Aku pun membuka pintu kamarku dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk mencuci muka setelah bangun tidur. Saat akan mencuci muka, aku terkejut dengan wajahku yang sudah di penuhi dengan make up dan bibir yang sedikit merah, yang belepotan kemana - mana.
"A .... aaaa," teriakku saat melihat wajahku di pantulan cermin di depanku.
"Vira ....," teriak ku memanggil nama bocah yang sudah membuat wajahku seperti badut.
Aku pun berlari ke bawah, namun sebelumnya aku sudah mencuci wajahku terlebih dahulu. Aku sedikit kesal dengan Vira saat ini, padahal aku sudah berbaik hati menemaninya bermain. Malah si bocah tersebut merusak wajahku dengan coretan - coretannya yang membuat wajahku seperti badut.
"Vira," teriakku mencari keberadaan si bocah, namun sudah ku cari kemana - kemana tidak juga ketemu.
"Astaga Rezel, kenapa kamu teriak - teriak. Bikin budeg telinga dengar teriakan kamu," hardik Tante Mira kepadaku.
Terdengar suara bantingan barang terjatuh tidak jauh dari aku berdiri. Aku pun beranjak dari hadapan tante Mira tanpa menjawab sama sekali celotehannya yang seperti bedug pecah menurut aku.
"Vira, jangan di lempar nanti kakinya kena pecahan beling kalau di lempar lagi," ucapku menahan si bocah Vira agar tidak membanting gelas yang tidak tahu entah dimana dia mendapatkannya.
Si bocah pun mendengarkan teriakan ku, ia sedikit paham dengan apa yang aku ucapkan.
"Abang, Vira mau ain," ucapnya yang ingin berlari menghampiriku dengan masih menggenggam gelas yang ada di tangannya saat ini.
"Vira, stop! jangan lari. Biar abang yang menghampiri kamu kesana, kamu tolong jangan beranjak ya dek!" ucapku membujuk Vira agar ia tidak mengejarku.
"Ain Bang," celotehnya lagi dengan suara khas anak kecilnya.
Aku pun menghampiri Vira yang berdiri tidak jauh dari tempatku berada. Namun terlebih dahulu, aku mengangkat bocah tersebut agar ia tidak terkena pecahan belling yang berceceran di lantai karena ulah si bocah yang sempat melempar gelas sebelum aku datang tadi.
"Kamu nakal ya!" ucapku sedikit lembut sambil menyentil telinganya.
"Bang atit telinga Vira," ucapnya yang sepertinya sedikit ingin menangis.
Aku sedikit heran, kenapa juga nih bocah bilang telinganya sakit. Padahal aku hanya sedikit menyentil telinganya, dasar nih bocah memang sedikit manja. Akan tetapi ulahnya membuatku sedikit senang dan sedikit menggemaskan di depanku.
"Cup cup cup, mana yang sakit dek coba abang tengok," ucapku yang ingin melihat apa benar ia sakit karena ku sentil tadi.
"Maafin abang ya dek," ucapku dengan membujuknya.
"Bang ain," ucapnya lagi yang ingin main bersamaku.
"Nanti ya! Abang mau bersihin ini dulu," ucap ku beranjak dari hadapan Vira untuk membersihkan pecahan yang berserakan di lantai.
"Abang itut," ucapnya yang sepertinya tidak mau melepaskan ku.
Aku pun mensejajarkan badan ku menghadap Vira yang saat ini berada di hadapanku. Aku menatap wajahnya yang saat ini sepertinya tidak mau jauh dariku dan ku beranikan membelai rambutnya yang di kepang dua seperti tanduk kuda untuk menenangkannya, agar ia mau mendengarkan ucapanku.
"Vira sayang, abang mau bersihin itu dulu ya. Nanti kita main lagi!" ucapku membujuk Vira sambil menunjuk ke arah lantai agar ia paham apa yang aku sampaikan.
Vira sepertinya mulai mengerti ucapanku dan ia mulai melepaskan rangkulan tangannya yang tadi sempat bergelayut manja di pundakku.
"Abang ati ain ya Bang," ucapnya berulang - ulang yang membuatku sedikit bosan mendengarnya. Namun itu membuatku sedikit terhibur karena kehadirannya. Aku yang dulu sempat membencinya seolah hatiku mencair karena kehadirannya.
