Perpindahan 2 Dunia

Perpindahan 2 Dunia

Dimensi lain

Keyboard bersuara keras disebuah ruangan pojok, terus bergetar bersuara tak henti-henti, tepat tengah malam, pukul 01.00 pagi komputer masih menyala terang, dengan berkeringat ia masih fokus didepan komputer, beberapa kardus mie tergeletak tak rapi di samping komputer dan beberapa botol kaleng minuman yang sudah kosong berjatuhan dilantai, benar-benar kamar yang berantakan.

"Ayolahh cepat!!!" suara itu muncul juga.

Tangan yang masih bergerak dimeja, matanya fokus kedepan, matanya yang sudah sayu tetapi masih dipaksanya untuk terus terbuka lebar.

"Sialan!!!!" umpatnya, permainan game pun berakhir.

Seseorang datang dan mengetuk pintu kamarnya, dengan suara keras seseorang itu memanggilnya.

"Gil!!" ucap seseorang itu seraya mengetuk pintu dengan keras.

Rasa malas menyelimuti pria yang masih duduk didepan komputer, ia memutar bola matanya, dan berjalan dengan rasa malas membuka pintu, sebenarnya sudah beberapa kali hal seperti ini terjadi.

"Hm?" pria itu membuka pintu.

"Dasar bodoh, pukul berapa ini?" seseorang itu menyelonong masuk kedalam kamar.

"Kau sudah hafal kan"

"Kamar yang benar-benar bau bokong kuda" ucap seseorang itu seraya menjelajah kamar.

"Fa refa cepat keluar, aku ingin tidur!"

"Benar ya, ayah lebih suka aku" seseorang yang bernama refa itu beranjak mendekat ke arah pria yang bernama agil itu.

"Anak yang cerdas tapi tidak digunakan dengan baik, aku pikir ayah akan lebih membanggakan mu, tapi dunia sepertinya terbalik"

Pria itu, agil hanya diam.

"Mungkin ayah sudah malas mengeluarkan kata-kata yang selalu kau hiraukan, aku harap ayah bisa memikirkan kembali kata-katanya dan membuatmu bisa kuliah"

"Tidak" jawab agil singkat.

"Sebagai adikmu aku selalu memikirkan tentang masa depan, dan kau selalu menjawab 'tidak' apakah sesulit itu untuk saling terbuka?"

"Kau kesini hanya untuk ini? aku tidak butuh penjelasan darimu" agil mendorong refa keluar tapi ditahan olehnya.

Refa melanjutkan.

"Entahlah seperti apa ibu melihatmu diatas sana, kalau ternyata anak pertamanya tidak bisa membanggakan ayahnya dan adiknya"

Agil terdiam sejenak.

"Sudah beberapa kali ayah diam lhoh gil, menahan semua amarahnya ketika ia ingin marah, selalu aku tahan tapi hari ini, aku tidak bisa menahan semua, tidak bisakah kau berpikir, selalu saja egois, tidak seperti ini caranya, ibu tidak ada dan kau seperti menghancurkan dirimu sendiri!!!!"

Agil meneteskan air matanya.

"Lihat pecundang seperti mu ini!!!! hanya pecundang yang tidak pernah memikirkan orang lain!!! ibu menangis setiap saat diatas sana!!!"

"Diam!!!!!!!!" teriak agil setengah terisak.

"Keluar dari kamarku bodoh!!!!" ucap agil.

Refa masih terdiam seraya menatap kosong agil.

"Semoga setelah ini kau bisa berpikir dengan baik" refa lalu beranjak pergi.

Agil masih terdiam, wajahnya memerah, air matanya yang siap berjatuhan, ia menutup pintu, dan menjatuhkan diri kekasurnya, menatap kosong atap kamarnya, sempat terlintas seegois apa dirinya?

Matahari muncul dengan cahaya khasnya, angin pagi yang berhembus, agil masih terdiam dikasurnya, benar ia tidak tidur sampai ia bisa melihat jelas kantung matanya semakin hitam, ia malas beranjak, apalagi keluar untuk mengambil sarimi didapurnya, perutnya bunyi tak henti-henti.

Tiba-tiba ada suara yang memanggil namanya dijendela kamarnya, agil beranjak mendekat, dan melihat kebawah.

"Gil!!" ucap randi dan gilang, teman dekat agil.

"Diam bodoh" jawab agil.

"Ayok ah ke tempat biasa" ucap randi.

