Bab 11

💮 Selamat membaca💮

Gerry tiba di rumah menjelang tengah malam, ia turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah, Ia melihat mamahnya masih menonton tv di ruang keluarga.

"Mamah nunggu aku?" tanya Gerry, ia mendekat lalu mencium punggung tangan mamahnya. Nyonya Arini mengangguk. Binar matanya tersirat kesedihan dan Gerry dapat melihat itu.

"Ger, mama harap kamu jangan pernah menyakiti Dian. Mama sudah terlanjur sayang padanya." Ucap nyonya Arini.

"Ada apa sih mah? apa jangan² Dian benar² terkena sindrom itu?" tanya Gerry was².

"Sepertinya memang begitu Ger, tadi mama sudah menceritakan tentang perubahan² yang Dian alami, dan dokter Fany merasa jika memang itu gejala awal. Dan bisa menjadi lebih parah, bahkan depresi. Dan mama takut itu terjadi." Ujar nyonya Arini, sudut matanya telah basah. Gerry tak tau jika kondisi Dian seperti itu. Bahkan dia menyesal telah menggoda Dian.

Saat dalam perjalanan Gerry mencari tahu tentang sindrom baby blues yang Dian alami. Bahkan di artikel itu juga mengatakan bahwa kemungkinan terburuk adalah menyebabkan gangguan mental hingga tindakan bunuh diri. Dibeberapa kasus ada yang sampai menghilangkan nyawa anaknya.

"Apa sebaiknya, kita cari pengganti ibu susu untuk Zafa? pertanyaan Gerry membuat nyonya Arini menatapnya Tajam.

"Apa maksud kamu Ger?" ketus nyonya Arini, Gerry menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sepertinya ia salah bicara.

"Maksud Gerry, biar kita bisa fokus menyembuhkan Dian mah." Kata Gerry.

"Tapi idemu akan memperburuk keadaannya Ger." Kata nyonya Arini, kemudian ia melanjutkan, "Apa kau tau faktor utama pemantik sindrom yang Dian derita?" tanya nyonya Arini, sepertinya ia harus membagi kisah hidup Arini pada Gerry, agar putranya itu bisa menjaga Dian.

"Dian, bertemu ibu setelah melahirkan Zafrina. Dia ternyata hanya rahim sewaan dan parahnya lagi, ia menjadi rahim sewaan Karena dijual oleh pamannya, Selama menjalani kehidupannya bersama pamannya Dian selalu ditindas, ia dituntut untuk menafkahi keluarga pamannya alih² balas budi. Dan setelah menjadi rahim sewaan pun Dian kembali lagi di uji, dia di beri syarat jika bayinya laki² maka akan menjadi milik si penyewa tapi jika bayinya perempuan, maka pria itu akan meninggalkan Dian dan Bayinya."

Ucapan nyonya Arini tentang Dian seperti sebuah belati yang menusuk hati Gerry berulang ulang. Bagaimana bisa ada laki² yang sekejam itu memperlakukan wanita, dan lagi keluarga macam apa yang dimiliki Dian hingga mereka tega berbuat seperti itu? Pikir Gerry.

"Gerry janji sama mamah, Gerry akan membuat Dian sembuh. Dan Gerry akan membalas semua perbuatan orang² itu pada Dian." Kata Gerry dengan bersungguh hati. Batin nyonya Arini merasa senang putranya sudah sedikit demi sedikit menerima kehadiran Dian tanpa ia sadari.

"Tapi mah, Gerry bingung. Dian pagi tadi mendiamkanku, dan berbicara dingin padaku" Sambung Gerry.

"Yang penting kau jangan membahas soal Selena, karena Dian kemarin sempat ragu jika menikah denganmu. Katanya dia sebenarnya ingin menikah dengan orang yang ia cintai dan mencintainya, sedang kau selalu memikirkan Selena. Dia merasa kau hanya memanfaatkannya. Ucap nyonya Arini sedikit berbohong.

