suasana hening sesaat.

"Terserahlah siapa namamu itu, sangat baik jika engkau lekas pergi dari sini!" Pemilik kedai mengacungkan pisaunya, hendak dilempar juga ke wajah Jayamantingan.

Maka terpaksalah Jaya menyingkir dari sana sambil mendumal sebal. Mengapa dia tidak marah? Mungkin satu jawabannya: dia sudah terbiasa. Terlalu terbiasa untuk disebut terbiasa saja. Dirinya sudah kebal.

Memang, namanya tak seberapa berarti. Orang-orang tak akan takut bila mendengar namanya disebut. Nama Jayamantingan pun jarang dikenal orang, bahkan hampir tak dikenal oleh siapa pun. Tidak ada yang mau berkenalan dengan Jayamantingan. Tidak dengan tampangnya yang seperti pengemis itu. Bahkan pengemis pun tak mau berteman dengannya.

Setelah keluar dari kedai itu, Jaya berjalan tak tentu arah. Yang terpenting jalan saja, itulah yang selama ini ia lakukan. Orang kota yang melihat Jaya serentak menyingkir. Tak mau dekat-dekat. Mereka takut Jaya membawa penyakit di tubuhnya. Melihat itu, Jaya hanya bisa mendongakkan dagunya dan membungsung dada, merasa sombong, atau sebenarnya hanya ingin merasa lebih baik. Jadilah ia melangkah tepat di tengah jalan agar tak dekat dengan orang-orang.

Mengalah saja. Jaya memaksakan kakinya tetap berjalan, walau itu terasa amat berat sekarang. Tubuhnya lemah, seakan bisa ambruk kapan saja. Entah sudah berapa hari ia berjalan tanpa henti untuk sampai ke kota ini, dan apa yang ia dapatkan sungguh tidak sepadan dengan perjuangannya.

Jaya melihat sebuah bangunan kecil yang menyerupai bentuk kedai makan. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum melangkahkan kaki masuk kedai itu, mencoba kesempatan kedua. Dibuka tirai kedai perlahan. Banyak orang yang makan di sana. Aroma daging bakar membuat perut Jaya bergejolak keras.

Sejurus kemudian, seisi kedai menatap Jaya dengan tidak suka. Bahkan bangku dan meja pun seakan menatapnya tak suka. Wajah para pelanggan terlihat jijik dengan kehadiran Jaya. Sangat tak ingin Jaya masuk, salah satu dari mereka bahkan tak segan berteriak pada pemilik kedai.

"Hoi, engkau berkata kalau pengemis tak boleh masuk kedai! Usirlah pengemis yang hendak masuk ini. Daku tak mau selera makanku rusak karena orang dekil ini!" Pandangannya seperti lembu jantan yang marah. Menyindir Jaya habis-habisan.

Seorang pria paruh baya keluar dari dalam dapur kedai, menghela napas panjang melihat Jaya di ambang pintu. "Benar, daku tidak menerima pengemis. Kamu yang di pintu, cepat angkat kaki dari kedaiku!"

"Daku bukanlah pengemis," balas Jaya, "daku bawa keping uang."

"Tiada mungkin pengemis yang membeli pakaian layak saja tak bisa, hendak membayar makan di kedaiku! Baik engkau pergi sebelum golok kucabut untukmu!"

"Kasar sekali, Paman. Andai daku sedang tidak baik hati, akan aku bunuh kalian semua. Tapi biarlah daku keluar untuk sekarang. Suatu saat nanti, JAYAMANTINGAN akan membalas kalian!" Jaya berteriak keras sebelum mengambil langkah seribu dari kedai itu. Bukti nyata kepengecutan. Harga dirinya ditindas habis-habisan, tetapi ia tak bisa melawan di hadapan golok si pemilik kedai.

Hatinya yang tadinya hanya teriris, sekarang hancur lebur. Jaya berpikir. Tidakkah mereka melihat bahwa penampilannya merupakan penampilan seorang lelaki sejati yang telah melangkahkan kaki lebih sejuta kali dalam pengembaraannya? Bisakah juga mereka tidak menilai seseorang hanya dari pakaian dan hartanya?

Entah ia mendapat tenaga dari mana, pemuda itu terus berlari. Tidak berusaha mencari kedai makan yang lain lagi. Percuma saja. Tak akan ada yang mau menerimanya. Jaya pergi keluar dari kota, karena tempatnya berada saat ini terletak di pinggiran kota dan bertepatan dengan pintu keluar, ia bisa keluar dengan cepat.

Kota itu seakan memusuhinya, atau mengasihaninya, sehingga Jaya dibiarkan keluar tanpa penghalangan dari para penjaga gerbang.

***

Tubuhnya terduduk dan disandarkan pada sebatang pohon besar di sebuah bukit tinggi. Menundukkan kepala, Jaya merasa air mata mengalir di pipinya, membentuk sungai yang bermuara pada dagunya.

"Mengapa ... mengapa aku selalu dibuang dunia?"

Jaya teringat masa lalunya. Saat ia pertama kali keluar dari desa dan memutuskan jalan hidupnya sebagai pengembara setelah tak sanggup menanggung rasa malu dan kecewa. Di desanya yang amat sangat jauh dari sini, Jaya selalu mendapat kegagalan. Dipermalukan. Diejek. Tak dianggap.

Saat ia berusaha menggarap sawah milik orangtuanya, padi-padi gagal panen. Saat mencoba bekerja menjadi kusir kuda, kudanya terkena beragam penyakit sebelum akhirnya mati. Saat ia menjadi pekerja kasar, ia menjatuhkan suatu barang berat hingga satu rumah yang belum rampung itu hancur, lagi-lagi ia harus mengganti rugi. Orang desa menyebut Jaya sebagai anak terkutuk. Anak buangan bumi.

Bahkan jika dipikir-pikir, Jaya tak mempunyai bakat yang bisa ia banggakan. Dia hanya bisa membaca dan menulis, apakah itu bisa disebut bakat?

Maka dari itu, setelah tak sanggup menahan malu dan kekecewaan, Jaya keluar dari desa. Tak ada yang menahannya sama sekali, mereka bahkan lega setelah melihat Jaya pergi, seperti apa yang kota tadi lakukan pada Jaya.

Jaya berpikir menjadi seorang pengembara adalah jalan hidup yang sangat menyenangkan. Namun tenyata, Jaya salah besar, setelah merasakan sendiri kebenarannya. Menjadi pengembara justru membuatnya jatuh lebih miskin.

Beberapa kali Jaya hinggap di sebuah kota, baik kota kecil maupun kota besar. Ia mencari pekerjaan, tetapi tak kunjung juga ia dapatkan. Yang ia dapatkan hanyalah sakit perasaan sebab harga diri selalu tertindas di mana pun ia berada.

Perut Jaya selalu lapar. Jikapun ia menemukan makanan, Jaya tak akan memakan semuanya melainkan menyimpan sebagian besarnya di dalam bundelannya. Hingga ia hampir tak pernah merasakan kenyang selama menjadi pengembara. Bagi Jaya, rasa kenyang adalah sebuah keistimewaan, jarang ia dapatkan.

Angin berembus pelan. Pohon-pohon pinus tinggi sedikit bergoyang, menjatuhkan beberapa bijinya yang bermekaran. Rambut panjang Jaya mendapat sedikit hiburan dari angin.

Saat Jaya semakin berlarut-larut dalam kesedihannya, tetiba saja telinganya menangkap suatu suara panggilan. Entah bagaimana ia dapat menjelaskan rupa suara itu. Halus dan lembut. Syahdu terdengar. Tulus dan suci, seakan pemilik suara itu tidak pernah berbuat dosa apa pun selama hidupnya. Hidung Jaya diisi aroma bunga yang samar, membuatnya nyaman.

"Kaubutuh teman?"

Jaya menengok ke belakang. Seorang wanita muda berdiri di sana. Melihat dari atas sampai bawah dengan terkesima, kecantikan wanita itu amat jauh melebihi perempuan kembang desa di tempat asalnya. Kulitnya bersih dan halus. Rambutnya hitam, bersih dan halus pula. Mata cokelatnya menatap Jaya dengan hangat. Begitu senyumnya juga. Ia memakai pakaian putih-putih yang semakin meneguhkan keanggunannya. Jaya hanya menengok barang sebentar sebelum kembali merenungi tanah di depannya. Di keadaan putus asa seperti ini, adakah yang dipedulikannya selain dari keputusasaan itu sendiri?

Sekalipun wanita itu adalah wanita tercantik yang pernah Jaya temui. Ratusan kali lipat dari wanita tercantik, tetapi Jaya tetap putus asa. Pikirannya kosong. Bahkan wanita muda itu dianggap mengganggunya.

"Ya. Sepertinya kamu memang membutuhkan teman." Gadis itu tersenyum semakin lebar ketika dia menjawab pertanyaannya sendiri. "Bolehkah aku duduk di sebelahmu?"

