Rumah Bu Hindun, kini kosong kembali. Tak berpenghuni lagi.
Sudah lebih dari dua bulan, rumah kontrakan itu kosong.
Auranya nampak angker dan menyeramkan.
Setiap pagi, nampak Bu Heni suka membersihkan rumah dan halaman sekitarnya.
Sambil olahraga... Katanya.
"Belum ada yang ngisi lagi Bu, rumahnya?..." Mbak Ida, tetangga satu Desa menyapanya.
Waktu itu, dia kebetulan lewat di depan rumah itu. Sepertinya, mau berkunjung ke rumah Kakaknya, yang rumahnya hanya terhalang beberapa rumah, dari rumahnya Bu Heni.
"Iya Mbak Ida... Mau ke mana?" Tanya Bu Heni.
"Biasa... Mau ke rumah kak Ita." Sahutnya.
"Kalau enggak salah... Mbak Ita, tadi berangkat nganterin Neng Rindu, ke Sekolah." Ucap Bu Heni. Karena, tadi pagi dia melihat Mbak Ita mengantarkan Anaknya. Dan, dia belum melihatnya kembali.
"Oh iya... Saya kepagian datangnya." Sahut Mbak Ida.
"Tunggu di sini saja Mbak Ida! Sepertinya, Sebentar lagi juga Mba Ita datang." Usul Bu Heni pula.
"Terimakasih Bu... Saya tidak
mengganggu gitu?..." Tanyanya.
"Sama sekali tidak, malahan Saya senang, kalau Mbak Ida nunggu di sini. Saya jadi punya Teman ngobrol." Ujar Bu Heni lagi.
"Baiklah... Kalau begitu." Sahut Mbak Ida. Diapun lalu duduk di kursi yang ada di teras rumah itu.
Bu Heni sudah beres, menyapu halaman depan rumah itu. Diapun lalu, duduk di kursi yang satunya lagi.
"Enggak di pasangin lagi Bu, Plangnya?..." Mbak Ida mengingatkan Bu Heni.
"Iya Mbak, Saya belum bikin lagi. Terimakasih ya, sudah di ingatkan." Bu Heni. nampak senang mendengar saran yang di berikan oleh Mba Ida itu.
Lagi asyik, Bu Heni dan Mbak Ida berbincang. Tiba-tiba, dari kejauhan, terdengar deru suara Motornya Mba Ita, Kakaknya Mbak Ida. Yang baru pulang dari Sekolah Anaknya.
"Itu... Mbak Ita, sudah pulang." Ujar Bu Heni.
"Kalau begitu, Saya permisi dulu ya Bu. Terimakasih, Saya pamit Bu." Ujar Mba Ida. Seraya menghampiri Kakaknya.
"Iya... Sama-sama Mba Ida, silahkan."Sahutnya. Bu Henipun beranjak dari tempat itu, untuk kembali ke rumahnya.
Setelah sampai di rumahnya,
dia segera mencari kertas hvs.
Diapun membuat tulisan...
* Rumah ini akan
di
Kontrakan *
Setelah selesai, segera dia menempelkannya, di kaca rumah Anaknya. Dengan harapan, ada yang berminat untuk mengontraknya.
Biar rumah itu tidak kosong, dan kalau ada yang menempati, pastinya akan terawat. Dan, pastinya akan menghasilkan uang.
Lumayan... Jadi, tidak mubazir.
*****
Baru saja beberapa hari, plang itu di pasang, di kaca jendela rumahnya Bu Hindun.
Suatu pagi yang cerah, ada Seorang Perempuan muda, yang datang melihat-lihat keadaan rumah itu.
Diapun mengitari sekeliling rumah, dan berakhir di rumahnya Bu Heni, yang berada tepat, di belakang rumah yang akan di kontrakan itu.
Waktu itu, Bu Heni Kebetulan tengah berada di teras rumahnya. Tengah mengisi waktu luangnya, yaitu sedang merajut, hoby yang dia sukai sejak waktu masih remaja dulu.
"Assalamualaikum, Ibu... Ma'af mengganggu." Ucapnya sopan.
"Waalaikumsalam... Mencari siapa ya Mbak?..." Tanya Bu Heni.
"Saya mau menanyakan, tentang rumah yang mau di kontrakan itu." Sahutnya.
"Oh.. Mbak mau melihat-lihat?... Silahkan-Silahkan. Sebentar ya... Saya ambil kuncinya dulu." Ucap Bu Heni pula.
"Ayo Mbak... Silahkan di lihat-lihat, barangkali merasa cocok. Ya... Seperti ini keadaannya." Ujar Bu Heni, setelah membukakan pintu rumah itu.
Entah daya tarik apa yang ada di rumah itu.
Mba Ani, begitu nama wanita itu. Dia langsung setuju, dia merasa cocok dengan keadaan rumah dan juga harganya.
"Nanti sore, Saya kesini lagi Bu, sekalian dengan Suami dan juga anak Saya." Ujarnya, Sebelum berpamitan pulang.
*****
Sore harinya, sekitar jam empat, benar saja. Mbak Ani datang lagi bersama Suami dan juga Anaknya.
Anaknya laki-laki, kira-kira...
berumur dua tahunan.
Dengan tubuhnya yang gempal, dia nampak sangat lucu dan menggemaskan, Siapapun yang melihatnya.
"Saya jadi Bu, menempati rumah ini." Ucapnya yakin.