Tanpa basa basi, agil membuka jendela dan menyelusuri beberapa pondasi rumahnya untuk turun kebawah.

"Kau kenapa?" tanya gilang penasaran.

Agil hanya menyampingkan kepala tanda kebingungan.

"Ah.. sudahlah kita tahu sendiri kan?" ucap randi menggandeng kedua tangan agil dan gilang, lalu beranjak pergi.

Sebuah bar yang tidak terlalu populer ditepi jalan adalah tempat biasa yang selalu membuat mereka bertiga bisa tenang, seperti malaikat tak bersayap randi dan gilang seperti tau agil sedang banyak pikiran, mereka selalu mengajak agil pergi ketika agil sedang dilanda masalah.

"Aku biasa om" ucap randi dengan suara lantangnya.

Seseorang yang bekerja dibar itu mendekat, om risu, karena mereka sudah saling mengenal.

"Gil kenapa kau?" tanya om risu.

"Biasa om, lagi T*I banget rasanya" agil tersenyum tipis.

"Lain kali nyicip wiski rasa lemon biar plong T*I nya"

Randi dan gilang kebingungan.

"Apaan si om" dijawab gilang.

"Lhoh kalau rasa lemon itu enak kalau udah sampe mulut, plong...."

"Ya, ya deh, buatin pesenanku too" ucap randi

"Jujur deh gil, game yang waktu itu kau download, bener-bener bikin aku gabisa berhenti dari hp" ucap gilang

"Lang kau kuliah loh, jangan ngada-ngada to" randi menimpali.

"Tugas masih numpuk tapi game tetep prioritas"

"Sudah gila kau" ucap randi mempalingkan wajah.

"Kau? Hari ini ga kuliah lang?" ucap agil.

"Tau ni anak" randi menyela.

"Bolos kan kuliah masih daring ngapain ikut, paling ya zoom, males lah aku pengen kerja malah disuruh kuliah"

"Dasar blo'on, aku pengennya kuliah ke jurusan hukum malah disuruh kerja kebengkel, gilak kali" jawab randi.

"Kan dirimu disuruh meneruskan usaha bapak kao bodoh"

Disaat randi dan gilang berdebat, agil hanya melamun dan masih terbayang dengan omongan adiknya, sudah beberapa kali refa adiknya itu menasihatinya ayahnya pun ikut serta, namun selalu, agil selalu egois dan lebih diam, setelah kematian ibunya, ia tak banyak berharap dengan semua, rasannya sudah seperti mati rasa.

"Makasi lho om, jan jos rek" ucap randi menirukan bahasa yang biasa om risu ucapkan.

"Halah koyo sok ngerti wae koen" jawab om risu.

"Gilak kali kau, udah pesen 4 bir masih nambah 1 lagi" ucap gilang seraya menepuk dagi rendi yang sudah setengah mabuk.

"Kayak ga tahu dia aja lang, dia sok kuat sih" agil menimpali.

"Dia ini tipe-tipe sok kuat memang, sangking sok kuatnya jadi cepet linglung" ucap om risu.

"Bener banget om" jawab agil seraya tertawa berbahak-bahak.

"Lhoh kao masih diam dirumah to?" tanya om risu.

"Diam main game" agil tersenyum.

"Ni bocah kurang gawean to" ucap om risu mendekat.

"Kurang gawean?" tanya gilang.

"Kurang kerjaan bodoh" tiba-tiba randi bersuara dengan nada khas orang mabuk.

Sudah beberapa jam mereka asyik nongkrong dibar milik risu, sampai tidak terasa sudah 5 jam mereka mengobrol tidak penting, sekadar bercanda, membahas wanita tentunya.

Matahari sudah beranjak naik, mereka bertiga adalah anak yang selalu menyampingkan waktu, banyak pekerjaan, banyak kegiatan, namun mereka memilih berkumpul dan diam tidak tahu tujuan, anak-anak yang selalu putus asa.

Ditaman kota mereka asik melihat beberapa anak bermain skateboard, bermain dengan licahnya kesana-kemari, mereka bertiga melongo melihat kelincahan itu.

"Pengen bisa" ucap gilang disela-sela keheningan.

"Coba aja" jawab agil.

"Susah lah gil, pasti lagi naik skate aja udah ngguling"

"Kita itu anak-anak kurang kerjaan, pengen ini, pengen itu tapi terasa malas, masih nongkrong kayak anak kecil, padahal pekerjaan banyak kan?" ucap randi berdiri setelah duduk terlalu lama.