Jaya tak menjawab, tapi gadis itu telah bergerak duduk di sampingnya. Aroma bunga semakin jelas tercium. Pekat, seperti aroma melati, tetapi lebih lembut darinya. Jaya seketika terbuai.

"Namaku Kenanga. Siapakah namamu, Kangmas?"

Gadis muda itu mencoba bersikap lebih sopan..

"Jayamantingan, Nyai." Singkat dan datar, Jaya ingin gadis itu tahu kehadirannya sangat tidak diinginkan.

Tetapi gadis bernama Kenanga malah tertawa kecil. "Jangan panggil aku dengan sebutan 'Nyai', Kangmas," bisiknya.

"Namamu mengandung arti yang mendalam. Jayamantingan ... jaya karena bantingan. Bukankah begitu?"

Sebenarnya itu bukanlah nama yang diberikan orangtuanya. Jayamantingan adalah nama yang dipilihnya sendiri secara asal-asal. Dipakai setelah memutuskan menjadi pengembara dengan maksud mengubah kepribadian. Ia sama sekali tak menduga arti tersembunyi dari nama barunya itu.

"Kalau Kangmas tahu itu, mengapakah Kangmas masih ada di sini dan menyesali perbuatan yang lalu-lalu?"

"Nyai tidak berhak tahu urusan saya." Jaya berkata lebih dingin tanpa memandang sedikitpun pada perempuan itu.

"Bukankah dengan bantingan, Kangmas bisa meraih kekuatan dan keperkasaan? Pusaka dibanting palu tempa ribuan kali sebelum akhirnya menjadi senjata yang kuat dan membanggakan, bukan?"

Jaya tak menanggapi. Namun meskipun demikian, giginya mengeluarkan suara bergemertak tanda ucapan Kenanga telah benar-benar menyinggungnya. Ia tetap diam di tempat.

"Kangmas ingin menjadi pengembara terkenal, bukan?"

Jaya menatap gadis di sebelahnya dengan pandangan tajam. Bagaimana bisa Kenanga tahu keinginannya yang tak pernah ia katakan atau bisikkan pada siapa pun itu? Bagaimana Kenanga tahu bahwa ia telah berjalan melalui masa-masa terburuknya? Dan bagaimana bisa ada seorang gadis di tengah bukit tinggi yang amat sepi seperti ini? Pandangan Jaya dipenuhi tanda tanya dan ketakutan saat ini. Jangan-jangan gadis ini adalah siluman buaya putih berbau melati yang sedang mencari mangsa!

"Siapa dikau sebenarnya?!" Suara Jaya menggetarkan udara. Keras.

"Sudah kubilang, Kangmas," desisnya, dengan senyum lebar. "Aku Kenanga."

____

catatan:

Tokoh utama butuh waktu untuk memutuskan menjadi pendekar. Pilihan Pembaca yang Budiman ada dua, pertama ialah bersabar dan menikmati arus cerita; yang kedua ialah lompat ke jilid 2. Tetapi saya sarankan untuk bersabar.

Selamat membaca dan berpetualang di antara lembah-lembah hijau Sang Musafir!

Follow IG @westreversed untuk mendapatkan ilustrasi cerita atau informasi terkini.

