Keesokkan harinya, Angga dan Bunga pura-pura tidak tahu. Bahwa, Bu Yati yang mengendap-ngendap semalam di halaman rumahnya.
Seperti waktu itu, Bu Yati nampak lewat di depan rumahnya.
Dia seperti yang tengah mencari sesuatu...
Bunga pura-pura tidak memperhatikannya. Dia pura-pura sibuk menjemur rompi jalanya.
"Sepertinya... Bu Yati mau melihat hasil kerjanya tadi malam." Pikirnya.
Terlihat sudah tiga kali, Bu Yati mondar-mandir, di depan rumahnya.
"Bunga... Lagi sibuk?..." Tanyanya, sambil mendekati Bunga, lalu duduk di ujung teras.
"Eh... Ada Bu Yati, iya Bu... Dari mana atau mau kemana?..." Bunga pura-pura bertanya.
"Habis dari rumahnya Bu Heni."
Jawabnya, namun ada keraguan di sana.
"Ooh... " Sahut Bunga singkat.
Kemudian Dia mengelap kusen jendela yang masih ada bekas cipratan semalam.
"Itu apa...?" Bu Yati pura-pura bertanya.
"Ini Bu... Enggak tahu apa, seperti butiran biji, yang di campur minyak" Ucap Bunga.
"Iya Ya... " Sahutnya lagi.
"Apalagi kemarin Bu... Banyak cipratan-cipratan darah di sini, malahan sekeliling rumah." Bunga memancing.
"Darah... Darah apa ?..." Dia bertanya pura-pura keheranan.
"Katanya sih darah ayam tulak, yang di beri jampi-jampi dan mantera oleh dukun dari suatu daerah, dan... Dukunnya itu kakek-kakek. Yang nyipratinnya laki-laki, kalau yang nyuruhnya... Perempuan, tapi enggak tahu siapa." Ujar Bunga. Sudut matanya melirik ke arah Bu Yati, yang wajahnya berubah jadi memerah.
"Itu... Itu... Kata siapa?" Tergagap dia berucap.
"Ibu Ustadzah Halimah yang mengatakannya. Karena, beberapa tahun yang lalu, pernah juga ada yang kena teror seperti Saya ini. Dan, motifnya sama lagi, yaitu Enggak mau kalau melihat orang lain bahagia, punya rizki dan rukun dalam rumah tangganya." Ungkap Bunga lagi.
Dia ingin tahu, bagaimana reaksinya.
"Tapi... Ya itulah, Allah juga tidak akan membiarkan yang salah yang berjaya. Akhirnya... Dia sendiri yang berantakan rumah tangganya. Ya.. Sepertinya senjata makan tuan. Syukurlah... Semoga saja, yang menerorku juga mendapatkan balasan yang setimpal." Bunga melanjutkan perkataannya.
"Eumm... Eum... Kalau Saya... Saya.. sering ke... Ke... Ke... Daerah itu... Tapi... Tapi... Bukan untuk.. ngeguna- gunain orang lain. Tetapi... Tapi... Main saja ke rumah temannya Suami saya." Ucap Bu Yati belepotan bicaranya. Kata-katanya tersendat-sendat tidak lancar.
"Ooh... Ibu yati suka ke daerah itu juga?..." Tanya Bunga, dia semakin yakin saja, pasti benar apa yang di katakan Bu Ustadzah Halimah kemarin itu.
"Eeh... Eng.. Enggak... Enggak..."
Bicaranya makin gugup saja.
"Ibu Yati... Kenapa?... Sepertinya Ibu merasa ketakutan, kok! Gugup begitu?... Bicaranya." Bunga makin penasaran.
"Bahkan Bu... Semalam juga, Aku dan Suamiku melihat ada orang yang mengendap-ngendap di depan sini. Sembunyi di balik pohon rambutan. Lalu... Dia menghampiri teras ini, dan... Menyemprotkan Sesuatu, seperti cairan kental gitu... Ke teras dan ke dinding, ya... Sebagian kena kusen dan pintu serta jendela. Ya.. Ini... Yang saya bersihkan tadi." Tutur Bunga.
Matanya tajam menatap ke arah Bu Yati.
Yang di tatap, nampak makin gugup saja tingkahnya, mukanya makin merah padam.
"Jam... Jam berapa kira-kira?" Dia masih bertanya, seakan ingin menyembunyikan kejahatannya.
"Jam dua lebih lah, Aku sama Bang Angga memperhatikannya, sampai dia selesai menyemprotkan cairan yang di plastik itu, yang dia keluarin dari kantong bajunya. Dan... Sampai dia kembali ke rumahnya." Tutur Bunga, di akhiri dengan senyuman.
Semua penuturan Bunga, membuat Bu Yati tersedak. Padahal, dia tidak sedang memakan atau meminum apapun.
"Uhk... Uhk... Uhk...!" Dia sampai terbatuk-batuk.
Angga yang dari tadi diam, dia hanya menyimak obrolan Isterinya, angkat bicara...
"Kenapa Bu...? Kok!... Ibu tiba-tiba batuk-batuk?..." Dia bertanya pada Bu Yati.
