Yuk di goyang jempolnya...
***********
Namaku Cantika Hidayat, anak pertama dari dua orang bersaudara.
Aku lahir dan besar di Kota Manado.
Ayahku anak perantauan dari Jakarta menikah dengan Ibu ku yang asli Manado.
Setahun setelah aku lulus SMA, ayahku meninggal karena serangan jantung yang membuat hidup keluarga kami terguncang baik dalam segi psikis dan finansial.
Ayahku yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang ojek, meninggalkan satu buah motor keluaran tahun 2000 dan rumah sederhana untuk kami berteduh.
Dari sinilah cerita hidupku di mulai..
...******...
Hari ini mungkin adalah hari paling sial seumur hidupku. Aku yang berprofesi sebagai tukang ojek mengantikan ayah ku yang telah pergi mendahului kami semua, pagi tadi mendapat fiktif order dari seseorang.
Saat sampai disana untuk menjemput kostumer yang memesan namun ternyata tidak pernah ada. Aku malah harus kehujanan di hari yang masih terbilang pagi itu.
Udara Manado jika sedang hujan pada pagi hari cukup dingin untukku yang hanya memakai kaos tipis dengan jaket ojol yang membungkus tubuh bagian atas ku, dan celana panjang hitam yang selalu aku pakai hampir setiap hari karena nyaman untuk ku gunakan. Dengan sepatu kets murah yang aku beli di pasar 45 saat sedang obral waktu itu.
Sembari menunggu hujan reda, aku berhenti di halte bis yang kondisi atapnya sudah bolong banyak. Tapi mau tidak mau hanya disana aku bisa berteduh sebelum aku jauh lebih basah kuyup karena air yang turun dari langit ini.
Tiba-tiba ponsel di tas kecil yang selalu aku kalungkan di leher ku berbunyi nyaring.
Terlihat nama Utu, panggilan sayang keluarga kami untuk adik laki-laki ku yang bernama asli Tampan Hidayat.
"Halo Tu.."
"Kakak dimana? Kita da tunggu daritadi nda muncul-muncul reken no.. So Lat kita mo ka kampus ini Ka.."
(Aku tunggu kakak sejak tadi nggak datang-datang. Udah terlambat aku ini mo ke kampus).
"Disini ba Ujang Tu.. Ngana pesan Jo ojek laeng. Kita nda mo dapa kasana ini!".
(Disini hujan Tu.. Kamu pesan ojek lain saja. Aku nggak bisa kesana!).
Terdengar suara helaan nafas di seberang sana, "Biar Jo dang.. Kakak hati-hati ne, plang-plang ba bawa motor."
(Ya udah.. Kakak hati-hati yah, pelan-pelan bawa motor nya).
"Iyo, Utu le hati-hati ne. Belajar Bae-Bae di kampus supaya boleh cepat lulus kuliah kong dapa kerja bagus. Daa.."
(Iya, Utu hati-hati juga. Belajar baik-baik di kampus supaya cepat lulus kuliah dan dapat kerja bagus. Daa..)
Panggilan telepon itu pun berakhir setelah kami saling mengingatkan satu sama lain.
Adik ku Tampan berkuliah di salah satu Universitas terkenal di Kota Manado, mengambil jurusan Sastra Inggris di Fakultas Ilmu Budaya. Dia baru saja masuk semester tiga bulan ini.
Tampan sebenarnya tidak mau kuliah, dia ingin langsung bekerja saja masuk di salah satu toko retail berwarna biru kuning merah itu setelah lulus SMA.
Tapi aku bersikeras agar adik ku itu kuliah saja. Setidaknya biar aku saja yang cuma lulusan SMA diantara kami berdua. Aku ingin Tampan bisa sukses dan bisa merasakan bagaimana menjadi anak kuliahan seperti teman-teman nya yang lain.
Aku kasihan padanya meski kuliah, Tampan juga mengambil kerja part time di salah satu restoran mewah di kota Manado.