Terpopuler

Comments

Matt Razak

Matt Razak

Mantap

2023-12-02

0

John Singgih

John Singgih

MC kita selalu sial diawal kisah

2023-09-18

0

QueenDevil

QueenDevil

😂😂

2023-08-13

0

lihat semua
Episodes
1 Namanya Jayamantingan
2 Kembangmas
3 Kau Akan Melihat Malam yang Indah
4 Malam Sunyi Terasa Indah
5 Mempertaruhkan Hidup Melawan Sepi
6 Memulai Petualangan Sang Musafir
7 Serangan pada Kereta Kuda
8 Mantingan Tertawan
9 Mantingan Bebas
10 Satya, Si Pemburu Sarang Semut
11 Rumah Satya yang Manis
12 Perguruan Tombak Api
13 Kedatangan Sepasukan Perguruan Tombak Api
14 Dua Tamu
15 Pertarungan Satya yang Menemukan Makna
16 Perpisahan dengan Satya; Kuningan; Peta
17 Kedai Makan
18 Rara; Pelarian dari Penyerang Kuningan
19 Rara Tak Siap Sendirian; Teman Seperjalan Baru
20 Cikahuripan; Penginapan Candrawulon
21 Malam di Pasar Cikahuripan
22 Rumah Saudagar
23 Ki Dagar
24 Penampilan Baru Rara; Perpisahan Ki Dagar
25 Meninggalkan Cikahuripan
26 Perjalanan ke Kanoman
27 Kanoman; Penginapan Tanah
28 Arkawidya
29 Arkawidya Meminta Bantuan
30 Menjalankan Rencana
31 Usaha Pencurian Kuda
32 Orang yang Turun dari Langit
33 Keberanian dari Langit
34 Mantingan Membunuh
35 Pelarian dari Penginapan Tanah
36 Sungai Kecil dan Hutan Buluh
37 Pertempuran Dua Pasukan
38 Padang Rumput Luas
39 Tepi Pantai; Rumah Birawa
40 Kemunculan Birawa
41 Tentang Kembangmas
42 Apa Kau Sudah Punya Pasangan?
43 Perpisahan
44 Kematian Rara
45 Desa dan Anak-Anak Ingusan
46 Sepuluh Keping Emas
47 Pura Dalem; Percandian; Kedai di Malam Hari
48 Paman Kedai
49 Dunia Persilatan
50 Tempat Perhentian Kereta Kuda
51 Perpustakaan Pusat; Di Balik Perguruan Angin Putih
52 Bangsawan Muda dan Pengawalnya
53 Mengikuti Lelang
54 Kitab Tapak Angin Darah
55 Perseteruan Lelang
56 Perguruan Angin Putih dan Ajaran Sesat
57 Kebimbangan Mantingan
58 Kitab Tapak Angin Darah
59 Makan Malam; Aliran Sungai
60 Orang-Orang dari Perguruan Angin Putih
61 Kabut Dingin
62 Perguruan Angin Putih
63 Suasana Pagi Perguruan Angin Putih
64 Mantingan Pendekar Unggulan?
65 Kembali ke Paman Kedai
66 Peminuman Teh
67 Kebimbangan
68 Kebenaran Tidak Lepas dari Politik
69 Akhir Masa Latihan
70 Turun Gunung -- Jilid 1 Selesai
71 Pendekar Penyerang
72 Sambara
73 Bunga Sari Ungu
74 Membuat Alat Kebun di Tengah Hutan
75 Pembunuhan Kedua
76 Kemunculan Dara
77 Saling Memunggungi
78 Pendekar-Pendekar Suruhan
79 Bunga Aroma Kematian
80 Kedatangan Dara Kembali
81 Kegatalan Dara
82 Menciptakan Obat dari Sirih
83 Pengkhianatan
84 Pembunuhan Ketiga
85 Pembunuhan Kesembilan
86 Berubahnya Jalan Hidup
87 Pembudidayaan Bunga Sari Ungu; Bunga-Bunga yang Dilelang
88 Cara Memilih Bunga Aroma Kematian yang Bagus
89 Tidak Semudah Memberikan Sekuntum Bunga
90 Pergi Meninggalkan Perkemahan
91 Maafkan Aku ....
92 Kerumunan Penggemar
93 Kecurigaan
94 Tantangan
95 Ini Mungkin Akan Menjadi Makan Malam Terakhir Kita
96 Pasar Ayam Jago
97 Bisikan Angin
98 Latihan Gabungan
99 Pertarungan di Atas Air
100 Perayaan yang Meriah
101 Undangan Makan Malam
102 Mengenai Ilmu Sihir
103 Meladeni Tantangan Bertarung
104 Kabar dari Seta
105 Kematian Mantingan — Jilid 2 Selesai
106 Melanjutkan Kisah
107 Pak Tua Korban Perang
108 Sandiwara Pelayan Kedai
109 Empat Pendekar; Setangkai Mawar
110 sekeropak PENGUMUMAN
111 Gelanggang Pertempuran
112 Desa yang Hancur
113 Pendekar Lontar Bercahaya
114 Latih Tanding Bersama Satya
115 Chitra Anggini
116 Kota yang Mendapat Serangan
117 Menemui Perwira
118 Rencana Membantu Kota
119 Jika Kalian Sudah Mengetahui Rahasiaku, Aku Juga Harus Mengetahui Rahasia Kalian
120 Persenjataan yang Tidak Memadai
121 Mencari Pendekar di Permukiman Padat
122 Pertemuan Perwira yang Tidak Terduga
123 Oh, Sudah Pagi
124 Suara Rara
125 50.000 Lontar Sihir; Pelancong Pembawa Kabar
126 Datangnya Pasukan Musuh
127 Pasukan Musuh Sudah Sampai
128 Pasukan Musuh Menyerang
129 Serangan Pertama
130 Serangan Kedua
131 Melumpuhkan Semua Pendekar
132 Serangan Ketiga
133 Tidak Terlalu Muda Untuk Mati, Tapi Terlalu Tua Untuk Cengeng
134 Pemutusan
135 Gugur
136 Tawaran Perdamaian
137 Berpamitan — Jilid 3 Selesai
138 Melanjutkan Perjalanan Melintasi Agrabinta
139 Pertengkaran di dalam Kedai
140 Pendekar Cakar Emas; Cakar Buaya Purba
141 Munculnya Pendekar Cakar Emas
142 Kematian Pendekar Cakar Emas
143 Bidadari Sungai Utara
144 Oh, Ternyata Tidak Terlalu Cantik
145 Sarung Baru Pedang Kiai Kedai
146 Mengapa Acuh?
147 Orang yang Seolah Tidak Ada Duanya
148 Orang Tua Bijak
149 Makan Bersama Pemandangan
150 Peminuman Teh; Pergi ke Pasar
151 Pedang Baru Bidadari Sungai Utara
152 Latihan Cangkir
153 Hubungan Mesra Perguruan Angin Putih dan Taruma
154 Hati yang Terbelah Dua
155 Segala Sesuatu yang Menjadi Rumit
156 Undangan Makan Malam; Permintaan Maaf Bidadari Sungai Utara
157 Saran dari Saudagar
158 Rencana Kelangsungan Hidup
159 Perjalanan Harus Dilanjutkan
160 Pelarian di Dalam Lorong — Jilid 4 Selesai
161 Lontar Cahaya
162 Dua Lorong
163 Kalajengking dan Ketidakwajaran
164 Pertarungan Melawan Raja Kalajengking
165 Melanjutkan Perjalanan di Dalam Lorong
166 Jatuh di Kegelapan Abadi
167 Lorong yang Usai
168 Nenek Genih
169 Nenek Genih dan Denting Pedang
170 Sedang Cari Angin, Anak Man?
171 Pandangan Nenek Genih
172 Perpisahan Nenek Genih
173 Mengapa Kau Tidak Berhenti Saja dari Kependekaran?
174 Kelinci Hutan yang Menggemaskan
175 Gubuk di Pinggiran Danau
176 Kemanjaan Bidadari Sungai Utara
177 Latihan Tanding Bersama Bidadari Sungai Utara
178 Gubuk di Atas Langit; Meninggalkan Danau
179 Jejak Gerobak
180 Keraguan Bidadari Sungai Utara
181 Kabar Gejolak di Tanjung Kalapa
182 Pasar Layar Malaya
183 Aku Tak Berdaya, Sedangkan Kau Terus Menindas
184 Toko Lontar Sihir
185 Penjual Lontar
186 Kerjasama
187 Hilangnya Putri Paman Bala
188 Pencarian Putri Paman Bala
189 Pasar Layar Malaya Bawah Tanah
190 Masuk ke Dalam
191 Penguntit
192 Ratna
193 Putri Paman Bala Ditemukan
194 Dijebak dan Pengingkaran Janji
195 Pertarungan Melawan Tiga Orang Bertopeng
196 Lawan yang Tangguh
197 Bangkitnya Mantingan
198 Dua Mantra yang Tersisa
199 Tumpas Tiga Musuh
200 Memancing Kemarahan Musuh untuk Mengalahkannya
201 Mengalahkan Semua Lawan
202 Pergi dari Pasar Layar Malaya
203 Melanjutkan Perjalanan di Jalur Utara
204 Cinta Seorang Pendekar
205 Sampai di Kota
206 Hilangnya Bidadari Sungai Utara
207 Hilangnya Bidadari Sungai Utara
208 Mantingan yang Marah — Jilid 5 Selesai
209 Sungai; Racun dari Pendekar Tak Dikenal
210 Gerakan di Bawah Air
211 Pertarungan di Bawah Air
212 Arah Jalan yang Salah
213 Para Penyamun di Sebuah Lembah
214 Kemenangan Pertama Bidadari Sungai Utara
215 Masuk ke Dalam Pasar
216 Toko Obat Wira
217 Racun Tidak Bernama
218 Membeli Rumah
219 Rumah yang Penuh Semak Belukar
220 Kana dan Kina
221 Kak Maman
222 Barang Belanjaan
223 Cintai dan Wujud
224 Sedikitnya Harapan
225 Penyesalan Mantingan
