"Kalau begitu kita harus lebih berhati-hati. Terutama kepada Bu Yati itu."
Bunga berujar setelah mereka kembali dari rumahnya Bu Ustadzah Halimah.
"Semoga saja nanti malam dan malam-malam selanjutnya, tidak ada terror lagi yang mengganggu kita." Ucap Angga sambil selonjoran di atas karpet dan menyenderkan punggungnya di dinding.
"Amin... Minum dulu Bang! Biar sedikit tenang." Di sodorkannya secangkir air teh hangat kepada Suaminya.
Diapun ikut menyenderkan tubuhnya.
"Tadinya Aku tidak percaya dengan semua yang di katakan oleh Bu Yati. Tetapi, ya Allah.. Kok bisa ya dia nekat begitu?..." Gumamnya.
Bunga dan Angga masih kepikiran tentang kejadian semalam, terror makhluk yang bernama Genderewo itu begitu membuatnya sangat ketakutan.
"Apa kita pindah saja dari sini?"
Bunga memberikan usulan agar pindah rumah.
"Rasanya kita tidak perlu pindah
rumah dulu. Untuk sementara kita tinggal di sini saja." Angga berbeda pendapat dengan Bunga.
"Kalau kita di terror lagi, bagaimana?" Rupanya Bunga merasa sangat ketakutan.
"Tidak perlu takut, kita banyakin berdo'a saja. Insya Allah kita tidak akan apa-apa." Ucap Angga.
Dia mencoba menenangkan Isterinya.
Dia tidak mau jika Bunga setres, karena terror makhluk yang tak kasat mata itu.
Seharian itu mereka tidak mengerjakan jahitannya, mereka masih merasa shock dengan kejadian itu.
***
Sebulan kemudian...
"Bang... Bangun Bang! Sudah Adzan Subuh."
Bunga membangunkan Angga, Suaminya.
"Eeaaaah...!" Angga menggeliat.
Diapun bangun dari tidurnya, namun... Entah kenapa seluruh badannya terasa lemas.
Dia tak mampu untuk bangun.
Jangankan berdiri, untuk dudukpun dia sangat kesusahan sekali.
Badannya seakan tak ada tulangnya.
"Bang...! Shalat dulu." Ucap Bunga dari ruang tengah. Dia baru saja selesai Shalat Subuhnya.
"Baang!" Katanya lagi setengah teriak.
"Eaah... Sebentar! Ini kenapa tubuhku lemas begini." Sahutnya, Suaranya sangat lemah seperti yang sedang sakit parah.
Suara Angga yang lemah itu, membuat Bunga kaget. Tak biasanya Angga seperti itu.
Bunga bergegas ke kamarnya, menghampiri Suaminya.
Dia raba dahinya, terasa sangat panas. Sepertinya demam tinggi.
"Ya Allah... Kamu demam, Bang. Sebentar aku ambilkan air hangat dulu buat kompresan." Bunga segera bergegas ke luar kamar menuju ke dapur untuk mengambil wadah dan air hangat, untuk mengompres Suaminya yang tengah demam tinggi.
"Bang, kamu kenapa?" Bunga bertanya sambil mengompres dahi Suaminya.
"Emh... Itu.. Ayam cemani." Angga berucap tidak tentu arahnya.
"Kamu ngomong apa?" Bunga keheranan dengan perkataan Suaminya itu.
"Itu... Itu... Itu!" Ujarnya lagi, sambil jarinya menunjuk-nunjuk ke arah langit-langit kamar.
Bunga segera mengikuti telunjuk Suaminya, tapi dia tidak melihat apapun di sana.
"Badanmu sangat panas, sebaiknya kamu banyak minum."
Ujar Bunga lagi.
Dia sodorkan cangkir yang berisi air hangat.
"Ayo Bang, bangun dulu." Bunga mencoba membangunkan suaminya. Namun, badan Angga terlalu lemas.
Untuk dudukpun dia tak sanggup.
Setiap kali Bunga mencoba untuk mendudukkan Suaminya, setiap kali itu pula tubuh suaminya terkulai lemas.
"Baang... Abaang... Kamu kenapa?..." Bunga berteriak histeris, dia sangat kaget dengan perubahan pada suaminya.
Angga hanya diam tak berdaya.
Dia hanya bisa terbaring lemas tak bisa apa-apa, untuk menggerakkan tubuhnyapun dia begitu kesulitan.
Dia hanya bisa menatap sayu isterinya yang berteriak histeris.
"Ada apa?..." Bu Heni bertanya dari halaman samping.
Dia sangat kaget mendengar teriakkan Bunga.
Dia segera bergegas ke dalam rumah untuk melihat apa yang telah terjadi di sana.
"Ituu... Ituu... Ayam cemaninya di sana, terbang ke sana. Itu... Itu..."
