"Tak mungkin... Semua rompi kan di jepit, Enggak mungkin fi terbangkan angin. Lagipula, kalau diterbangkan angin, pasti yang lain juga kena." Sanggah Angga, tak setuju dengan dugaan Istrinya.
"Iya juga ya... Lalu?..."Bunga bertanya lagi heran.
Keduanya berpikir, sambil sibuk mencari rompi yang hilang dari tempatnya.
Sekeliling halaman telah di carinya. Namun, tak di temukan juga.
"Sudahlah... Kita bikin lagi aja, sepertinya kain sisa masih ada. Kayaknya cukup buat bikin tiga buah rompi lagi. Mungpung masih ada waktu. Dua haru lagi kan... Batas waktu pengirimannya?.." Bunga sudah merasa cape mencari-cari rompi yang hilang.
Dia nampaknya sudah merasa putus asa.
"Baiklah... Ayo! Kita kerjakan sekarang, biar enggak telat."
Angga pun setuju dengan keputusan Istrinya.
Mereka pun lalu masuk ke dalam rumah, dengan perasaan Kecewa di hatinya.
Sedangkan di suatu tempat, terhalang beberapa rumah dari sana, nampak seseorang sedang berdiri di teras depan Rumahnya. Matanya tertuju pada satu tujuan, yaitu.. Rumahnya Bu Hindun. Dia tersenyum-senyum sendiri, melihat Bunga dan Angga, yang sedang sibuk mencari-cari tiga buah rompi jala yang di ambilnya tadi.
"Sampai matipun tak akan ketemu, itu rompi! Karena, sudah ada di rumahnya Mbah, Enggak bakalan balik lagi. Terus saja mencari." Gumamnya, dengan seringainya yang khas.
Setelah Bunga dan Angga tak terlihat lagi di teras sana, diapun lalu beranjak meninggalkan teras depan rumahnya, dengan hati yang puas. Karena, telah membuat Bunga dan Angga kelabakan.
"Rasain! Pasti dia tengah kebingungan untuk mencari gantinya. Nombok lagi... Beli lagi bahannya, ngerjain lagi...
Senang aku melihatnya." Gumamnya lagi, dengan senyuman terus tersungging di bibirnya.
Angga dan Bunga, segera mengerjakan sisa rompi yang hilang tadi.
Alhamdulillah... Ternyata, bahannya lumayan banyak. Jadi, sangat cukup, bahkan lebih untuk membuat tiga potong rompi.
Selesai di potong, langsung di jahitnya, kemudian di sablonnya segera.
Tinggal nunggu di angin-anginkan saja...
Tiga buah rompi, beres sudah, tidak sampai sore.
Dengan demikian, dua hari lagi bisa mengirim barang.
Keesokkan harinya...
"Bii... Bii... Bii..." Dimas, keponakannya Bunga. Pagi itu, berteriak memanggil-manggilnya.
"Iya... Ada apa dimas?..." Bunga membalas dengan teriakan pula. Sa'at itu, dia sedang memasak nasi goreng, di dapur, buat sarapan.
"Sini Bii... Ada apa ini?.. " Teriaknya lagi.
"Ada apa, Dimas?... Bibinya tanggung lagi masak, tunggu sebentar!" Teriaknya lagi.
"Bi... Ada darah di halaman samping, berceceran." Ujarnya berbisik. Tiba-tiba, keponakannya sudah ada di sampingnya.
"Darah tikus mungkin, yang di gigit kucing." Ucap Angga santai.
"Tapi, banyak Paman. Berceceran, dari belakang sampai ke depan. Coba lihat dulu!" Dimas mengajaknya, sambil menuntun tangan Pamannya.
"Ayo Bang! Kita lihat dulu." Bungapun mengajak Suaminya, setelah mematikan apinya.
Akhirnya, Mereka bertiga, keluar, ke arah halaman samping rumahnya.
"Itu... Bi... " Ujar Dimas, telunjuknya menunjuk ke tanah, dimana ceceran darah tersebar di sana.