Katanya dia tidak mau hanya aku dan Mama saja yang mencari uang untuk dia kuliah dan makan, lelaki yang tidak pernah malu dengan statusnya yang mahasiswa tapi juga seorang pelayan restoran itu. Memang sejak dulu sangat mengerti bagaimana susahnya kehidupan kami setelah Papa meninggal.
Mama sampai harus bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan kami sekeluarga, padahal saat itu aku juga sudah mendaftarkan diri di universitas pilihan ku waktu itu.
Tapi apa daya, manusia lagi-lagi hanya bisa merencanakan dan Tuhan lah yang menentukan.
Aku rela melepaskan sebagian mimpi ku untuk bisa kuliah dan bekerja di bank swasta, demi agar adik ku bisa memiliki kehidupan yang lebih baik.
Karena di Kota ku ini, pria akan menjadi seorang kepala keluarga yang dari segi finansial dan pendidikan, haruslah baik. Belum lagi dengan latar belakang keluarga yang ikut menjadi nilai tambah pria tersebut.
Aku tidak ingin adik Tampan ku itu, harus putus cinta hanya karena masalah-masalah seperti itu di kemudian hari.
Selama sejam lebih aku menunggu di halte bis, hujan pun perlahan mulai reda. Aku kembali mengaktifkan aplikasi ojol di ponsel ku, yang sempat aku matikan tadi karena kesal dengan orderan fiktif yang aku dapatkan.
Dan aku bersyukur sekali, saat aplikasi itu diaktifkan. Aku mendapatkan orderan untuk mengambil barang dari toko bangunan yang terletak di kawasan Malalayang.
Aku pun langsung tancap gas menuju toko bangunan tersebut, dengan hati yang gembira. Setidaknya bintang yang akan aku dapatkan hari ini dari kepuasaan konsumen akan bertambah pikirku.
Dalam perjalanan menuju kesana, tiba-tiba aku ditabrak oleh sebuah mobil dari arah belakang.
Bruukkkk...
Aku terjatuh dari atas sepeda motor yang masih melaju. Untung saja aku tidak sampai terpental jauh ke depan jika tidak, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku yang saat itu di depan motor ku ada mobil sepuluh bola yang juga sementara melaju.
Saat jatuh, aku refleks menahan tubuhku dengan kedua tangan. Namun lebih bertumpu pada tangan kanan yang memang menurutku lebih kuat dibanding tangan kiri.
Bunyi 'kretak' sempat aku dengar tadi, dan aku yakin pasti tangan ku retak atau bahkan yang terburuk patah.
Warga sekitar dan pejalan kaki datang berbondong-bondong mendekati ku yang masih tidak berdiri dari tempat jatuhnya aku.
Aku sempat meringis saat mereka ingin mengangkat ku berdiri duduk di trotoar jalan yang seketika itu juga langsung macet, karena tabrakan tidak terduga ini.
Aku lihat seorang pria tambun yang berada di belakang seorang ibu yang membantu ku berdiri tadi, tampak marah-marah pada seorang pria yang aku yakin sebagai orang yang menabrak ku tadi.
Sesaat aku bisa melihat kalau pria itu adalah orang berada. Terlihat dari jam tangan mahal yang dipakainya, kacamata yang digantungkan ke leher dalam kerah kemeja nya, dan tentu saja mobil mahal miliknya yang baru saja menabrak aku tadi.
Aku dengar dia berkata akan membawa ku kerumah sakit, aku pun mengiyakan saja saat dua orang ibu-ibu memapah ku kembali masuk kedalam mobil sport pria itu, yang wangi mobilnya tercium maskulin.
Aku bingung, apa lelaki ini menyemprotkan juga minyak wangi yang dia pakai di dalam mobil ini? Bau antara manusia dan benda tidak ada bedanya.
Pria itu menanyakan siapa nama ku dan aku hanya menjawab saja tanpa mau menanyakan kembali siapa dia.
