Setelah rumah itu kosong beberapa bulan. Saudaranya Bu Hindun yang baru beberapa bulan menikah, berniat ingin belajar mandiri. Dia ingin belajar hidup berumah tangga, dengan cara misah rumah dengan Orang tuanya.
Bunga dan Suaminya, baru setengah tahun menikah.
Dia berniat mau bikin usaha sendiri, yaitu menjahit. Membuat celana pendek, untuk di jual.
Karena itu, Bunga ingin misah rumah, biar tidak mengganggu Orangtuanya.
Bu Mar, menyarankan agar menempati rumahnya Bu Hindun, Saudaranya itu. " Sayang, kalau di biarkan kosong terus. Lama kelamaan akan rusak dan hancur itu rumah."
Ujarnya.
Bunga setuju dengan usulan itu. Begitu pula dengan Angga, Suaminya. " Baiklah, nanti akan kami bersihkan dulu rumahnya. Terimakasih Bu, atas tempat dan sarannya. Tapi... Apa Bu Hindun mengizinkannya?..." Angga kelihatan seperti yang ragu.
"Sudahlah... Tidak usah ragu. Hindun tidak akan apa-apa. Lagipula, kita minta izin sama Bu Heni saja. Dia kan Ibunya. " Bu Mar optimis. Dia merasa yakin, kalau Bu Hindun dan Bu Heni pasti akan menyetujuinya.
Bu Heni, menyetujui perkataan Bu Mar. "Ya... Memang sangat di sayangkan, kalau rumah di biarkan kosong tak berpenghuni. Lebih baik di tempati, biar ada yang membersihkannya, ada yang mengurusnya." Ucapnya.
Dia tidak berpikiran yang enggak-enggak terhadap Bu Mar.
Bu Heni Orang yang baik, tak ada rasa curiga dan su'udzon di dalam dirinya.
Bunga dan Angga, segera mengambil peralatan untuk membersihkan rumah itu.
Mereka nampak senang. Karena, bisa menempati rumah itu dengan gratis, tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya Kontrakannya.
Keesokkan harinya, rumah itu telah di tempati oleh Bunga dan Angga.
Dengan sebuah mesin jahit dan sebuah mesin obras, Angga dan Bunga memulai usahanya.
Ada sedikit modal untuk memulai usahanya.
" kita beli bahan, seadanya uang saja ya." Sebelum berangkat belanja bahan, Angga mengingatkan Bunga dulu.
"Iya... Baiklah. "Sahut Bunga setuju dengan usulan dari Suaminya.
******
Konveksi kecil-kecilan pun di mulailah.
Mereka bekerja dengan perasaan riang.
Setelah selesai, dan menghasilkan beberapa kodi. Angga menjualnya, dengan cara di jajakannya berkeliling.
Begitulah pekerjaan itu, mereka jalani dengan mulus tanpa adanya hambatan.
Beberapa bulan, keadaan itu mereka rasakan. Tidak sampai setengah tahun.
Suatu hari, Angga pulang belanja bahan, membawa seorang perempuan setengah baya. Ternyata, dia Orang yang mau order rompi jala. Rupanya dia orang cina, dan seorang pebisnis yang lumayan sukses.
Sebelum dia pulang, dia berucap, " Saya mau seminggu sekali, sebanyak lima ratus potong. Jangan sampai kurang!"
Angga pun dengan segera menyanggupinya, " Baiklah, akan Saya usahakan."
Diantarkannya tamunya itu sampai ke Terminal Bis.
Angga dan Bunga sangat senang dan bahagia mendapat Orderan itu.
"Limaratus potong dalam satu minggu, pesanan awal yang sangat lumayan banyak ya Bang." Bunga berucap kegirangan.
Sa'at itu, Keduanya tengah membuat pola untuk pembuatan rompi jala itu.
"Bahan jala sudah saya beli tadi! Semoga saja, cukup untuk limaratus potong rompi. Selesai membuat pola, tinggal kita membuat alat sablonnya." Angga berucap dengan perasaan riang juga.
Dirinya tak menyangka, akan bertemu dengan orang, yang akan memesan rompi sebanyak itu.
Rutin lagi!... Setiap minggu!
Pengerjaan rompi pun dimulailah, keesokkan harinya.
Setelah selesai beberapa buah rompi, segera di sablonnya sendiri oleh Angga. Sengaja tidak di sablon kan ke orang lain. Untuk memperirit biaya pengeluaran! Begitu katanya.
Rompi jala yang telah selesai di sablon, lalu di angin-anginkannya di teras depan, yang tidak langsung terkena sinar matahari.
"Di angin-anginkan di sini juga, pasti cepat kering." Ucap Angga.
Tangannya sibuk, menata rompi yang dia atur di atas tali jemuran.
Yang dengan hembusan angin semilir pun, pasti akan segera kering.
Bungapun tak ketinggalan ikut membantunya.
Dia ingin pekerjaannya segera beres. Biar segera mendapatkan hasilnya.