Benar saja...
Ceceran darah, menebar di sepanjang halaman samping rumah Bu Hindun.
Dimas beranjak ke halaman depan, Di sana, dia melihat lagi tetesan darah yang sama. Berceceran mengitari rumahnya Bu Hindun.
"Paling itu, darah tikus." Angga tetap pada pendapatnya.
"Makasih Dimas, sudah ngasih tahu. Ayo! Sarapan dulu yu, Bibi masak nasi goreng banyak." Bunga juga tidak mempedulikannya.
Diapun berjalan mengikuti Suaminya.
Keponakannya ikut serta juga.
"Nih... Piringnya buat dimas, keponakan Bibi yang pintar." Ucap Bunga, sambil menyodorkan piring ke tangan Dimas.
"Makasih Bi..." Sahut bocah kelas dua SD itu.
"Wanginya enak." Ucapnya lagi, bibirnya seperti yang sudah tidak sabar, ingin segera menyantapnya.
"Jelas dong... Siapa dulu yang masak." Angga menggoda.
Merekapun lalu makan dengan lahapnya.
Setelah selesai sarapan, Dimas pun keluar, mau bermain. Karena, dia kebetulan masuk Sekolah siang.
"Bi... Aku mau main dulu ya." Ucapnya.
"Udah izin sama Ibumu belum?... Mainnya kemana?" Tanya Bunga, dia takut nanti Kakaknya nanyain anaknya.
"Sudah Bi..." Sahutnya sambil berlari ke arah lapangan, dimana di sana sudah ramai anak-anak yang bermain.
Bungapun membalikkan badannya, dia mau masuk ke dalam rumah, untuk menyelesaikan tugas rutinnya.
Langkahnya terhenti seketika, di sa'at matanya tertuju pada kusen dan daun pintu, yang penuh dengan cipratan darah yang sudah mengering.
Sepertinya sengaja di ciprat-cipratkan, kalau darah tikus yang di gigit kucing, tidak mungkin!
Dia melangkah perlahan, mendekati kusen pintu dan kusen jendela.
Diperhatikannya cipratan darah yang telah mengering itu. Dia mendekatkan hidungnya, bau amis menerpa penciumannya.
Bau amis darah...
"Astaghfirulahaladziiim...!" Bunga tersentak kaget bukan kepalang.
"Kenapa bisa, ada cipratan darah di kusen pintu dan kusen jendelanya. Di daun pintunya juga... Kalau kucing, rasanya tidak mungkin! " Gumamnya, sendiri dalam kebingungan.
"Ada apa Neng?..." Angga menghampirinya, karena mendengar teriakan Istrinya, yang seperti menemukan sesuatu yang aneh.
"Bang! Lihat... Ini bukan darah tikus yang di gigit kucing. Di kusen pintu dan kusen jendela juga ada. Di daun pintunya juga ada, banyak cipratan-cipratan di sana. Tak mungkin, kalau tikus atau kucing yang melakukannya." Ujarnya, membeberkan keheranannya.
"Ah... Masa?" Angga sepertinya tidak percaya dengan apa yang di temukan oleh Istrinya itu.
Diapun, bangkit dan beranjak meninggalkan mesinnya. Untuk segera menghampiri Istrinya, yang sedang kebingungan sendiri.
"Itu... Itu... Banyak sekali, Bang! Lihat tuh... Aku ngeri, kok bisa ada cipratan darah di sini." Bunga merasa ketakutan.
Angga mendekati cipratan darah, yang di tunjukkan oleh. Istrinya itu.
Dia coba menciumnya.
"Darah apa ya Neng ya?... Bisa-bisanya ada cipratan darah di sini. Benar, ini bukan darah tikus." Ujarnya.
Kini, diapun percaya dengan ucapan Istrinya.
"Enggak tahu... Sepertinya, ini di sengaja oleh Orang yang tidak suka melihat kita. Tapi, siapa ya orangnya?..." Bunga berpikir keras.