226 Kunjungan Bidadari Sungai Utara
227 Bayaran Bukan untuk Pengobatan Saja
228 Perjalanan yang Ditunda
229 Berjalan Sendiri
230 Keadaan Mantingan yang Memburuk
231 Pasar Lelang
232 Payung Kelopak Melati
233 Kitab Teratai
234 Mendapatkan Kitab Teratai
235 Penyerangan di Pasar Lelang
236 Pertarungan Pasar Lelang
237 Segala Sesuatu Tentang Kitab Teratai
238 Ramuan Maman
239 Pembersihan Racun Ringan
240 Melatih Kana
241 Binatang Tidak Mengenal Kesesatan
242 Keberhasilan Ramuan Maman
243 Bayaran untuk Ramuan Maman
244 Mengapa Kalian Berdua Tidak Menikah Saja?
245 Persoalan Kana dan Kina yang Tak Kunjung Selesai
246 Latihan Menangkap Lalat
247 Penggunaan Ilmu Tanpa Tenaga Dalam
248 Pembajakan Desa
249 Pak Tua yang Mencurigakan
250 Kewaspadaan Pendekar di Segala Keadaan
251 Kurangnya Perhatian
252 Puisi Kana
253 Berlatih Kewaspadaan
254 Penambahan Pajak
255 Lontar Pelacak
256 Pemantauan Markas Musuh
257 Terbunuhnya Wakil Kepala Desa; Percakapan Dua Perompak
258 Menyelinap
259 Keadaan Pasar
260 Manisan Seharga 10 Keping Emas
261 Pedang Baru untuk Bidadari Sungai Utara
262 Pedang Merpati Haus Darah
263 Hadiah untuk Kana dan Kina
264 Teringat Janji
265 Latih Tanding di Atap Rumah
266 Latihan Memantulkan Jarum ke Permukaan Air
267 Ikan yang Mati Tertancap Jarum
268 Tiga Kitab Tentang Cinta
269 Rencana Kepindahan Bidadari Sungai Utara
270 Kepindahan Bidadari Sungai Utara
271 Kedatangannya yang Ditunggu-Tunggu
272 Pembuatan Puyer
273 Kitab Teratai Bagian Ketiga
274 Penyelamatan Desa Lonceng Angin
275 Penyerangan ke Markas Musuh
276 Pendekar Tongkat Badai
277 Tiga Pengemis dari Utara
278 Pelarian Pendekar Tongkat Badai; Pengepungan Beratus-Ratus Pendekar
279 Beribu-ribu Pendekar
280 Kedatangan Perguruan Angin Putih
281 Dua Puluh Pemuda yang Gugur
282 Isak Tangis Bidadari Sungai Utara
283 Kesembuhan Mantingan
284 Harus Kembali ke Champa!
285 Rumah yang Tidak Bisa Dibeli
286 Jalur Pelarian Perkumpulan Pengemis Laut
287 Tidak Tahukah Dengan Siapa Kalian Berbicara?
288 Permainan Jurus Sepasang Bangau Menyambar Ikan
289 Melanjutkan Perjalanan ke Perguruan Angin Utara
290 Tanah Lapang
291 Ancaman
292 Perbincangan Panas di Atas Kursi
293 Pertanyaan yang Tiada Terduga
294 Kepercayaan untuk Mengalahkan Lawan
295 Golek Sanca
296 Terbukanya Ketujuh Cakra; Kitab Pemberian
297 Tentang Pendekar Sanca Merah dan Tentang Cakra
298 Pesawahan yang Telah Lama Ditinggalkan
299 Desa Mati
300 Latihan untuk Kana
301 Kemunculan Penunggang Kuda
302 Rombongan yang Tidak Terduga
303 Perundingan dengan Gandhi
304 Melanjutkan Perjalanan Menuju Perguruan Angin Putih
305 Kembaran dari Gomati
306 Pertarungan dengan Elang Putih
307 Keterdiaman Sebelum Pertarungan
308 Pertarungan Dua Jurus Berkesepasangan
309 Melayangnya Sepasang Tubuh Tanpa Kepala
310 Bidadari Sungai Utara Tidak Sadarkan Diri
311 Ketujuh Cakra yang Terisi Tenaga Dalam
312 Laskar Kerbau Taruma
313 Kemunculannya Kembali
314 Bendera yang Menghentikan Mantingan
315 Selesainya Pertempuran
316 Penyembuhan Bagi Mereka yang Terluka
317 Mengunjungi Kedai Purnama Merah
318 Latihan untuk Kana
319 Kembali Bergerak
320 Kitab Tetesan Embun
321 Hilangnya Jakawarman
322 Penyesalan Besar
323 Kota Perbatasan
324 Aula Bangunan
325 Menjadi Pusat Perhatian
326 Tanaman-Tanaman Herbal
327 Ruangan Dara
328 Kedai Makan Kota
329 Bukit Berpuncak Tiga
330 Pendekar Pengirim Surat
331 Pertarungan Memantulkan Pisau Terbang
332 Keindahan dalam Pertaruhan Nyawa
333 Kekalahan Lawan
334 Secangkir Teh Sebelum Memulai Perjalanan
335 Perjalanan Malam Menggunakan Obor
336 Mayat yang Tergeletak di antara Semak Belukar
337 Tebing Tinggi
338 Kembali ke Perguruan Angin Putih
339 Berjumpa Kembali dengan Bidadari Sungai Utara
340 Jati Diri Jakawarman
341 Mengakui Kejadian yang Sebenarnya
342 Memanfaatkan Perjalanan Bidadari Sungai Utara
343 Kata-Kata Indah Mantingan
344 Tulis dengan Tulus; Jalan Sunyi Dunia Persilatan
345 Pengembara Tanpa Rumah
346 Keberangkatan Menuju Pelabuhan
347 Enam Pelancong
348 Selamat Tahun Baru 2022
349 Suara Benturan dan Kelebatan
350 Pertarungan Bidadari Sungai Utara di Dalam Kedai
351 Bidadari Sungai Utara Mabuk
352 Mabuk yang Berlanjut
353 Perasaan Mengancam
354 Terjebak
355 Sepuluh Pisau Terbang
356 Ketakutan Tanpa Sebab
357 Nafsu Pembunuh
358 Turunnya Harga Diri
359 Sampai di Tempat Tujuan
360 Mendengarkan Pelabuhan
361 Kedai di Penginapan
362 Perbincangan Dua Juru Masak
363 Dia Pemuda yang Tulus dan Suci
364 Ketidakpuasan
365 Berlatih Ilmu Mendengar Tetesan Embun Semalaman
366 Buaian dan Kepulasan; Suara Bidadari Sungai Utara
367 Empat Pendekar Kelompok Pedang Intan
368 Terdesak Menuju Sudut
369 Pedang Intan yang Patah
370 Rahasia Kemenangan
371 Pertemuan yang Disengaja
372 Terbunuhnya Dua Juru Masak
373 Ruangan Pribadi di Kedai Tuak
374 Enam Pilar Intan
375 Kerjasama Lontar Sihir Cahaya
376 Perundingan di Halaman Penginapan
377 Akad Perdagangan
378 Penguasaan Jurus Tapak Angin oleh Kana
379 Membutuhkan Sedikit Hiburan
380 Pedagang Ikan Muda
381 Keuntungan, Canang, dan Sendaren
382 Urusan Dunia Persilatan dengan Urusan Dunia Persilatan
383 Tanda Bahaya Kedua
384 Pertempuran di Pintu Pelabuhan
385 Musuh atau Kawan
386 Serangan di Pintu Kamar
387 Pertarungan dalam Keterbutaan
388 Hikayat Kepahlawanan
389 Penyerbuan dari Daratan; Penyerangan Para Pengungsi
390 Pertempuran Dimulai
391 Pendekar Lontar Bercahaya; Chitra Anggini
392 Mantingan Menggila
393 Cagak Kesatu
394 Ada dan Ketiadaaan
395 Cagak Kesatu dan Kiai Kedai
396 Banjir Darah di Pelabuhan Angin Putih
397 Kematian Cagak Kesatu
398 Kematian Satya
399 Suasana Semarak
400 Lelang di Pelabuhan Angin Putih
401 Wanita Tua Penjual Dongeng
402 Kisah Tentang Pengembara Muda
403 Pertemuan dengan Chitra Anggini
404 Pagi Hari di Pelabuhan Angin Putih
405 Perubahan Rencana
406 Mengabari Bidadari Sungai Utara
407 Mengabari Kana dan Kina
408 Mantra Pelindung untuk Kitab
409 Bergerak Menuju Dermaga
410 Kelewang Samodra
411 Ayunan Seribu Tangisan Bumi Terbalik
412 Serangan di Kelewang Samodra
413 Bergerak ke Selatan
414 Ribuan Panah Berapi
415 Cagak Keenam
416 Pertarungan Seribu Rembulan dengan Seribu Tapak Tangan
417 Tapak Dewa Membelah Laut
418 Berenang di Dalam Laut yang Gelap dan Sunyi
419 Patahnya Pedang Kiai Kedai
420 Perwira Hanung
421 Datangnya Serangan
422 Katak Merah dan Pengkhianatan
423 Kemunculan Rara, Kembali
424 Penyelamatan Bidadari Sungai Utara
425 Lalat Mengerumuni Bangkai; Laron Mengerumuni Lentera
426 Melepas Bidadari Sungai Utara
427 Kebenaran Tentang Rara
428 Pedang Savrinadeya — Jilid 6 Selesai
429 Sekeropak Pengumuman 3 : Hiatus
430 Javadvipa Setelah Kepergian Mantingan
431 Suvarnabhumi
432 Enam Penyamun
433 Tapa Balian
434 Tulang Bawang
435 Serangan Harimau
436 Kisah Kiai Kedai dengan Tapa Balian
437 Mengundurkan Diri dari Dunia Persilatan
438 Kegelapan Pekat dan Naluri
439 Gaung Seribu Tetes Air
440 Kegelapan yang Teramat Gelap
