"Ah, bosan! Tidak ada handphone!"
"Jangankan handphone, jaringan juga pasti tidak ada di sini!"
"Oh, bagaimana nasib jutaan followers-ku? Apa mereka sudah meng-unfollow akunku karena mengira aku sudah mati?!"
Rose hanya bisa menunduk bingung mendengarkan celotehan Luz yang luar biasa kebosanan di dalam kamarnya. Kadang gadis itu berbaring lalu menaikkan kakinya ke dinding dan mulai mengoceh pada suatu hal yang tidak jelas sejak setengah jam yang lalu. Jangan salah, Nona nya tetap memakai gaun tapi sikapnya tidak ada anggun-anggunnya sama sekali.
Apa kepalanya terbentur parah sampai melupakan pelajaran penting tata kebangsawanan?
Ah, satu lagi. Nama Lovely Anderson sudah tiada, kini namanya berubah menjadi Brietta Odyssey de Cera. Ok, itu bagus. Sangat keren dan bergaya.
"Rose." Luz tiba-tiba berbalik dan hal itu hampir membuat Rose jantungan. "Apa aku boleh keluar?"
"Dari kamar ini?"
"Tentu saja!" Luz berdecak. "Jika boleh aku ingin keluar dari kehidupan ini."
"Jangan!"
"E-eh kenapa begitu?" Luz speechless saat Rose menangkupkan kedua tangannya. Bukankah itu terlalu berlebihan.
"Maaf jika perbuatan saya membuat Anda tidak nyaman tapi saya sama sekali tidak bermaksud untuk membunuh secara perlahan dengan memaksa Anda tetap tinggal di sini. Marchioness mengatakan Anda bisa keluar saat makan malam tiba, saya mohon bersabar sedikit lagi, nona."
"Makan malam katamu?!" Luz menoleh ke arah jendela, matahari masih begitu terik dan dia baru bisa keluar saat makan malam? Yang benar saja, dirinya bukan vampir!
"Marchioness-mu itu keterlaluan. Dia mengira aku diam saja seperti anjing peliharaan?" Luz bangkit lalu memasang sepatunya sendiri.
Rose tentu saja kelimpungan tapi itu hanya sesaat sebab keadaan tidak berjalan seperti ekspektasinya. Rose sebagai pelayannya selama tujuh tahun merasa sangat terkejut karena nona kedua dari Marquis Thompsville itu mendadak bisa memasang sepatunya sendiri.
"Nona, nona akan pergi kemana?"
"Jalan-jalan!" jawab Luz singkat. "Aku hidup sebagai diriku, bukan boneka Marchioness. Terserah dia akan melakukan apa, aku tidak peduli. Seumur hidup diriku adalah wanita bebas, bukan gadis menye-menye yang bergantung pada orang lain!"
Rose terlihat syok, "Kenapa Anda berkata seperti itu, sejak kapan nona bersikap begini?"
"Berhenti bertanya. Memangnya kenapa, ada yang salah?"
Tapi ini kesempatannya untuk mengorek sedikit cerita tentang Odyssey asli.
"Memangnya menurutmu aku dulunya seperti apa?"
"Anda tidak pernah melawan ucapan Marchioness meski itu akan menyusahkan Anda. Hampir setiap saat Marchioness tidak memberikan izin keluar dari manor house Thompsville tapi Anda tetap menerimanya. Tapi kali ini ... saya tidak mampu berkata-kata."
Oh, jadi nama tempat ini manor house Thompsville.
"Cepat kita keluar," perintah Luz yang sudah berlagak seperti ratu.
"Rencananya Anda akan pergi kemana?"
"Mungkin ke ... paviliun?" Luz mengucapkannya ragu-ragu karena takut jika prediksinya tentang adanya paviliun di rumah ini salah besar, tapi melihat Rose mengangguk patuh, rasa senang dan lega langsung memenuhi rongga dadanya. Tebakannya benar, di manor house Thompsville ada paviliun khusus dan Luz sangat suka dengan tempat indah seperti itu.
"Sebelah sini, nona."
Rose membuka pintu kamar dan dalam sekejap semua kemewahan yang berkilau menghampiri indra penglihatan Luz yang berbinar. Interior klasik yang bertakhtakan batu permata bukan hal tabu dalam rumah ini, dibandingkan dengan apartemen atau mall, rumah de Cera jelas lebih unggul.
Eh, apa tempat seperti ini masih cocok disebut rumah?
Disepanjang koridor menuju paviliun Luz melihat banyak lukisan-lukisan anggota keluarga yang lain saat menerima penghargaan. Ada potret pria yang sangat mirip dengan dirinya sedang memakai zirah perak sampai lukisan seorang gadis bersurai merah muda yang tersenyum manis tapi entah apa prestasinya sampai memiliki lukisan pribadi.
