"Tapi kenapa?"
“Apa kau sepatah hati ini sampai rela melakukan apapun untuk melupakan masa lalumu?” tanya willy.
Elsa memilih diam beberapa saat. Jika boleh memilih, ia bahkan tidak ingin berada di posisi seperti sekarang. Mengalami patah hati di usia muda bukanlah sesuatu yang mudah. “Aku sudah mencoba melupakannya. Tapi tetap tidak bisa.”
“Kenapa kau tidak mencoba mencari pacar baru? Kau masih muda, cantik, dan aku rasa kau bisa mendapatkan siapapun yang kau inginkan.”
“Bukankah pertanyaan itu harusnya kau tanyakan pada dirimu sendiri?” Elsa menatap Willy setelahnya. “Kau seorang dokter. Pasti banyak wanita yang mengejarmu, kan?”
Perlahan senyum tipis hadir di sudut bibir Willy. Pikirannya kini terarah pada seorang wanita yang telah merebut seluruh hatinya dan tak menyisakan ruang sedikitpun untuk yang lain. Seluruh cinta yang ia miliki telah terkubur bersama shanum. Dan dari sekian banyak wanita yang menjalin kasih dengannya, belum ada satu pun yang mampu merebut hatinya hingga kini. “Setidaknya aku berusaha mencari penggantinya. Sedangkan kau? Kau malah ingin bunuh diri dengan melompat ke jembatan.”
Raut wajah Elsa pun berubah, mengingat hari pertemuan menyebalkan yang terjadi antara dirinya dan Willy. Dengan kesal ia melayangkan pukulan ke perut bagian kiri Willy, dekat dengan bekas jahitan, sehingga Willy mengaduh. Namun walau begitu kegalakan elsa adalah sesuatu yang menggemaskan bagi Willy.
“Aku kan sudah bilang, aku di sana bukan untuk bunuh diri. Aku mau mengambil kalung ibuku yang terjatuh. Kalau bukan karena kau yang mengagetkanku, maka aku tidak akan sampai jatuh dari jembatan itu.”
“Baiklah, aku akan pura-pura percaya,” ucapnya dengan sisa tawa. “Kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau tidak mencari kekasih yang baru? Kenapa kau memilih tenggelam pada kesedihanmu sendiri.”
“Memangnya siapa yang mau dekat denganku?” lirihnya. “Mereka baru mendengar namaku, sudah kabur lebih dulu. Ketiga kakakku sangat berlebihan. Mereka tidak mengizinkan siapapun mendekat padaku. Terutama Kak Zian. Dia bahkan mampu menculik siapapun yang mencoba mendekat padaku.”
"Itu wajar. Kau adik perempuan satu-satunya. Menjagamu tentu saja menjadi prioritas mereka. Mereka tidak mau kau patah hati."
Cairan bening mulai menggenangi bola mata Elsa. Ia tahu ketiga kakaknya sangat menyayanginya. Akan tetapi perlakuan mereka yang posesif kadang membuatnya tertekan. Mereka selalu mengawasi siapapun yang dekat dengan Elsa.
"Lalu sekarang ini apa?" Elsa mengusap air mata yang telah berada di ujung matanya, agar tidak sampai jatuh ke pipi. "Bukankah ini sama saja?"
"Apa kakakmu tahu kalau kau memendam perasaan pas Dimas?"
Elsa menjawab dengan gelengan kepala. Selama ini, ia merahasiakan perasaannya dari ketiga kakaknya. Juga dari Dimas dan Anita. Jika di hadapan semua orang ia dapat berpura-pura ceria, namun tidak kali ini. Ia ingin egois dan melupakan semua rasa sakitnya.
"Kakakku tidak tahu tentang itu dan tidak akan pernah tahu. Karena aku tidak akan pernah mengatakannya. Lagi pula Kak Zian pasti akan merasa bersalah jika tahu yang sebenarnya. Karena dialah yang memaksa Kak Dimas untuk menikahi Kak Anita."
Untuk pertama kalinya Willy melihat sisi dewasa dalam diri Elsa. Walau pun gadis itu sakit hati, namun tidak membuatnya gelap mata dan menjadi orang ke tiga di antara Dimas dan Anita. Laki-laki itu paham betul betapa sakitnya melihat orang yang dicintai hidup bersama orang lain.