"Kalau Aku tidak kasihan dan tidak ada rasa hormat padanya, semalam mau langsung saja Aku pergoki, dan ku laporkan ke RT atau RW. Cuma... Yaitu... Masih ada rasa kasihan, takut dia malu sama seluruh Warga Kampung ini." Lanjut Angga lagi.
Sebelah matanya mengedip ke arah Isterinya.
Bungapun tersenyum, penuh arti.
"Tapi... Tenang Bu... Sudah ada kok gambarnya, semalam kan kami photo dari balik pagar halamannya. Nanti, kalau sekali lagi dia berbuat seperti itu lagi, Aku tidak akan mengampuninya." Ujar Bunga.
Dia sengaja membeberkan semuanya.
Biar dia kapok!
"Eum... Saya pulang dulu ya.." ucapnya berpamitan.
Mungkin sudah tidak kuat dengan perkataan yang di dengarnya.
"Mau kemana Bu...? Ini kan Aku lagi cerita seru." Ujar Angga.
Bu Yati pergi bergegas meninggalkan Angga dan Bunga.
Mereka langsung ngakak, setelah Bu Yati pergi dari hadapannya.
Tapi... Yakin deh, suara tertawanya pasti kedengaran jelas.
"Tahu rasa dia! Bu Yati... Bu Yati..." Ucap Angga, sambil terus tertawa.
"Bang, apakah... Yang selama ini
melakukan teror, kepada setiap penghuni rumah ini... Berarti... Bu Yati?.. " Gumam Bunga.
"Tapi untuk apa?..." Tanya Angga.
"Iya juga ya..." Kini Bunga juga merasa tak mengerti.
"Atau... Dia meneror itu, hanya kepada kita saja?" Bunga bertanya lagi.
"Bisa jadi... Eeh... Kita belum laporan tentang kejadian semalam, kepada Bu Ustadzah Halimah." Bunga baru ingat.
"Ooh.. Iya, ayo kita siap-siap untuk segera pergi ke sana." Bunga segera meloncat dari tempat duduknya.
Dia segera bersiap-siap...
" Kita berdua saja ya?..." Bunga minta pendapat Angga.
"Ya.. Berdua saja, kan kita sudah tahu tempatnya. Sudahlah... Jangan ngerepotin orang lain terus. Cukup, dia sudah ngantar kita ke sana kemarin itu." Sahut Angga.
Merekapun lalu pergi menuju rumahnya Bu Ustadzah Halimah.
"Semalam itu Bu... Aduuh... Sampai menjelang Subuh, kejadian yang mengerikan, yang membuat bulu kuduk merinding,
Meneror kami. " Angga menuturkan pengalamannya di teror kejadian aneh tadi malam.
"Apalagi Isteriku.. Aduuh kasihan banget dia, kepalanya sampai tersungkur ke lantai, terasa di tindih Sesuatu yang berat dan dingin seperti balok es, katanya." Lanjut Angga.
"Iya Bu Ustadzah... Dan... Setelah di tantang sama Suamiku, makhluk itu menampakkan wujudnya, iiih... Pokoknya sangat mengerikan. Wujudnya Raksasa, dengan mata merah menyala dan besar, ada taringnya, hitam gimbal lagi. Iiiih.... Aku enggak mau melihat yang seperti itu lagi." Bunga menceritakan pengalamannya, sambil bergidik ketakutan.
"Itulah... Jin yang tinggal di sekitar tempat itu. Makhluk itu tidak akan menggangu manusia, kalau tidak ada yang menyuruhnya. " Ucap Bu Ustadzah.
"Maksudnya?..." Bunga langsung bertanya, tak mengerti.
"Yang menampakkan wujudnya tadi malam itu, adalah wujud Genderewo... Dia itu, suka mau di mintai tolong oleh manusia, yang iri dan dengki. Dia selalu siap, Kalau ada yang menyuruh untuk mengganggu kita, manusia. Asalkan keinginannya terpenuhi." Lanjut Bu Ustadzah lagi.
"Berarti... Makhluk itu, ada yang menyuruhnya?..." Tanya Bunga.
"Iya.. Dan, sekarang kalian sudah tahu kan, siapa orang yang menyuruhnya?..." Bu Ustadzah Halimah bertanya.
"Bu yati...!" Angga dan Bunga serempak menjawabnya.
"Nah itu... Makanya, sekarang kalian harus berhati-hati. Saya sarankan.. Supaya jangan tinggal di kampung itu lagi! Kalau bisa, segera pindah dari sana, dan segera tinggalkan rumah serta kampung itu, dan... Yang paling penting lagi... Nanti, kalau sudah pindah, usahakan jangan sampai di ketahui alamatnya oleh Saudaranya Neng Bunga. Apalagi, di ketahui oleh Bu Yati. Itu, kalau Kalian mau usaha dan rizkinya lancar." Bu Ustadzah Halimah menjelaskan dengan panjang lebar.
Angga dan Bunga saling tatap, antara percaya dan tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Siti Arbainah
trus si Bu Mar jdi bikin usahanya Bunga dan Angga bermasalah gak thor
2023-06-03
0
Diana Sujito
bu yati..??
2021-09-11
0
Dhina ♑
Maliiiiinnnggg
Iya kan??
2021-06-08
0