"Coba lihat kalian?" randi menatap melas agil dan gilang.

"Kayak anak punk" randi buang muka.

"Kalian banyak pekerjaan, lhoh" ucap agil.

"Banyak kerjaan gil emang, tapi ku takut lah kau bunuh diri" ucap gilang tanpa rasa bersalah.

"Gilak kali kau" randi menampar pipi gilang.

Mereka bertiga tertawa berbahak-bahak.

"Lakukanlah dengan lapang dada!!!" ucap randi

"Badan aja yang besar, otak masih kecil, pasti pada pengangguran" seorang ibuk membawa anaknya berkata seraya melewati mereka bertiga lalu pergi begitu saja.

"Orang tu ya tidak tahu dalamnya sudah mengejek aja" ucap gilang.

"Gil apa yang sekarang akan kau lakukan?" randi menyela.

"Mengejar zombi" ucap agil.

"Ha" gilang dan randi kaget, menatap kaget agil.

"Ohhhh zombie, kalau kau mengejar zombie, aku lebih diam biar dimangsa aja sih" ucap gilang seraya menyengol lengan randi, randi yang masih bingung lalu berkata.

"Hais gilak kali kau"

"Bercanda woi, ngapain ngejar zombie" agil menjawab.

"Kenapa tidak kuliah gil, kau kan pintar, cerdas, multitalent" tanya randi.

"Kalian tau lah, malas kali bahas begini"

"Disaat agil seperti itu, jujur aku juga sangat putus asa, dipaksa kuliah, tapi otak yang tidak mencukupi, dipaksa habis-habisan untuk terus belajar, sampai tidur pun tidak cukup" ucap gilang.

"Sama, Dipaksa kerja dibengkel, padahal pengen kuliah dijurusan hukum, sudah belajar mati-matian, tapi ternyata hanya disuruh kerja di bengkel apakah masuk akal? sungguh memprihatinkan, kenapa bengkel gitu lhoh sungguh tidak lurus kehidupan ini"

"Refa pengen kalau aku kuliah, ayah pengen aku kerja, tapi setelah kematian ibu rasanya seperti aku kehilangan semuanya, aku anak kesayangan ibu, refa anak kesayangan ayah, dan ibu tiada rasanya seperti aku kehilangan segalanya"

Tiga pemuda pemalas itu sepertinya saling membagi nasib prihatin mereka, sudah menjadi kebiasaan ketika mereka saling beradu nasib dan saling menceritakan kejelekan mereka masing-masing, bagaimana tidak? mereka sudah sejak dulu berteman.

Agil membuka pintu rumah dengan malas, segera mengunci pintu dan siap kembali ke atas, ke kamar idamannya, saat berjalan dengan pelan, ayahnya duduk di meja ruang tengah seraya membawakan sebuah teh hangat untuk agil.

Sebenarnya agil merasa sangat malas untuk sekadar duduk sebentar berbincang-bincang, bahkan untuk menatap wajahnya saja malas sekali, agil masih terdiam mematung menunduk, agil sudah mengira ayahnya itu akan menuju ke arah agil.

"Kemana saja gil? jam 10 malam baru pulang ke rumah?" ucap ayahnya seraya membawa nampan dengan isi cangkir teh.

"Biasa" ucap malas agil.

"Ambil"

Agil mengambil cangkir teh itu dengan cepat dan langsung berjalan melewati ayahnya itu.

"Harus berapa kali ya ayah bisa membuat kamu tidak benci dengan ayah" masih dengan posisi awal, ayahnya berbicara lembut.

Agil yang tiba-tiba berhenti, dan menatap ayahnya, ayahnya berbalik dan mendekat.

"Sudah beberapa kali ayah berusaha membuat kamu tidak benci, dan sudah beberapa kali ayah minta maaf dengan tulus, tapi kenapa? seolah semua sia-sia" ucap ayahnya dengan nada bicara yang lirih.

Seperti ada sesuatu yang menutupi mulutnya, bahkan untuk berbicara saja ia tidak mempunyai energi yang besar, kenapa tidak bisa membuka mulutnya.

"Baiklah kalau memang seperti ini setiap harinya, yang terpenting kau tidak lupa akan kembali ke rumah" ucap ayahnya beranjak.

Masih dengan mulut yang bisu, agil masih menatap ayahnya itu, kenapa hari ini harus hari ini dia merasakannya lagi? kenapa matanya mengeluarkan air mata?

Refa keluar dari kamarnya, dan menatap bingung kedua manusia yang merasakan canggung dirumah ini.