441 Keluar dari Gaung Seribu Tetes Air
442 Pendekar Caping Jerami Berpedang
443 Berburu Kayu Ulin Bersama Gema
444 Kawan yang Tiada Duanya
445 Selusin Penyamun
446 Ulin Kapur
447 Mengkhianati Murid Sendiri
448 Kitab Savrinadeya dengan Kemudahannya yang Tiada Dapat Diterapkan
449 Golek Jiwa Bernama Kana
450 Tapa Balian Berkunjung Membawa Perbekalan
451 Pendirian Manusia
452 Latih Tanding Bersama Tapa Balian
453 Pertarungan dengan Sembunyi-Sembunyi
454 Kemunculan Gema yang Tiada Terduga
455 Pertarungan dengan Gema
456 Pemberian dari Tapa Balian
457 Kisah Gema Samudradvipa
458 Kisah Tak Bernama dari Perempuan Tak Bernama
459 Tapa Balian Tidak Datang
460 Meninggalkan Gaung Seribu Tetes Air
461 Membeli Kerbau
462 Munding Caraka
463 Chitra Anggini di Suvarnadvipa
464 Rombongan Pemain Wayang Menuju Lembah Balian
465 Pemangku Langit Sebagai Penjaga Dunia Persilatan
466 Kepentingan di Balik Pemangku Langit
467 Tamu di Tengah Rimba Belantara
468 Perdebatan yang Tidak Menuai Kesepakatan
469 Tarian yang Menyimpan Ilmu Persilatan
470 Menonton Tarian Melalui Pendengaran
471 Wiraga, Wirama, Wirasa
472 Pecahnya Pertempuran antara Kelewang dan Daun
473 Tiga Tebasan Pengantar Nyawa
474 Terdesak
475 Pembacaan Kitab Tak Bernama di Tengah Keterdesakan
476 Ketakutan
477 Harapan Hidup yang Tertumpu pada Kitab
478 Tertawan
479 Terbunuh oleh Ketakutannya Sendiri
480 Waktu yang Menegangkan
481 Berhasil Mengangkat Racun
482 Kembali ke Lembah Balian
483 Perundingan di Tepi Sungai
484 Pusaka Penebar Sengsara
485 Tapa Balian Ditawan
486 Pengepungan Lembah Balian Sepekan Silam
487 Terbukanya Luka Lama
488 Munding Caraka Bukan Kerbau Biasa
489 Kebenaran Tentang Munding Caraka; Semerah Kepiting Rebus
490 Menghadiri Perhelatan Tari
491 Arti dari Kawan Seperjalanan
492 Pusaran Jutaan Daun
493 Cinta Bukan Milik Pengembara
494 Meninggalkan Munding Caraka
495 Berpisah dengan Kartika
496 Terbang di antara Mega-Mega
497 Sesuatu yang Tidak Terungkapkan
498 Kedai di Tengah Belantara
499 Rencana Mengunjungi Sepotong Peradaban
500 Pasar Berpanggung
501 Jebakan Remeh Temeh
502 Jebakan yang Seolah Bukan Jebakan
503 Puan Kekelaman
504 Bunga Aroma Kematian yang Ditemukan Munding
505 Daku-Dikau
506 Biarlah Mantingan Menjadi Lemah Kali Ini
507 Pesan dari Bidadari Sungai Utara
508 Puisi-Puisi Bidadari Sungai Utara
509 Tiada Penginapan Lain di Desa Sawahan
510 Lima Puluh Istri dan Gundik
511 Penjelasan Chitra Anggini tentang Koying
512 Pengaruh Jaringan Bawah Tanah pada Kotaraja
513 Penyusup
514 Membiarkan Semuanya Terbunuh
515 Warga Desa yang Menuntut
516 Digiring ke Balai Desa
517 Sesobek Kain Hitam dari Negeri Atap Langit
518 Pencurian Kitab dan Pedang Mantingan
519 Meninggalkan Desa Sawahan
520 Suara Lembut yang Tiada Berwujud
521 Pertarungan dengan Pendekar Tanpa Suara
522 Kotaraja!
523 Mantingan Tidak Mengerti Wanita
524 Pemandangan Kotaraja
525 Pusat Penampungan
526 Perundingan Pertama di Asrama
527 Kejutan Pagi
528 Kehadiran Dara
529 Chitra Anggini dan Dara Berdebat
530 Perdebatan Sepanjang Hari
531 Keluar dari Pusat Penampungan
532 Rashid dari Jazirah
533 Chitra Anggini Masuk Kedai Tuak
534 Selembar Pengumuman
535 Daun yang Tidak Tajam
536 Pertarungan di Kedai Tuak
537 Penginapan Barisan Bintang
538 Penginapan yang Kotor; Kembalinya Chitra Anggini
539 Penginapan yang Kotor; Kembalinya Chitra Anggini
540 Penginapan yang Kotor; Kembalinya Chitra Anggini
541 Pagi di Kotaraja
542 Tiada Kemustahilan
543 Kebimbangan Rashid
544 Menemui Dara di Pusat Penampungan
545 Berjalan Mencari Jaringan Puan Kekelaman
546 Menghina Pahlawan Man
547 Telaga yang Dipenuhi Ikan Mas
548 Merumitkan Hal yang Telah Rumit
549 Menemui Puan Kekelaman di Kotaraja
550 Tipu Muslihat Puan Kekelaman
551 Menyerahkan Naskah Kitab Perjalanan
552 Menuju Pemukiman Kumuh Kotaraja
553 Melepas Rasa Kemanusiaan
554 Mayat-Mayat di Jalanan
555 Tuan Dermawan
556 Kelebatan Penguntit
557 Hampir Mati!
558 Keluar dari Pemukiman Kumuh Kotaraja
559 Perpustakaan Kotaraja
560 Mantingan Melawan Pendekar Seribu Kitab
561 Seribu Rembulan Melawan Seribu Lontar
562 Kembali ke Perpustakaan Kotaraja dengan Penyamaran
563 Pergi untuk Berlatih
564 Sang Siluman
565 Bertarung dengan Hawa Pembunuh
566 Berlatih di Dalam Pikiran
567 Ilmu Menyambung Ruang
568 Mengejar Siluman Ular
569 Jejak Kembangmas
570 Pertarungan di Tengah Badai
571 Kelegaan Benak
572 Rencana Besar Sang Siluman
573 Mengikuti Perhelatan Cinta
574 Pendekar yang Saling Berhimpitan
575 Ketiadaan Rencana
576 Perhelatan Diundur
577 Pernyataan Dara yang Bagai Petir Meledak di Kepala
578 Cintanya Tak Dapat Ditawar Lagi
579 Bagai Kehilangan Seluruh Daya
580 Pria Bernama Aneh
581 Kisah Sang Bunga Raya
582 Kedai Seribu Cangkir
583 Sepuluh Burung Kutilang Bernyanyi
584 Promosi Karya Baru
585 Sekeropak Lontar Berisi Perencanaan
586 Perhelatan Cinta Dimulai!
587 Lingkungan Seribu Rumah Istana
588 Rumah yang Dipenuhi Mantra Pengintai
589 Dua Puluh Lembar Lontar
590 Makan Pagi di Halaman Besar Seribu Rumah Istana
591 Permainan Gila!
592 Bertarung Dengan Chitra Anggini
593 Kekuatan Tak Terduga dari Chitra Anggini
594 Kembali ke Kotaraja
595 Keadaan di Pemukiman Kumuh Kotaraja
596 Keadaan di Pemukiman Kumuh Kotaraja
597 Kenangan yang Mengharubiru
598 Memunculkan Bertumpuk-Tumpuk Daging
599 Kembali ke Istana
600 Peta Istana
601 Percumbuan dengan Terpaksa
602 Serangan
603 Tertangkap
604 Kembali Semuanya Menjingga
605 Surat Rencana dari Puan Kekelaman
606 Izinkan Aku Membimbingmu
607 Sirep Pelepasan Jiwa
608 Mungkin Ini Menjadi Pagi Terakhir
609 Menuju Pergelaran Besar
610 Sumpah Chitra Anggini
611 Sayembara
612 Raja yang Salah Perhitungan
613 Kekacauan dalam Istana
614 Pagoda Penyimpanan Senjata Mestika
615 Terjebak!
616 Keadaan Pikiran yang Teramat Kacau
617 Terjebak dalam Kesedihan dan Kebencian
618 Kematian yang Mengerikan
619 Permintaan Puan Kekelaman
620 Sang Musafir
621 Surat dari Chitra Anggini
622 Meninggalkan Istana
623 Mencari Munding
624 Mencari Makna Dunia Persilatan dalam Secangkir Teh
625 Menuju Pulau di Tengah Teluk
626 Peradaban dan Peraturan
627 Selamat Tinggal
628 Lebih Cepat dari Kecepatan Pikiran
629 Sebagaimana Akhir Kisah Kawan Seperjalanan - Jilid 7 Selesai
630 Hukuman yang Dirasa Pantas
631 Kedatangan Tamu dari Javadvipa
632 Hadiah untuk Kedai Seribu Cangkir
633 Bangkit dari Keterpurukan
634 Kembali ke Desa Lonceng Angin
635 Rencana Penduduk Desa Lonceng Angin
636 Kediamannya Dirobohkan
637 Dunia Persilatan dalam Secangkir Teh yang Disemuti
638 Penyakit Wajah
639 Rindu yang Terbayar
640 Ibu Pemilik Kedai di Kotaraja
641 Takdir Langit Takkan Seindah Kisah Karangan
642 Kabar yang Tersiar
643 Mengalahkan Pendekar Tombak Api
644 Sekeropak Pengumuman
645 Tak Saling Memiliki
646 Melanjutkan Perjalanan
647 Menebak Keadaan Tanjung Kalapa
648 Singgah di Desa Kecil
649 Selempir Pengumuman
650 Sequel?
Episodes