Angga mengigau lagi, tangannya tetap nunjuk-nunjuk ke pojok atas kamarnya.
"Bunga, ada apa?" Tanyanya lagi.
Wajahnya terlihat panik.
"Bu... Bang Angga Bu!" Ujarnya panik, dengan air mata yang mulai menetes membasahi kedua belah pipinya.
Dia tidak tega melihat suaminya terus-terusan mengigau, menyebut ayam cemani hingga berkali-kali.
"Angga kenapa?" Bu Heni bertanya heran.
"Badannya lemas Bu, dia tidak bisa duduk. Setiap mencoba duduk dia selalu terkulai lemas Bu. Badannya sangat panas dan terus-terusan mengigau Bu, nyebutin ayam cemani gitu, sambil nunjuk-nunjuk ke atas."
Tutur Bunga dengan perasaan Khawatir.
" Kenapa bisa begitu?" Bu Heni bertanya lagi.
"Enggak tahu Bu." Bunga menggelengkan kepalanya.
"Coba ku lihat." Bu Heni segera masuk ke kamarnya Bunga, untuk melihat kondisinya Angga.
"Badannya panas sekali, ini sejak kapan seperti ini nya?"
Bu Heni bertanya lagi sambil meraba dahinya Angga yang panas tinggi.
"Tadi subuh, Bu!" Sahut Bunga dengan terisak sedih.
"Sebaiknya segera kita bawa ke dokter saja. Ini bahaya! Demamnya sangat tinggi, sampai ngigau segala." Saran Bu Heni.
"Iya Bu, saya siap-siap dulu."
Dengan susah payah Angga di dudukkan oleh Bunga.
Namun selalu saja tidak bisa. Karena, badannya terlalu lemah untuk duduk.
"Bagaimana ini Buuu...?" Bunga seperti yang putus asa.
"Panggil saja dokternya ke sini, kalau di bawa ke dokter atau ke rumah sakit sepertinya tidak mungkin." Ujar Bu Heni lagi.
"Iya Bu, baik Bu." Ujar Bunga lagi.
***
Setelah di periksa oleh dokter dan di beri obat.
Anggapun di suruh istirahat kembali.
"Semoga Angga segera sembuh."
Ucap Bu Heni Sebelum dia keluar dari rumahnya Bunga.
"Terimakasih ya Buu" Ucap Bunga.
"Iyaa sama-sama."
Sepeninggal Bu Heni, Bunga segera menghampiri Suaminya lagi.
Dia raba dahinya, Alhamdulillah
Tidak sepanas tadi.
"Alhamdulillah ya Allah" Ucap Bunga bersyukur.
Untungnya Angga tidak lama sakitnya.
Beberapa hari kemudian, dia nampak sudah bisa duduk dan berjalan lagi,. walaupun secara pelan-pelan.
"Jangan dulu kemana-mana, kamu kan baru Sembuh." Bunga mengingatkan Suaminya.
"Kita sudah hampir seminggu Enggak menjahit." Ucap Angga sambil duduk di bangku mesin jahit.
"Biarin saja, yang penting kamu sehat dulu." Bunga mengingatkan lagi.
"Saya coba menjahit lagi gitu, pelan-pelan saja." Ucap Angga.
"Jangan dulu ngejahit, kamu kan baru sembuh! Jalan juga masih sempoyongan." Ujar Bunga, sedikit kesal.
"Iya.." Sahut Angga.
Jahitan yang menumpuk tak terurus, sejak Angga sakit.
Ini semua membuat pendapatan mereka menurun drastis.
Keadaan itu membuat rugi yang lumayan banyak.
Orang yang tadinya memesan banyak barang, jadi membatalkannya. Karena, pesanan harus segera beres.
Begitu pula dengan pesanan rompi jala yang banyak itu.
Kini dia menghentikan pesanannya, dan beralih ke orang lain.
Karena merasa kecewa akibat tidak tepat waktu.
"Bagaimana ini? Orderan satu persatu di cabut lagi karena telat beresnya, kalau aku memaksakan menjahit, Bang Angga Enggak akan ke urus. Uang simpanan sudah mulai habis, sedangkan orderan baru belum ada lagi." Gumamnya resah.
"Tapi, sepertinya besok aku harus sudah mulai menjahit lagi, Bang Angga sudah mulai sehat, semoga saja tidak ada lagi kendala yang lainnya." Bunga bergumam sendiri.
Dipandanginya kerjaan yang menumpuk di hadapannya.
"Mau di kemanain ini barang? Sedangkan yang memesannya sudah tidak mau lagi karena telat beresnya." Gumamnya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Dhina ♑
Kalau mau tidur, baca doa dulu, biar ga ngigau begitu
2021-06-08
1
Rosananda
Terimakasih atas like dan dukungannya
2021-06-08
1
Ika Sartika
like ❣️ thorr
2021-06-08
0