"Yah dia akan menerima maaf mu, kalau istrimu bisa hidup lagi"

Entah seperti di sambar petir, perasaan yang tulus tiba-tiba menjadi sangat emosional, mendengar kata-kata refa yang tidak sesuai kenyataan, ia maju kedepan tepat di wajah refa, ia menggenggam jari tangannya dan menghantam wajah refa, hingga refa tersungkur dilantai.

"Oh itu kekuataan mu selama ini?"

Masih dengan nafas yang terengah-engah, agil ingin mencoba menghantam lagi mulut busuk refa, namun ayahnya dengan cepat menghentikan mereka.

"Bukan ini caranya agil!!!!!!!" teriak ayahnya.

"ha?" suaranya terdengar sesak, seharusnya ayah mendukung siapa? apakah pertayaan dari refa benar?

"Kalau mau itu caramu!!!!! pergi dari sini!!!!!!!!" ucap ayahnya seraya membawa tubuh refa yang sudah dihiasi darah di bagian wajahnya karena hantaman agil.

"Kau yang lebih dewasa seharusnya kau yang mengerti!!"

Dipikiran agil apakah agil yang salah diposisi ini? dan refa benar? apakah pertanyaan seperti itu sopan di lontarkan? ibuku bukan untuk bahan bercandaan dan ini ayah mendukung refa? refa duduk di sofa, dan ayahnya mengompres dengan air hangat luka memar itu, masih dengan posisi berdiri agil bahkan masih kuat untuk menghantam wajah itu lagi.

"Sudahkan? kau tahu siapa yang kalah dan siapa yang menang?" ucap refa.

"Agil, pergi ke kamar sekarang, aku tidak ingin kau melukai refa lagi, kendalikan emosimu, sudah aku bilang mengurung diri tidak akan bisa membuka hatimu" ucap ayahnya.

Dengan cepat, agil beranjak pergi tanpa menatap wajah kedua orang di dekatnya itu, sesampai di kamar, dia duduk di kursi game nya, menatap kosong laptob didepannya, kamar yang berantakan, dan lampu yang tidak dinyalakan, sepertinya ini hawa yang cocok untuknya.

"Memang benar, refa anakmu, dan aku anak ibuku"

Seperti biasa, agil menunggu disebuah gang rumahnya, ia beberapa kali mengecek handphone nya, menunggu dua sahabat nya menghampirinya, mereka memutuskan untuk menongkrong biasa di bar, dan menghilangkan stress mereka, dan benar mereka selalu siap siaga.

Mereka datang, tanpa basa-basi mereka langsung menuju ke tempat bar milik risu, ditengah perjalanan mereka, mereka sudah merasakan hawa dingin, dan langit yang sudah mendung gelap total, mereka hiraukan karena yang penting ketika hujan tiba mereka sudah sampai di bar, tapi mereka salah bahkan di tengah perjalanan hujan turun juga, bahkan langsung lebat begitu saja tanpa ada permulaan gerimis.

Air hujan berjatuhan ketanah, orang-orang berlarian mencari tempat berlindung, petir yang menggelegar, dan hujan semakin deras saja, membuat mereka masuk menepi kedalam sebuah parkiran mall, tapi anehnya mall itu sangat lah sepi, tidak ada sama sekali mobil terparkir, hanya ada mereka bertiga.

"Sudah lah paling mall nya tutup" ucap randi masih positif.

"Masih ga bisa positif thingking kalau gini ran" mata gilang menjelajah tempat parkir itu.

Agil berjalan menuju pintu mall.

"Gil gimana?" gilang dan randi mengikuti.

"Terkunci?" tanya randi, agil mengangguk.

Tiba-tiba petir mengglegar hebat, membuat mereka bertiga kaget terjatuh.

"Pergi aja ayoo lahhh" ucap gilang kawatir.

"Lihat itu hujan deres banget lang, sampe jalanan aja ga kelihatan" randi menimpali seraya menepuk pundak gilang.

"Sebentar" agil berjalan kearah jalan keluar, diikuti randi dan gilang.

Betapa kagetnya mereka ketika berhenti didepan hujan yang lebat, rasanya seperti air terjun, yang hanya menghujani dibawahnya saja, agil mencoba melewati air itu.

"Gil jangan coba coba deh gil" ucap gilang.

"Takut banget si kau lang, ayok ikut" ucap randi menyakinkan.

"Aku takut ran"

"Ayok!" randi menggandeng tangan gilang.