"Mamah kenapa baru bilang sekarang? mamah harus kasih tau Dian, jika aku akan berusaha mencintai dia." Kata Gerry, Nyonya Arini tersenyum, ia lalu melihat jam yang berdetak di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 pagi.

"Ya sudah, mama sudah ngantuk." Kata nyonya Arini sambil berdiri. Gerry pun mengekor di belakang nyonya Arini.

Di sudut lain, Didi hampir setiap hari ada di sana, ia benar³ frustasi karena perasaannya pada Dian. Bahkan sudah 2 hari ini dia bercinta dengan para gadis yang mendekatinya. Aldo sampai heran dengan tingkah sahabatnya itu.

"Lo kenapa sih Di? patah hati?" tanya Aldo asal namun siapa sangka Didi malah justru mengangguk. Didi kembali menenggak minumannya. Mata pria itu bahkan berkaca².

"Iya Do, hati gue sakit banget Do, nyesek!" kata Didi, kepala pria itu terus menempel di meja bar. Aldo merasa iba, tetapi ia juga penasaran siapa wanita yang membuat Didi yang tampan itu sampai patah hati.

"Ya elah ... lo kan play boy kelas kakap, masak iya patah hati?" Ujar Aldo tak percaya. Tapi lagi lagi kata yang Didi ucapkan membuatnya semakin yakin.

"Lo ga ngerti gimana rasanya jatuh cinta, trus menunggu, eh giliran udah waktunya ngomong cinta, malah Doi diembat orang." Ucap Didi merancau.

Aldo sebenarnya ingin tertawa, tapi melihat kondisi sahabatnya sepertinya apa yang di alami Didi adalah kenyataan.

"Sabar sob, kan Lo pernah bilang kalo cinta datang dan pergi sesuka hati. Siapa tau setelah ini Lo ketemu gantinya?" Kata Aldo menenangkan Didi.

Namun justru Didi meraung, bayang² wajah Dian yang tersenyum padanya, membuat ia seakan tak rela membaginya dengan yang lain.

Perkenalan dirinya dengan Dian benar² membekas di hati Didi. "Kenapa Dian, kenapa bukan aku? aku mencintaimu Dian, sedangkan dia? dia hanya memanfaatkanmu."

Gerry masih terjaga, ia berdiri di balkon sambil menyesap rokoknya, Gerry merokok jika sedang stres dengan pekerjaan, atau memiliki masalah dengan Selena, namun kali ini Gerry merokok karena ia terus memikirkan ucapan mamanya tentang Dian.

"Aku akan membuat perhitungan pada mereka yang sudah menyakitimu Dian." Gumam Gerry.

Saat Gerry disibukkan dengan pikirannya, dari pintu penghubung terdengar suara gemericik air, mungkin asalnya dari kamar mandi di kamar putranya.

Semenit

Lima menit

Lima belas menit

Tiga puluh menit berlalu

Namun gemericik air itu tak kunjung berhenti. Pikiran Gerry mendadak kalut, ia takut jika Dian berbuat nekat. Setelah mematikan rokoknya, Gerry bergegas berlari untuk membuka pintu penghubung, dengan panik ia menggedor pintu kamar mandi itu.

"Dian cepat keluar! jika kamu tidak segera membuka pintu aku akan mendobraknya." Kata Gerry sembari menggedor pintu, tak peduli dengan kedua bayi yang ada di kamar itu.

Saat Gerry akan mendobrak pintu, tiba² knop pintu diputar dari dalam, tubuh wanita itu bergetar saat membuka pintu.

"Tu-an.. !" seru wanita itu dengan gugup.

Gerry menatap wanita di hadapannya itu, ini tidak seperti yang ia bayangkan.

"Ngapain pagi² bi Esih mandi di kamar anak²?" tanya Gerry geram.

"Maaf tuan, saya di suruh nyonya mendampingi neng Dian. Makanya mumpung neng Dian masih tidur, bibi mandi." kata bi Esih menjelaskan. Gerry benar² tak melihat Dian yang pulas tertidur