Luz tahu membayar pelukis sangatlah mahal di zaman ini. Tapi yang paling parah, tidak ada satupun lukisan Odyssey de Cera alias dirinya ditempel di dinding. Sialan.
"Ternyata budak keluarga sudah bangun, ya? Ngomong-ngomong bagaimana rasanya bunuh diri?"
Kalimat pedas yang mengalun merdu tersebut membuat Luz menoleh. Itu sosok asli dari lukisan si merah muda yang menggunakan gaun peach dan sepatu yang juga memiliki warna senada. Terakhir, jangan lupakan senyum angkuh selalu terpatri di bibirnya yang merah terang. Sangat merah sampai Luz berpikir, dia memakai gincu atau saos?
"Rasanya menyenangkan, apa kau mau mencobanya?"
Athene bergidik. Mati tidak ada di dalam kamus hidupnya karena menurut Athene de Cera, hidupnya sudah layak disebut seperti dewi, selalu dipuja-puja kaum Adam. Cara apapun akan ditempuhnya jika itu bisa membuat awet muda dan panjang umur.
"Manusia rendahan berani melawan," gumamnya kesal.
"Rendahan berteriak rendahan. Coba koreksi diri sendiri, kira-kira dari pakaian kita saja orang-orang sudah tahu siapa yang sebenarnya rendahan!" celetuk Luz masa bodoh.
"Nona...." Rose memanggilnya lirih sedangkan yang dipanggil sama sekali tidak menoleh ataupun takut.
Luz memang sedang memakai gaun panjangnya yang masih dalam lingkup sederhana dan sopan, berbanding terbalik dengan Athene gaun super pendeknya yang hanya bisa menutupi sampai setengah dada ditambah punggung terekspos bebas.
Maksud Luz, ini di rumah, bukan di pesta kenapa dia berpakaian seperti itu?
"Dan apa yang kau katakan tadi, budak keluarga? Heh, jika kau lupa rambutmu tidak sama dengan kami. Apa kau yakin dirimu benar-benar anggota keluarga de Cera atau jangan-jangan ... Ah, begini saja. Biar ku beri tahu. Keadaan bisa terbalik kapan saja, nona besar, jadi jangan bersikap sombong pada anggota utama sepertiku."
Athene mendidih hingga terlihat wajahnya begitu memerah. Ia kehabisan kata-kata. Warna rambutnya yang merah muda kadang membanggakan dan kadang menyebalkan bagi Athene. Bagaimana tidak, anggota keluarga yang utama harus memiliki warna rambut dan mata ala de Cera tapi berkah itu tidak diberikan padanya tapi justru pada anak perempuan yang tidak diminati. Tapi di sisi lain, warna merah muda yang cerah juga sangat disukai oleh bangsawan-bangsawan walau tak berpangkat duke, setidaknya Athene berhasil menggaet Marquis Galilee, mantan tunangan Odyssey sampai mereka gagal menikah.
Akhirnya gadis itu beranjak dari sana dengan pelayannya yang tergopoh-gopoh mengejar langkah si nona angkuh.
"Terkenal karena nama keluarga saja sok berkuasa, bagaimana jika dinobatkan menjadi putri mahkota? Cih, bisa-bisa satu negara ingin dikuasainya," gumam Luz sambil menatap sinis pada belokan terakhir yang dilalui Athene sebelum menghilang dari pandangannya.
"Nona tidak seharusnya seperti itu." Rose merasa panik, "Lady Athene mungkin akan melaporkan hal ini kepada Marchioness."
"Oh, jadi selain manusia rendahan, dia juga tukang adu?" Luz sama sekali tidak takut. "Mau itu Marchioness, marching band, merchandise, atau apapun itu, aku tidak takut apalagi hanya anak mama seperti perempuan tadi."
Luz tersenyum miring, melipat kedua tangannya di depan dada lalu melanjutkan perjalanannya menuju paviliun. Setidaknya perlu beberapa jam lagi sampai jam makan malam dimulai.
Rose terhenyak. Siapa orang yang bersamanya saat ini, dia seolah tidak mengenal nona mudanya sama sekali. Lady Odyssey terkenal penurut, sabar, dan lemah lembut bukan pemberontak, suka melempar balik hinaan yang ia dapat, dan yang lebih penting; Rose tidak bisa lagi memprediksi apa yang ada di pikirannya.
Nona kedua de Cera berubah drastis saat kejadian itu. Entah Rose harus bersyukur atau sebaliknya, yang penting Lady Odyssey kembali sehat bahkan lebih bersemangat untuk hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
imah umaraya
ya Luz,jangan mau di tindas...💪💪💪
2021-10-13
2
mita aulia
karakternya menarik nih
2021-05-25
3