Updated 650 Episodes

1
Namanya Jayamantingan
2
Kembangmas
3
Kau Akan Melihat Malam yang Indah
4
Malam Sunyi Terasa Indah
5
Mempertaruhkan Hidup Melawan Sepi
6
Memulai Petualangan Sang Musafir
7
Serangan pada Kereta Kuda
8
Mantingan Tertawan
9
Mantingan Bebas
10
Satya, Si Pemburu Sarang Semut
11
Rumah Satya yang Manis
12
Perguruan Tombak Api
13
Kedatangan Sepasukan Perguruan Tombak Api
14
Dua Tamu
15
Pertarungan Satya yang Menemukan Makna
16
Perpisahan dengan Satya; Kuningan; Peta
17
Kedai Makan
18
Rara; Pelarian dari Penyerang Kuningan
19
Rara Tak Siap Sendirian; Teman Seperjalan Baru
20
Cikahuripan; Penginapan Candrawulon
21
Malam di Pasar Cikahuripan
22
Rumah Saudagar
23
Ki Dagar
24
Penampilan Baru Rara; Perpisahan Ki Dagar
25
Meninggalkan Cikahuripan
26
Perjalanan ke Kanoman
27
Kanoman; Penginapan Tanah
28
Arkawidya
29
Arkawidya Meminta Bantuan
30
Menjalankan Rencana
31
Usaha Pencurian Kuda
32
Orang yang Turun dari Langit
33
Keberanian dari Langit
34
Mantingan Membunuh
35
Pelarian dari Penginapan Tanah
36
Sungai Kecil dan Hutan Buluh
37
Pertempuran Dua Pasukan
38
Padang Rumput Luas
39
Tepi Pantai; Rumah Birawa
40
Kemunculan Birawa
41
Tentang Kembangmas
42
Apa Kau Sudah Punya Pasangan?
43
Perpisahan
44
Kematian Rara
45
Desa dan Anak-Anak Ingusan
46
Sepuluh Keping Emas
47
Pura Dalem; Percandian; Kedai di Malam Hari
48
Paman Kedai
49
Dunia Persilatan
50
Tempat Perhentian Kereta Kuda
51
Perpustakaan Pusat; Di Balik Perguruan Angin Putih
52
Bangsawan Muda dan Pengawalnya
53
Mengikuti Lelang
54
Kitab Tapak Angin Darah
55
Perseteruan Lelang
56
Perguruan Angin Putih dan Ajaran Sesat
57
Kebimbangan Mantingan
58
Kitab Tapak Angin Darah
59
Makan Malam; Aliran Sungai
60
Orang-Orang dari Perguruan Angin Putih
61
Kabut Dingin
62
Perguruan Angin Putih
63
Suasana Pagi Perguruan Angin Putih
64
Mantingan Pendekar Unggulan?
65
Kembali ke Paman Kedai
66
Peminuman Teh
67
Kebimbangan
68
Kebenaran Tidak Lepas dari Politik
69
Akhir Masa Latihan
70
Turun Gunung -- Jilid 1 Selesai
71
Pendekar Penyerang
72
Sambara
73
Bunga Sari Ungu
74
Membuat Alat Kebun di Tengah Hutan
75
Pembunuhan Kedua
76
Kemunculan Dara
77
Saling Memunggungi
78
Pendekar-Pendekar Suruhan
79
Bunga Aroma Kematian
80
Kedatangan Dara Kembali
81
Kegatalan Dara
82
Menciptakan Obat dari Sirih
83
Pengkhianatan
84
Pembunuhan Ketiga
85
Pembunuhan Kesembilan
86
Berubahnya Jalan Hidup
87
Pembudidayaan Bunga Sari Ungu; Bunga-Bunga yang Dilelang
88
Cara Memilih Bunga Aroma Kematian yang Bagus
89
Tidak Semudah Memberikan Sekuntum Bunga
90
Pergi Meninggalkan Perkemahan
91
Maafkan Aku ....
92
Kerumunan Penggemar
93
Kecurigaan
94
Tantangan
95
Ini Mungkin Akan Menjadi Makan Malam Terakhir Kita
96
Pasar Ayam Jago
97
Bisikan Angin
98
Latihan Gabungan
99
Pertarungan di Atas Air
100
Perayaan yang Meriah
101
Undangan Makan Malam
102
Mengenai Ilmu Sihir
103
Meladeni Tantangan Bertarung
104
Kabar dari Seta
105
Kematian Mantingan — Jilid 2 Selesai
106
Melanjutkan Kisah
107
Pak Tua Korban Perang
108
Sandiwara Pelayan Kedai
109
Empat Pendekar; Setangkai Mawar
110
sekeropak PENGUMUMAN
111
Gelanggang Pertempuran
112
Desa yang Hancur
113
Pendekar Lontar Bercahaya
114
Latih Tanding Bersama Satya
115
Chitra Anggini
116
Kota yang Mendapat Serangan
117
Menemui Perwira
118
Rencana Membantu Kota
119
Jika Kalian Sudah Mengetahui Rahasiaku, Aku Juga Harus Mengetahui Rahasia Kalian
120
Persenjataan yang Tidak Memadai
121
Mencari Pendekar di Permukiman Padat
122
Pertemuan Perwira yang Tidak Terduga
123
Oh, Sudah Pagi
124
Suara Rara
125
50.000 Lontar Sihir; Pelancong Pembawa Kabar
126
Datangnya Pasukan Musuh
127
Pasukan Musuh Sudah Sampai
128
Pasukan Musuh Menyerang
129
Serangan Pertama
130
Serangan Kedua
131
Melumpuhkan Semua Pendekar
132
Serangan Ketiga
133
Tidak Terlalu Muda Untuk Mati, Tapi Terlalu Tua Untuk Cengeng
134
Pemutusan
135
Gugur
136
Tawaran Perdamaian
137
Berpamitan — Jilid 3 Selesai
138
Melanjutkan Perjalanan Melintasi Agrabinta
139
Pertengkaran di dalam Kedai
140
Pendekar Cakar Emas; Cakar Buaya Purba
141
Munculnya Pendekar Cakar Emas
142
Kematian Pendekar Cakar Emas
143
Bidadari Sungai Utara
144
Oh, Ternyata Tidak Terlalu Cantik
145
Sarung Baru Pedang Kiai Kedai
146
Mengapa Acuh?
147
Orang yang Seolah Tidak Ada Duanya
148
Orang Tua Bijak
149
Makan Bersama Pemandangan
150
Peminuman Teh; Pergi ke Pasar
151
Pedang Baru Bidadari Sungai Utara
152
Latihan Cangkir
153
Hubungan Mesra Perguruan Angin Putih dan Taruma
154
Hati yang Terbelah Dua
155
Segala Sesuatu yang Menjadi Rumit
156
Undangan Makan Malam; Permintaan Maaf Bidadari Sungai Utara
157
Saran dari Saudagar
158
Rencana Kelangsungan Hidup
159
Perjalanan Harus Dilanjutkan
160
Pelarian di Dalam Lorong — Jilid 4 Selesai
161
Lontar Cahaya
162
Dua Lorong
163
Kalajengking dan Ketidakwajaran
164
Pertarungan Melawan Raja Kalajengking
165
Melanjutkan Perjalanan di Dalam Lorong
166
Jatuh di Kegelapan Abadi
167
Lorong yang Usai
168
Nenek Genih
169
Nenek Genih dan Denting Pedang
170
Sedang Cari Angin, Anak Man?
171
Pandangan Nenek Genih
172
Perpisahan Nenek Genih
173
Mengapa Kau Tidak Berhenti Saja dari Kependekaran?
174
Kelinci Hutan yang Menggemaskan
175
Gubuk di Pinggiran Danau
176
Kemanjaan Bidadari Sungai Utara
177
Latihan Tanding Bersama Bidadari Sungai Utara
178
Gubuk di Atas Langit; Meninggalkan Danau
179
Jejak Gerobak
180
Keraguan Bidadari Sungai Utara
181
Kabar Gejolak di Tanjung Kalapa
182
Pasar Layar Malaya
183
Aku Tak Berdaya, Sedangkan Kau Terus Menindas
184
Toko Lontar Sihir
185
Penjual Lontar
186
Kerjasama
187
Hilangnya Putri Paman Bala
188
Pencarian Putri Paman Bala
189
Pasar Layar Malaya Bawah Tanah
190
Masuk ke Dalam
191
Penguntit
192
Ratna
193
Putri Paman Bala Ditemukan
194
Dijebak dan Pengingkaran Janji
195
Pertarungan Melawan Tiga Orang Bertopeng
196
Lawan yang Tangguh
197
Bangkitnya Mantingan
198
Dua Mantra yang Tersisa
199
Tumpas Tiga Musuh
200
Memancing Kemarahan Musuh untuk Mengalahkannya
201
Mengalahkan Semua Lawan
202
Pergi dari Pasar Layar Malaya
203
Melanjutkan Perjalanan di Jalur Utara
204
Cinta Seorang Pendekar
205
Sampai di Kota
206
Hilangnya Bidadari Sungai Utara
207
Hilangnya Bidadari Sungai Utara
208
Mantingan yang Marah — Jilid 5 Selesai
209
Sungai; Racun dari Pendekar Tak Dikenal
210
Gerakan di Bawah Air
211
Pertarungan di Bawah Air
212
Arah Jalan yang Salah
213
Para Penyamun di Sebuah Lembah
214
Kemenangan Pertama Bidadari Sungai Utara
215
Masuk ke Dalam Pasar
216
Toko Obat Wira
217
Racun Tidak Bernama
218
Membeli Rumah
219
Rumah yang Penuh Semak Belukar
220
Kana dan Kina
221
Kak Maman
222
Barang Belanjaan
223
Cintai dan Wujud
224
Sedikitnya Harapan
225
Penyesalan Mantingan
226
Kunjungan Bidadari Sungai Utara
227
Bayaran Bukan untuk Pengobatan Saja
228
Perjalanan yang Ditunda
229
Berjalan Sendiri
230
Keadaan Mantingan yang Memburuk