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Bagiku bisa setiap hari bertemu dengan Kak Dimas di kantor adalah sebuah keberuntungan."
Ada perasaan iba di hati Willy pada gadis itu. "Aku bisa mengerti perasaanmu. Tidak mudah untuk terus berpura baik-baik saja padahal sebenarnya kau rapuh. Tapi aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bisa meneruskan perjanjian kita. Aku bukan orang yang tepat untuk bisa membantumu keluar dari patah hatimu." Willy berdiri dari duduknya, kemudian menuju meja dan menyambar kunci mobil. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang."
Entah Elsa harus senang atau sedih. Setidaknya walaupun Willy terkenal playboy, namun satu yang diyakini oleh gadis itu, bahwa Willy tidak seburuk penilaian orang di luar sana. Akhirnya Elsa pasrah. Meskipun merasa tubuhnya tidak begitu sehat akibat telalu lama kehujanan, ia bangkit dan mengekor di belakang Willy yang kini berjalan menuju pintu. Ia mencoba menajamkan penglihatannya yang memburam akibat pusing.
Sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Saat akan melewati pintu, langkah kakinya tiba-tiba terhenti. Wajahnya memucat dan sorot matanya sayu.
"Kak Willy ..." panggilnya dengan suara nyaris berbisik, membuat Willy menoleh kebelakang.
"Ada apa lagi?"
"Aku me-ra-sa..." Belum sempat Elsa menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja ia ambruk. Beruntung Willy dengan sigap menangkap tubuhnya, sehingga tidak terbentur ke lantai.
"Elsa!" teriak Willy sembari menepuk pipi kiri Elsa. Ia meletakkan punggung tangannya di dahi gadis itu. "Demam?" Willy segera membawa Elsa ke dalam dan membaringkannya di sebuah sofa panjang.
🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵
_
_
_
_
_
_
_
_
_
Setelah memeriksa keadaan Elsa dan memastikan gadis itu hanya demam biasa, Willy meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
Setelahnya, ia kembali terfokus pada Elsa. Membenarkan selimut yang menutupi tubuh gadis itu. Tangannya terulur membelai wajah pucat Elsa. Tiba-tiba perasaan aneh merasuk ke dalam hatinya. Entah mengapa ia ingin melindungi gadis rapuh itu agar tidak lagi terluka. Namun Willy sadar, seluruh hatinya masih milik Shanum dan jika dipaksa, maka hanya akan menambah luka bagi keduanya.
Tanpa Willy sadari, ibu jarinya kini mengusap bibir gadis itu, membuat nya tersenyum tipis. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ciuman pertamanya akan terjadi dengan seorang gadis seperti Elsa. Ya, ciuman pertama.
Walau pun menjalin kasih dengan Shanum selama satu tahun lebih, namun ia bukanlah tipe laki-laki yang akan mengambil sesuatu yang belum menjadi miliknya. Pun dengan beberapa wanita yang pernah berkencan dengannya. Akan tetapi dengan Elsa sungguh berbeda. Willy bahkan tidak dapat mengartikan perasaannya itu.
Bel berbunyi beberapa kali, membuyarkan lamunan Willy. Sepertinya makhluk yang berada di balik pintu sangat tidak sabar untuk dibukakan pintu, sehingga beberapa kali menekan bel.
Laki-laki itu berdiri dari duduknya, menuju pintu dan memutar gagangnya. Saat pintu terbuka, tampaklah seorang pria berwajah bule, yang menatap tajam pada Willy.
"Dimana adikku?"
Zildjian Maliq Azkara, salah satu kakak lelaki Elsa kini berada di ambang pintu. Ia adalah seorang bekas mafia dan merupakan kakak yang paling posesif di antara ketiga saudaranya.
Willy meneliti pria itu dari ujung kepala ke ujung kaki. Ialah orang yang paling bertanggung jawab atas patah hati yang dialami Elsa sekarang. Dan, tanpa menjawab pertanyaan itu, Willy mempersilahkan Zian untuk masuk.
********
ada yang masih ingat si Abang satu ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Sweet Girl
o'ooo ternyata eh ternyata si Willy masih perjaka...
2024-07-03
1
Aishyandra Junia
ingat lah thor si biangkerok ahlinya menculik😂
2024-06-19
0
Wani Ihwani
aqu ingat x lah tor aqu baca tentang Zian, 2x
2024-04-23
0