"Sepertinya sablonannya sudah kering. Coba tolong diangkatin satu, Neng!" Ujar Angga, kepada Istrinya.
Sepertinya, dia tidak sabar ingin segera melihat hasil sablonannya.
"Ini..." Bunga segera menyodorkan satu rompi, yang baru saja di ambilnya dari tali jemuran di teras depan.
" Sudah kering, sudah bagus. Angkat saja semuanya."
Anggapun segera membantu Istrinya untuk membereskan rompi-rompi pesanan itu.
Tak terasa, sudah tiga minggu, Bunga dan Angga mengerjakan pesanan rompi jala itu.
Uang hasilnya juga lumayan, dia tidak menunggu lama. Karena, begitu barang di kirimkan, Yang pesan pun segera mentransferkan upahnya.
Sungguh, kerjasama yang menyenangkan.
Hingga suatu hari...
"Itu baju apa?... Banyak sekali." Siang itu, Bu Mar lewat di depan rumahnya Bu Hindun.
Dia melihat ke arah bentangan tali rafia, yang di penuhi dengan puluhan rompi yang tengah di angin-anginkan.
Kebetulan sa'at itu, Bunga tengah mengangkatnya, untuk kemudian di masukannya ke dalam keranjang besar, yang ada di sebelahnya.
"Rompi jala, Bu Mar." Sahut Bunga. Sambil terus merapikannya.
"Banyak sekali... Untuk apa?.." Tanya Bu Mar.
" Ini pesanan Bu... " Sahut Bunga lagi.
"Oooh... Kamu nampak sibuk ya. Baiklah, Saya pergi dulu."
Ucapnya berpamitan.
"Ita Bu... Silahkaan!" Bunga membalasnya.
Sambil berlalu dari rumahnya Bu Hindun, yang di tempati oleh Bunga dan Angga sekarang. Bu Mar bergumam dalam hatinya.
"Lumayan juga si Bunga, dapat orderan segitu banyaknya. Bisa cepat kaya dia! Enak aja, Saya yang menyarankannya untuk menempati rumah itu. Saya pula, yang minta izin ke Bu Heni agar menyetujuinya. Eeh... Dia yang dapat untungnya. Tidak boleh terjadi!!! Saya bisa rugi, kalau begini caranya." Sambil berjalan, dia terus bergumam ngedumel sendiri.
Tanpa sadar, ada Orang yang memperhatikannya.
"Ada apa Bu Mar?.. Nampaknya Ibu dari tadi bergumam sendiri, seperti yang kesal." Bu Hanah, tetangga sebelah rumahnya, bertanya keheranan.
"Eeh... Ada Bu Hanah! Itu lho... Si Bunga, baru beberapa bulan saja nempatin rumahnya si Hindun, sudah dapat rezeki nomplok Bu. Dia itu, tidak di gangguin sama penunggunya, seperti yang sudah-sudah. Malah dapat orderan rompi." Ucapnya sewot.
"Ooh... Tapi, kenapa ya?... Penunggu di rumah itu, Enggak mau gangguin Mereka ya?" Bu Hanah ikutan heran.
"Itulah... Makanya Saya merasa heran. Masa, Orang lain selalu di gangguin waktu tinggal di rumah itu. Sedangkan dia, adem ayem saja... Malahan dapat orderan lagi. Jangan-jangan..
Si Bunga atau si Angga, punya sesuatu! " Bu Mar menyangka yang enggak-enggak.
"Mungkin juga Bu Mar." Bu Hanah meyakinkan.
Jelas saja makin membuat Bu Mar geram. Dia merasa menyesal, karena telah menawarkan rumah itu kepadanya.
Dia tidak tahu, kalau rumah itu membawa berkah buat Bunga dan Angga.
Padahal, niat sebenarnya adalah, dia berharap, agar Bunga dan Angga, di gangguin oleh sang penunggu rumah itu.
"Kita harus mencurigaimu Bu. Soalnya, aneh juga ya. Yang lain di gangguin, sedangkan dia tidak." Lanjut Bu Mar. Belum hilang rasa kecewa di wajahnya.
Bu Hanah hanya menganggukkan Kepalanya, dia tidak berani berkomentar lebih jauh lagi. Takut jadi su'udzon akhirnya.
"Ma'af Bu... Saya masuk dulu. Ini kebelet pingin ke kamar mandi " Ucapnya, menghindar secara halus. Dia tidak mau ketahuan bergosip, oleh Suaminya. Dia takut suaminya marah karena perilakunya.
"Iya Bu Hanah... " Sahut Bu Mar. Dalam hatinya, dia merasa dongkol. Karena, orang yang di ajaknya bicara, malah menghindar darinya.
"Dasar Bu Hanah! Orang curhat, malah masuk. " Gumamnya, diapun masuk ke rumahnya dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Neny Putri Julirinni
hadehhhh buk mar🙄
2021-07-29
1
Dhina ♑
Astaghfirullah, apalagi ini??
2021-06-08
1
Ika Sartika
like ❣️ thorr...
2021-06-08
0