231
Pasar Lelang
232
Payung Kelopak Melati
233
Kitab Teratai
234
Mendapatkan Kitab Teratai
235
Penyerangan di Pasar Lelang
236
Pertarungan Pasar Lelang
237
Segala Sesuatu Tentang Kitab Teratai
238
Ramuan Maman
239
Pembersihan Racun Ringan
240
Melatih Kana
241
Binatang Tidak Mengenal Kesesatan
242
Keberhasilan Ramuan Maman
243
Bayaran untuk Ramuan Maman
244
Mengapa Kalian Berdua Tidak Menikah Saja?
245
Persoalan Kana dan Kina yang Tak Kunjung Selesai
246
Latihan Menangkap Lalat
247
Penggunaan Ilmu Tanpa Tenaga Dalam
248
Pembajakan Desa
249
Pak Tua yang Mencurigakan
250
Kewaspadaan Pendekar di Segala Keadaan
251
Kurangnya Perhatian
252
Puisi Kana
253
Berlatih Kewaspadaan
254
Penambahan Pajak
255
Lontar Pelacak
256
Pemantauan Markas Musuh
257
Terbunuhnya Wakil Kepala Desa; Percakapan Dua Perompak
258
Menyelinap
259
Keadaan Pasar
260
Manisan Seharga 10 Keping Emas
261
Pedang Baru untuk Bidadari Sungai Utara
262
Pedang Merpati Haus Darah
263
Hadiah untuk Kana dan Kina
264
Teringat Janji
265
Latih Tanding di Atap Rumah
266
Latihan Memantulkan Jarum ke Permukaan Air
267
Ikan yang Mati Tertancap Jarum
268
Tiga Kitab Tentang Cinta
269
Rencana Kepindahan Bidadari Sungai Utara
270
Kepindahan Bidadari Sungai Utara
271
Kedatangannya yang Ditunggu-Tunggu
272
Pembuatan Puyer
273
Kitab Teratai Bagian Ketiga
274
Penyelamatan Desa Lonceng Angin
275
Penyerangan ke Markas Musuh
276
Pendekar Tongkat Badai
277
Tiga Pengemis dari Utara
278
Pelarian Pendekar Tongkat Badai; Pengepungan Beratus-Ratus Pendekar
279
Beribu-ribu Pendekar
280
Kedatangan Perguruan Angin Putih
281
Dua Puluh Pemuda yang Gugur
282
Isak Tangis Bidadari Sungai Utara
283
Kesembuhan Mantingan
284
Harus Kembali ke Champa!
285
Rumah yang Tidak Bisa Dibeli
286
Jalur Pelarian Perkumpulan Pengemis Laut
287
Tidak Tahukah Dengan Siapa Kalian Berbicara?
288
Permainan Jurus Sepasang Bangau Menyambar Ikan
289
Melanjutkan Perjalanan ke Perguruan Angin Utara
290
Tanah Lapang
291
Ancaman
292
Perbincangan Panas di Atas Kursi
293
Pertanyaan yang Tiada Terduga
294
Kepercayaan untuk Mengalahkan Lawan
295
Golek Sanca
296
Terbukanya Ketujuh Cakra; Kitab Pemberian
297
Tentang Pendekar Sanca Merah dan Tentang Cakra
298
Pesawahan yang Telah Lama Ditinggalkan
299
Desa Mati
300
Latihan untuk Kana
301
Kemunculan Penunggang Kuda
302
Rombongan yang Tidak Terduga
303
Perundingan dengan Gandhi
304
Melanjutkan Perjalanan Menuju Perguruan Angin Putih
305
Kembaran dari Gomati
306
Pertarungan dengan Elang Putih
307
Keterdiaman Sebelum Pertarungan
308
Pertarungan Dua Jurus Berkesepasangan
309
Melayangnya Sepasang Tubuh Tanpa Kepala
310
Bidadari Sungai Utara Tidak Sadarkan Diri
311
Ketujuh Cakra yang Terisi Tenaga Dalam
312
Laskar Kerbau Taruma
313
Kemunculannya Kembali
314
Bendera yang Menghentikan Mantingan
315
Selesainya Pertempuran
316
Penyembuhan Bagi Mereka yang Terluka
317
Mengunjungi Kedai Purnama Merah
318
Latihan untuk Kana
319
Kembali Bergerak
320
Kitab Tetesan Embun
321
Hilangnya Jakawarman
322
Penyesalan Besar
323
Kota Perbatasan
324
Aula Bangunan
325
Menjadi Pusat Perhatian
326
Tanaman-Tanaman Herbal
327
Ruangan Dara
328
Kedai Makan Kota
329
Bukit Berpuncak Tiga
330
Pendekar Pengirim Surat
331
Pertarungan Memantulkan Pisau Terbang
332
Keindahan dalam Pertaruhan Nyawa
333
Kekalahan Lawan
334
Secangkir Teh Sebelum Memulai Perjalanan
335
Perjalanan Malam Menggunakan Obor
336
Mayat yang Tergeletak di antara Semak Belukar
337
Tebing Tinggi
338
Kembali ke Perguruan Angin Putih
339
Berjumpa Kembali dengan Bidadari Sungai Utara
340
Jati Diri Jakawarman
341
Mengakui Kejadian yang Sebenarnya
342
Memanfaatkan Perjalanan Bidadari Sungai Utara
343
Kata-Kata Indah Mantingan
344
Tulis dengan Tulus; Jalan Sunyi Dunia Persilatan
345
Pengembara Tanpa Rumah
346
Keberangkatan Menuju Pelabuhan
347
Enam Pelancong
348
Selamat Tahun Baru 2022
349
Suara Benturan dan Kelebatan
350
Pertarungan Bidadari Sungai Utara di Dalam Kedai
351
Bidadari Sungai Utara Mabuk
352
Mabuk yang Berlanjut
353
Perasaan Mengancam
354
Terjebak
355
Sepuluh Pisau Terbang
356
Ketakutan Tanpa Sebab
357
Nafsu Pembunuh
358
Turunnya Harga Diri
359
Sampai di Tempat Tujuan
360
Mendengarkan Pelabuhan
361
Kedai di Penginapan
362
Perbincangan Dua Juru Masak
363
Dia Pemuda yang Tulus dan Suci
364
Ketidakpuasan
365
Berlatih Ilmu Mendengar Tetesan Embun Semalaman
366
Buaian dan Kepulasan; Suara Bidadari Sungai Utara
367
Empat Pendekar Kelompok Pedang Intan
368
Terdesak Menuju Sudut
369
Pedang Intan yang Patah
370
Rahasia Kemenangan
371
Pertemuan yang Disengaja
372
Terbunuhnya Dua Juru Masak
373
Ruangan Pribadi di Kedai Tuak
374
Enam Pilar Intan
375
Kerjasama Lontar Sihir Cahaya
376
Perundingan di Halaman Penginapan
377
Akad Perdagangan
378
Penguasaan Jurus Tapak Angin oleh Kana
379
Membutuhkan Sedikit Hiburan
380
Pedagang Ikan Muda
381
Keuntungan, Canang, dan Sendaren
382
Urusan Dunia Persilatan dengan Urusan Dunia Persilatan
383
Tanda Bahaya Kedua
384
Pertempuran di Pintu Pelabuhan
385
Musuh atau Kawan
386
Serangan di Pintu Kamar
387
Pertarungan dalam Keterbutaan
388
Hikayat Kepahlawanan
389
Penyerbuan dari Daratan; Penyerangan Para Pengungsi
390
Pertempuran Dimulai
391
Pendekar Lontar Bercahaya; Chitra Anggini
392
Mantingan Menggila
393
Cagak Kesatu
394
Ada dan Ketiadaaan
395
Cagak Kesatu dan Kiai Kedai
396
Banjir Darah di Pelabuhan Angin Putih
397
Kematian Cagak Kesatu
398
Kematian Satya
399
Suasana Semarak
400
Lelang di Pelabuhan Angin Putih
401
Wanita Tua Penjual Dongeng
402
Kisah Tentang Pengembara Muda
403
Pertemuan dengan Chitra Anggini
404
Pagi Hari di Pelabuhan Angin Putih
405
Perubahan Rencana
406
Mengabari Bidadari Sungai Utara
407
Mengabari Kana dan Kina
408
Mantra Pelindung untuk Kitab
409
Bergerak Menuju Dermaga
410
Kelewang Samodra
411
Ayunan Seribu Tangisan Bumi Terbalik
412
Serangan di Kelewang Samodra
413
Bergerak ke Selatan
414
Ribuan Panah Berapi
415
Cagak Keenam
416
Pertarungan Seribu Rembulan dengan Seribu Tapak Tangan
417
Tapak Dewa Membelah Laut
418
Berenang di Dalam Laut yang Gelap dan Sunyi
419
Patahnya Pedang Kiai Kedai
420
Perwira Hanung
421
Datangnya Serangan
422
Katak Merah dan Pengkhianatan
423
Kemunculan Rara, Kembali
424
Penyelamatan Bidadari Sungai Utara
425
Lalat Mengerumuni Bangkai; Laron Mengerumuni Lentera
426
Melepas Bidadari Sungai Utara
427
Kebenaran Tentang Rara
428
Pedang Savrinadeya — Jilid 6 Selesai
429
Sekeropak Pengumuman 3 : Hiatus
430
Javadvipa Setelah Kepergian Mantingan
431
Suvarnabhumi
432
Enam Penyamun
433
Tapa Balian
434
Tulang Bawang
435
Serangan Harimau
436
Kisah Kiai Kedai dengan Tapa Balian
437
Mengundurkan Diri dari Dunia Persilatan
438
Kegelapan Pekat dan Naluri
439
Gaung Seribu Tetes Air
440
Kegelapan yang Teramat Gelap
441
Keluar dari Gaung Seribu Tetes Air
442
Pendekar Caping Jerami Berpedang
443