"Alhamdulillah... Semoga, Mbak sekeluarga, betah menempatinya." Ujar Bu Heni, wajahnya nampak senang, berhias senyuman di bibirnya.
Keesokkan harinya, keluarga Mbak Ani, resmi pindah ke rumah itu.
Rumah yang katanya angker dan menyeramkan itu.
Kang Dedi, Suaminya Mbak Ani, adalah pedagang nasi goreng. Yang biasa mangkal di pinggir jalan raya, setiap sore hari. Dan, kembali ke rumahnya, setiap jam sembilan atau jam sepuluh malam.
Sedangkan Mbak Ani, tidak bekerja. Dia hanya Ibu rumah tangga biasa.
Yang kadang-kadang, suka ikut menemani Suaminya berjualan nasi goreng.
Keluarga kecil itu pindah ke Desa itu, untuk mendekati tempat jualan Suaminya.
Dulu...
Mereka tinggal bersama kedua Orangtuanya. Yang jaraknya lumayan jauh.
"Bapak, berangkat jualan dulu ya sayang ya..." Pamitnya, Sebelum dia berangkat untuk mencari nafkah.
"Do'a kan Bapak ya sayang!" Pintanya, kepada anaknya yang masih balita itu.
"Amin..." Katanya, dengan suara cadelnya Yang terdengar sangat lucu.
"Pintarnya anak Bapak." Di ciuminya pipi anaknya yang tembam itu.
Diapun lalu berangkat dengan perasaan yang bahagia.
*****
Tak terasa, dua bulan telah berlalu, tak ada hal yang aneh-aneh di sana.
Mbak Ani dan Suaminya, begitu pula Anaknya, merasa betah menempati rumah itu.
Jualannya lancar, Anak dan Istrinya sehat, begitu pula dengan dirinya.
Sungguh! Tidak ada kendala, untuk saat itu.
Namun... Ketenangan itu, tidak berjalan dengan mulus.
Menjelang ke empat bulan. Mereka menempati rumah itu.
Satu jam lagi sebelum berangkat.
Tiba-tiba...
"Aduuh... Gigiku sakit sekali."
Kang Dedi, Suaminya Mbak Ani, tiba-tiba giginya terasa cenat-cenut, sakit.
"Kenapa, Giginya Pak?..." Istrinya bertanya, Khawatir dengan keadaan Suaminya.
"Istirahat dulu Pak. Sebentar, Saya ambilkan air hangat" Ujar Istrinya.
"Minim dulu Pak! Mudah-mudahan, bisa membantu mengurangi rasa sakitnya." Ujar Istrinya.
Diminumnya air hangat itu, perlahan-lahan.
Sisanya, ditaburi dengan sedikit garam... Kemudian, di pakainya untuk berkumur-kumur.
Lalu... setelah itu,airnya Di buang.
Dia ulangi, hingga berkali-kali.
"Bagaimana Pak?..." Istrinya bertanya lagi, ingin segera mengetahuinya.
"Masih seperti tadi... Aduuh..
Sakit sekali Bu..." Ujarnya. Di peganginya pipinya, sambil di elus-elus menahan sakit.
"Kok! Tiba-tiba ya Pak, Sakitnya?." Ucap Istrinya.
"Iya Bu! Rasanya, gigiku sakit banget! Dan, gusiku juga bengkak." Ujar Kang Dedi, Sambil meraba pipinya yang
nampak bengkak.
"Kita ke dokter saja Pak!" Ajak Istrinya.
Dia merasa Khawatir, dengan keadaan Suaminya.
Pelan-pelan...
Pipinya Kang Dedi, semakin membesar bengkaknya.
Hanya hitungan jam!
Gusinya membengkak, otomatis, pipinya juga ikutan membengkak.
Nampak memerah semu gosong warnanya.
Mbak Ani, segera mengambil cermin. Dan, segera di hadapkannya ke wajah Suaminya.
"Astaghfirulahaladziiim... Kenapa pipiku jadi bengkak begini?..." Teriak kang Dedi.
"Ini bukan sakit gigi, seperti biasanya. Sebaiknya, kita ke dokter saja. Sudah Pak! Hari ini, tidak usah jualan." Mbak Ani sangat panik.
"Tapi, sayang Bu, barang dagangannya, nanti mubazir"
Ujar Suaminya.
"Biarinlah... Jangan pikirkan dagangannya. Yang penting..
Bapak sehat dulu." Ujar Istrinya lagi.
"Aduuuh... Makin terasa sakit Bu...!" Kang Dedi mengaduh lagi, kesakitan.
Sehari juga belum, pipinya langsung membengkak.
Terlihat sangat mengerikan.
"Aduh.. Bu... Sakit sekali!" Ujarnya lagi.
Bicaranya pun mulai tidak jelas. Terganggu oleh rasa sakit yang teramat sangat.
"Ayo Pak! Kita ke dokter sekarang juga." Istrinya sudah tak tega lagi, melihat Suaminya kesakitan seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Siti Arbainah
boleh gak sih curiga sama si Eyang Kurdi itu kan dia pernah bilang klo penghuni pohon beringin itu minta tumbal jangan" itu cma rencana dia aja dan skarang rumah itu bnyak teror jga gara" dia lgi
2023-06-03
0
Titik pujiningdyah
lime
2021-09-29
0
👑卂尺丂ㄚ
💕💕💕💕
2021-08-27
0