Aku memang malas berbicara dengan orang asing kecuali konsumen yang memakai jasa ojol untuk ku bekerja mengumpulkan pundi-pundi uang dan bintang.
Saat aku tanya kenapa dia menabrak ku, lelaki itu tampak gelagapan tidak tahu harus menjawab apa. Aku yakin kalau dia berbohong padaku, terbukti karena dia mengatakan kalau aku berhenti mendadak di depannya yang saat itu justru lalu lintas sedang berjalan pelan meski kadang tersendat.
Aku tahu kalau dia pasti sedang sibuk dengan telepon genggamnya yang aku lihat sedang terenggok di bawah kakiku.
Inilah mengapa aturan polisi mengatakan untuk jangan menelepon atau menerima telepon saat sedang membawa kendaraan, karena selain membahayakan diri sendiri itu juga ikut membahayakan para pengguna jalan yang lain.
Saat aku dibawa masuk ke dalam ruang IGD, aku mendengar kalau perawat memintanya untuk mengurus administrasi dulu.
Aku sempat melirik sekilas lelaki yang kini seperti orang kebingungan mencari letak tempat pendaftaran pasien IGD disana. Itu terakhir kali aku melihatnya, setelah itu dia tidak pernah muncul lagi di depan ku.
"Cewe.. Nanti ada dokter tulang ne mo priksa dulu, abis itu mo Rontgen tu tangan. Tako kage Kong ada yang patah, soalnya itu so dapa Lia biru kwa.."
(Nona.. Nanti ada dokter tulang yang akan memeriksa mu, setelah itu akan di Rontgen tangannya. Takutnya nanti ada tulang yang patah, soalnya tangan mu yang sakit itu kelihatan sudah membiru).
Perawat yang tadi sempat terpana menatap pria penabrak aku, bersuara.
Aku sudah dipakai kan Gips dengan kain yang dikalungkan ke leher ku. Aku cemas, takut jika tulang ku benar-benar patah.
Aku tidak bisa bawa motor kalau sampai benar tangan ku patah, Mama pasti akan semakin susah kalau begini.
Sial! Ini gara-gara pengemudi yang sedang asyik menelepon, dan membuat aku menderita dan kesusahan seperti ini. Lihat saja bagaimana dia bertanggung jawab padaku setelah menabrak ku tadi. Pria sialan itu bahkan tidak menunjukkan batang hidungnya lagi di depanku.
"Mmm.. Sus, dimana cowo yang da bawa pa kita kamari?," ragu aku bertanya.
(Sus, dimana pria yang membawa aku kemari?).
"Oh.. tu cowo ganteng so pigi kata. Tadi dari bagian administrasi ada ba telpon Kong bilang kalo dia so Kase tinggal satu juta for ngana pe pengobatan disini, mar dia bilang Kase tau kata kalo ada le yang kurang. Dia kwa da Kase tinggal kartu nama disana!."
(Pria ganteng itu sudah pergi. Tadi dari bagian administrasi menelepon dan bilang kalau dia sudah tinggalkan uang satu juta untuk pengobatan kamu, tapi dia juga bilang kasih tahu kalau masih ada yang kurang untuk biayanya. Dia meninggalkan kartu namanya di bagian administrasi!).
...∆∆∆∆∆∆∆∆∆...
Masih berlanjut ini Guys..
Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian disini yahh..
Sebarin bunga yang banyak,, lalu kopi untuk menemani pagi Author
Terima kasih 🌹🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Bakulgeblek
itulah... mknya pikir dulu sblm bertindak... kdg efek dr perbuatan kita gk hanya sbtas pd fisik personnya, bs sampe ke pendapatannya, keluarganya, dsb...
✌😁
2021-12-19
0
sandi
tokoh cewenya unik2
2021-12-16
0
Tri Sulistyowati
semoga aimcowok bertanggungjawab
2021-10-09
0