Tak ada bayangan dalam benaknya.
Karena, dia merasa tidak punya musuh.
Dari dulu, dia tak pernah cek-cok dengan orang lain, apalagi punya musuh. Sangat tidak mungkin.
"Bang... Di kaca juga banyak cipratan darah keringnya. Lihat ini!" Bunga berteriak lagi. Dia semakin kaget saja.
"Ini... Seperti... Sengaja di usap-usapkan oleh tangan seseorang." Angga mulai menduga-duga.
"Sudahlah... Sebaiknya, kita bersihkan dulu saja." Ujar Angga.
Diambilnya kain lap dari belakang.
Dia mencoba membersihkan percikan darah itu dengan kain lap yang telah di basahi.
Sedangkan Bunga, membersihkan percikan darah yang ada di tanah, dengan menggunakan sapu lidi. Dia kitari sekeliling rumahnya.
Di depan rumahnya, dia tertegun kembali, ternyata, di hamparan batu kerlkil yang ada di halaman depan, di bawah Teras. Dia terperanjat lagi, untuk kesekian kalinya.
Rupanya... Cipratan darah yang telah keringpun, nampak berceceran di sana.
Hamparan batu kerikil itu, penuh dengan cipratan darah yang telah mengering.
Menimbulkan rasa kaget, dan tanda-tandanya yang besar.
Apa?...Kenapa?... Mengapa?...
Siapa?... Berbagai pertanyaan, bergulung menjadi satu di dalam hatinya.
Pertanyaan yang memerlukan banyak jawaban.
Lumayan juga memerlukan waktu yang tidak sebentar, untuk membersihkan cipratan-cipratan darah yang telah mengering itu.
Tengah asyik keduanya, membersihkan cipratan-cipratan darah yang telah mengering itu, tiba-tiba..
"Lagi bersih-bersih Neng?"Seseorang bertanya dengan ramahnya.
Bungapun menoleh ke arah datangnya suara.
Rupanya, itu Bu Dini yang suka jualan gorengan keliling.
"Iya Bu Dini, masih ada gehu nya?..." Tanya Bunga, seraya berhenti dari pekerjaannya.
"Ada Neng, masih hangat." Ujar Bu Dini, lalu diapun berhenti, kemudian duduk di ujung teras.
"Sebentar ya Bu, Aku cuci tangan dulu." Bungapun beranjak untuk mencuci tangannya.
"Pada rajin..." Ujarnya memuji.
"Iya Bu, ini banyak cipratan darah di sekeliling rumah. Malahan, di kusen jendela, kusen pintu, di daun pintu juga di kaca jendelanya juga, banyak sekali, enggak tahu darah apa?..." Bunga menuturkan, setelah dia kembali dari mencuci tangannya.
"Darah apa Neng?..." Bu Dini, bertanya lagi, sepertinya dia merasa penasaran.
"Ini... Enggak tahu darah apa? Kalau darah tikus yang di gigit kucing, tidak mungkin sampai nyiprat ke kusen pintu, kusen kaca dan daun pintu lagi. Juga mengelilingi rumah. Ini seperti yang di sengaja di ciprat-cipratkan." Tutur Bunga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Dhina ♑
maaf 🙏🙏
"Tak mungkin... Semua rompi kan di jepit, Enggak mungkin fi terbangkan angin.
itu ☝️☝️ ga mungkin di terbangkan angin 🤔🤔
2022-01-04
0
pxtrq_
waktu ngebaca judulnya.. gw langsung kepikiran darah yang dulu pernah keluar dari mulut orang..
.jadi sebelum keluar, tuh org kek ngalamin kecelakaan, kesihannya dia jatuh dan keadaan terbaring, dan dadanya di bawah. ...
trus tiba-tiba dia kejang", dan langsung keluar darah ...
ngeri sih thorr
2021-10-04
0
Diana Sujito
guna2 paling..biar usahan nya bangkrut..biasa orang sirik
2021-09-11
3