Berburu Kayu Ulin Bersama Gema
444
Kawan yang Tiada Duanya
445
Selusin Penyamun
446
Ulin Kapur
447
Mengkhianati Murid Sendiri
448
Kitab Savrinadeya dengan Kemudahannya yang Tiada Dapat Diterapkan
449
Golek Jiwa Bernama Kana
450
Tapa Balian Berkunjung Membawa Perbekalan
451
Pendirian Manusia
452
Latih Tanding Bersama Tapa Balian
453
Pertarungan dengan Sembunyi-Sembunyi
454
Kemunculan Gema yang Tiada Terduga
455
Pertarungan dengan Gema
456
Pemberian dari Tapa Balian
457
Kisah Gema Samudradvipa
458
Kisah Tak Bernama dari Perempuan Tak Bernama
459
Tapa Balian Tidak Datang
460
Meninggalkan Gaung Seribu Tetes Air
461
Membeli Kerbau
462
Munding Caraka
463
Chitra Anggini di Suvarnadvipa
464
Rombongan Pemain Wayang Menuju Lembah Balian
465
Pemangku Langit Sebagai Penjaga Dunia Persilatan
466
Kepentingan di Balik Pemangku Langit
467
Tamu di Tengah Rimba Belantara
468
Perdebatan yang Tidak Menuai Kesepakatan
469
Tarian yang Menyimpan Ilmu Persilatan
470
Menonton Tarian Melalui Pendengaran
471
Wiraga, Wirama, Wirasa
472
Pecahnya Pertempuran antara Kelewang dan Daun
473
Tiga Tebasan Pengantar Nyawa
474
Terdesak
475
Pembacaan Kitab Tak Bernama di Tengah Keterdesakan
476
Ketakutan
477
Harapan Hidup yang Tertumpu pada Kitab
478
Tertawan
479
Terbunuh oleh Ketakutannya Sendiri
480
Waktu yang Menegangkan
481
Berhasil Mengangkat Racun
482
Kembali ke Lembah Balian
483
Perundingan di Tepi Sungai
484
Pusaka Penebar Sengsara
485
Tapa Balian Ditawan
486
Pengepungan Lembah Balian Sepekan Silam
487
Terbukanya Luka Lama
488
Munding Caraka Bukan Kerbau Biasa
489
Kebenaran Tentang Munding Caraka; Semerah Kepiting Rebus
490
Menghadiri Perhelatan Tari
491
Arti dari Kawan Seperjalanan
492
Pusaran Jutaan Daun
493
Cinta Bukan Milik Pengembara
494
Meninggalkan Munding Caraka
495
Berpisah dengan Kartika
496
Terbang di antara Mega-Mega
497
Sesuatu yang Tidak Terungkapkan
498
Kedai di Tengah Belantara
499
Rencana Mengunjungi Sepotong Peradaban
500
Pasar Berpanggung
501
Jebakan Remeh Temeh
502
Jebakan yang Seolah Bukan Jebakan
503
Puan Kekelaman
504
Bunga Aroma Kematian yang Ditemukan Munding
505
Daku-Dikau
506
Biarlah Mantingan Menjadi Lemah Kali Ini
507
Pesan dari Bidadari Sungai Utara
508
Puisi-Puisi Bidadari Sungai Utara
509
Tiada Penginapan Lain di Desa Sawahan
510
Lima Puluh Istri dan Gundik
511
Penjelasan Chitra Anggini tentang Koying
512
Pengaruh Jaringan Bawah Tanah pada Kotaraja
513
Penyusup
514
Membiarkan Semuanya Terbunuh
515
Warga Desa yang Menuntut
516
Digiring ke Balai Desa
517
Sesobek Kain Hitam dari Negeri Atap Langit
518
Pencurian Kitab dan Pedang Mantingan
519
Meninggalkan Desa Sawahan
520
Suara Lembut yang Tiada Berwujud
521
Pertarungan dengan Pendekar Tanpa Suara
522
Kotaraja!
523
Mantingan Tidak Mengerti Wanita
524
Pemandangan Kotaraja
525
Pusat Penampungan
526
Perundingan Pertama di Asrama
527
Kejutan Pagi
528
Kehadiran Dara
529
Chitra Anggini dan Dara Berdebat
530
Perdebatan Sepanjang Hari
531
Keluar dari Pusat Penampungan
532
Rashid dari Jazirah
533
Chitra Anggini Masuk Kedai Tuak
534
Selembar Pengumuman
535
Daun yang Tidak Tajam
536
Pertarungan di Kedai Tuak
537
Penginapan Barisan Bintang
538
Penginapan yang Kotor; Kembalinya Chitra Anggini
539
Penginapan yang Kotor; Kembalinya Chitra Anggini
540
Penginapan yang Kotor; Kembalinya Chitra Anggini
541
Pagi di Kotaraja
542
Tiada Kemustahilan
543
Kebimbangan Rashid
544
Menemui Dara di Pusat Penampungan
545
Berjalan Mencari Jaringan Puan Kekelaman
546
Menghina Pahlawan Man
547
Telaga yang Dipenuhi Ikan Mas
548
Merumitkan Hal yang Telah Rumit
549
Menemui Puan Kekelaman di Kotaraja
550
Tipu Muslihat Puan Kekelaman
551
Menyerahkan Naskah Kitab Perjalanan
552
Menuju Pemukiman Kumuh Kotaraja
553
Melepas Rasa Kemanusiaan
554
Mayat-Mayat di Jalanan
555
Tuan Dermawan
556
Kelebatan Penguntit
557
Hampir Mati!
558
Keluar dari Pemukiman Kumuh Kotaraja
559
Perpustakaan Kotaraja
560
Mantingan Melawan Pendekar Seribu Kitab
561
Seribu Rembulan Melawan Seribu Lontar
562
Kembali ke Perpustakaan Kotaraja dengan Penyamaran
563
Pergi untuk Berlatih
564
Sang Siluman
565
Bertarung dengan Hawa Pembunuh
566
Berlatih di Dalam Pikiran
567
Ilmu Menyambung Ruang
568
Mengejar Siluman Ular
569
Jejak Kembangmas
570
Pertarungan di Tengah Badai
571
Kelegaan Benak
572
Rencana Besar Sang Siluman
573
Mengikuti Perhelatan Cinta
574
Pendekar yang Saling Berhimpitan
575
Ketiadaan Rencana
576
Perhelatan Diundur
577
Pernyataan Dara yang Bagai Petir Meledak di Kepala
578
Cintanya Tak Dapat Ditawar Lagi
579
Bagai Kehilangan Seluruh Daya
580
Pria Bernama Aneh
581
Kisah Sang Bunga Raya
582
Kedai Seribu Cangkir
583
Sepuluh Burung Kutilang Bernyanyi
584
Promosi Karya Baru
585
Sekeropak Lontar Berisi Perencanaan
586
Perhelatan Cinta Dimulai!
587
Lingkungan Seribu Rumah Istana
588
Rumah yang Dipenuhi Mantra Pengintai
589
Dua Puluh Lembar Lontar
590
Makan Pagi di Halaman Besar Seribu Rumah Istana
591
Permainan Gila!
592
Bertarung Dengan Chitra Anggini
593
Kekuatan Tak Terduga dari Chitra Anggini
594
Kembali ke Kotaraja
595
Keadaan di Pemukiman Kumuh Kotaraja
596
Keadaan di Pemukiman Kumuh Kotaraja
597
Kenangan yang Mengharubiru
598
Memunculkan Bertumpuk-Tumpuk Daging
599
Kembali ke Istana
600
Peta Istana
601
Percumbuan dengan Terpaksa
602
Serangan
603
Tertangkap
604
Kembali Semuanya Menjingga
605
Surat Rencana dari Puan Kekelaman
606
Izinkan Aku Membimbingmu
607
Sirep Pelepasan Jiwa
608
Mungkin Ini Menjadi Pagi Terakhir
609
Menuju Pergelaran Besar
610
Sumpah Chitra Anggini
611
Sayembara
612
Raja yang Salah Perhitungan
613
Kekacauan dalam Istana
614
Pagoda Penyimpanan Senjata Mestika
615
Terjebak!
616
Keadaan Pikiran yang Teramat Kacau
617
Terjebak dalam Kesedihan dan Kebencian
618
Kematian yang Mengerikan
619
Permintaan Puan Kekelaman
620
Sang Musafir
621
Surat dari Chitra Anggini
622
Meninggalkan Istana
623
Mencari Munding
624
Mencari Makna Dunia Persilatan dalam Secangkir Teh
625
Menuju Pulau di Tengah Teluk
626
Peradaban dan Peraturan
627
Selamat Tinggal
628
Lebih Cepat dari Kecepatan Pikiran
629
Sebagaimana Akhir Kisah Kawan Seperjalanan - Jilid 7 Selesai
630
Hukuman yang Dirasa Pantas
631
Kedatangan Tamu dari Javadvipa
632
Hadiah untuk Kedai Seribu Cangkir
633
Bangkit dari Keterpurukan
634
Kembali ke Desa Lonceng Angin
635
Rencana Penduduk Desa Lonceng Angin
636
Kediamannya Dirobohkan
637
Dunia Persilatan dalam Secangkir Teh yang Disemuti
638
Penyakit Wajah
639
Rindu yang Terbayar
640
Ibu Pemilik Kedai di Kotaraja
641
Takdir Langit Takkan Seindah Kisah Karangan
642
Kabar yang Tersiar
643
Mengalahkan Pendekar Tombak Api
644
Sekeropak Pengumuman
645
Tak Saling Memiliki
646
Melanjutkan Perjalanan
647
Menebak Keadaan Tanjung Kalapa
648
Singgah di Desa Kecil
649
Selempir Pengumuman
650
Sequel?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!