"Iya nanti mainnya ya!" ucapku sambil beranjak dari hadapannya.
****
Saat ini, aku dan Vira sedang berada di ruangan yang telah di sediakan Mama untuk tempat bermain oleh Vira. Aku sedari tadi hanya memperhatikan Vira yang sedang asik bermain.
Aku yang sudah mulai sedikit bosan memperhatikan Vira bermain, mengambil sebuah buku yang tidak jauh dari tempat itu berada. Aku yang sedikit mempunyai hobi menggambar, memulai aksi ku dengan sedikit coretan yang ada di kertas untuk membuat sebuah gambar semenarik mungkin.
Vira yang sedari tadi asik bermain sendiri, datang menghampiriku. Ia duduk di kursi yang ada di hadapanku dengan pembatas meja di antara kami. Ia seperti memperhatikan ku yang sedari tadi asik menggambar.
"Abang bikin apa," ucapnya yang ingin tahu apa yang aku kerjakan saat ini. "Ra mau gambar juga," ucapnya lagi yang sepertinya juga ingin menulis.
"Boleh, tapi Vira disini dulu. Jangan di coret gambar abang ya, abang mau ambil buku sama pena buat Vira dulu," jawab Rezel.
"Mau itu," ucapnya menunjuk buku gambar yang ada di depan ku saat ini.
Aku pun hanya menghela napas kasar, udah capek bikin sebuah gambar malah si bocah menginginkan buku gambar yang sudah aku bikin sedari tadi.
Aku pun menatap wajah Vira yang sedikit lesu, karena aku mendiamkannya. Sebenarnya aku sedikit tidak tega melihat ia sedikit menekuk wajahnya dan sepertinya ingin menangis.
Hufft .... Apakah harus seperti ini kah menjadi bocah, yang mesti di turutin apa pun maunya, eits aku juga masih bocah sih, hanya saja saat ini umur aku yang lebih besar darinya.
Tidak tega, itu lah yang terpikir oleh ku. Aku pun sedikit berbesar hati memberikan buku yang ada di pegangan tangan ku saat ini.
"Ya sudah, tapi jangan di coret gambarnya abang ya dek!" ucapku memberikan pengertian kepadanya agar ia mengerti ucapanku.
"Ye ye ye," ucapnya senang menerima buku yang aku berikan kepadanya.
Aku pun beranjak dari tempat duduk yang sedari tadi ku tempati, sebelum aku beranjak dari sana terlebih dahulu aku memperhatikan Vira yang sedang asik menatap gambar yang ada di tangannya.
"Bang kemana," tanyanya lagi kepadaku.
"Abang mau ke toilet sebentar, mau pipis," ucapku sambil memegang perutku yang melilit karena sedari tadi menahan kencing.
Aku pun berjalan menjauhi Vira dan melangkahkan kaki ku ke toilet yang tidak jauh dari tempat Vira berada. Setelah selesai dengan acara buang air yang tadi ku lakukan, aku menghampiri Vira lagi yang sudah mulai mencoret - coret gambarku tadi dengan memberikan warna yang berbeda - beda dengan menggunakan pensil warna.
Aku hanya memperhatikannya tanpa ingin menegurnya sama sekali, karena aku tidak ingin nanti dia sedih apabila aku membentaknya.
"Rezel," teriak seseorang yang berada tidak jauh dari aku berdiri saat ini.
"Tante bisa tidak! jangan teriak - teriak disini, suara tante seperti petir yang menyambar yang memekakkan telinga," ucapku sedikit emosi karena ulah tante yang seperti bocah kesurupan.
"Hahaha emang enak?" ucapnya berjalan santai dan meninggalkan aku dan Vira yang berada disana.
"Emang dasar tante aneh," ucapku dengan kesal.
.............
Jangan lupa like dan komennya dan semoga ada yang suka dengan novel "Terjebak Cinta Si Bocah". Trims all supportnya🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
🎯™𝐑uri.hiat❁︎⃞⃟ʂ
tar juga kangen dg masa itu 🤣🤣🤣
2022-03-09
0
࿇ωΐຮε࿐🅟🅖 ✈️
utututuuuuu 😚😚
2022-03-02
0
✿⃝ᵀᴬᶠ♥︎єrͷa
mulai pehatian nih abang sama adek nya
2022-02-09
0