DEG.

Mereka berhenti ketika sudah melewati air itu, mereka ditempat yang sangat asing, aneh, dan seperti tidak nyata.

"Tidak! tidak masuk akal!!" gilang mencoba kembali tetapi ketika ia berlari kearah air terjun tubuhnya terlembar.

"Kenapa!! kenapa ini kenapa ga bisa masuk ke tempat parkiran tadi!! Gil, Ran!!!!!" gilang berteriak.

Agil dan randi masih tidak bisa bergerak, melihat apa yang ada didepannya, benar-benar tempat yang tidak masuk akal, agil mencoba melihat sekeliling, dan mereka ada diatas awan, diatas mereka, ada beberapa air terjun yang entah dari mana asalnya, terjun begitu saja sampai kebawah, agil mencoba melihat ke arah bawah tapi hanya kabut saja yang terlihat, semuanya aneh, air terjun yang mengambang, awan yang bisa diinjak, entah dari mana asal arus air terjun itu, tapi terdapat banyak air terjun, disisi kanan kiri, atas bawah, depan belakang mereka.

"Aku mimpi kan gil" randi mencoba mencupit pipinya, "Aduh!!!"

Gilang masih terduduk lemas, menangis. Agil masih mengelilingi tempat itu, mereka diatas awan benar-benar diatas awan yang empuk.

"Berarti kita datang dari air terjun ini? tapi kenapa tidak bisa kembali, bahkan gilang terpental" randi menyelusuri air terjun itu.

"Gil kenapa diam saja!!!!" gilang berteriak.

"Lihatlah gil, ini tidak masuk akal, air terjun yang terjun dari awan, jatuh kebawah bahkan entah dibawah itu seperti apa, bahkan kita diatas awan gil, kembali mencoba melintasi air terjun, gilang terpental!!!" randi mendekat ke arah agil yang masih terdiam.

Lalu agil menjawab.

"Kita tersesat di dimensi lain"

Perasaan campur aduk menyelimuti mereka bertiga, mereka beberapa kali berusaha untuk tetap tenang, dan mereke berpikir bahwa ini adalah mimpi, namun semua hal sia-sia ini terlihat sangat nyata, coba bayangkan mereka masuk di dunia yang dimana semua ini seperti imajinasi semata?

Terpopuler

Comments

Kholida Arfaletha

Kholida Arfaletha

Seruuu banget

2022-01-22

0

Surya Putra

Surya Putra

gw lebih mengapreasi karya buatan sendiri, dari pada plagiat yang dilabeli TERINSPIRASI

2021-12-25

2

PINDAH PF

PINDAH PF

mantap

2021-12-04

0

lihat semua
Episodes
1 Dimensi lain
2 Pahit
3 Malucia
4 Perjalanan
5 Berpisah
6 Orang-orang serafina
7 Dimulai
8 Latihan
9 Pulang
10 Tempat yang nyaman
11 Level berikutnya
12 Tersesat
13 Kurcaci
14 Perbincangan sebentar
15 Masa lalu
16 Masa lalu 2
17 Masa lalu 3
18 Teman baru
19 Dibawah hujan
20 Pergi
21 Malvory
22 Nyawa
23 Monster
24 Zero
25 Malucia yang baik
26 Lepas
27 Janggal
28 Pangeran Arvand
29 Kisah cinta pangeran Arvand
30 Kisah cinta Pangeran Arvand 2
31 Sebuah bangkai makhluk aneh muncul
32 Teluk Alaska
33 Jasad makhluk aneh disungai Gon
34 Tidak salah, namun tetap dipenggal
35 Mimpi buruk dan perasaan yang aneh
36 Tidak menemukan petunjuk
37 Pengikut Iblis
38 Minta maaf
39 Aleris dan Arvand
40 Randi pergi
41 Negeri seperti neraka
42 Raksasa haus darah
43 Kembali
44 Kisah cinta terburuk aleris
45 Menemukan potongan samurai
46 Trauma
47 Perjalanan aleris
48 Kerasukan
49 Samurai gaib
50 Wanita kelelawar
51 Iblis
52 Hilangnya warga Serafina
53 Ilusi Iblis
54 Bukti
55 Iblis Auvamor
56 Petarungan Silas
57 Randi bertemu agil
58 Teringat tentang Melawan Iblis
59 Kelahiran anak kedua Ratu Carlota
60 Ramuan
61 Keputusan Raja
62 Penolakan
63 Merayakan Kelahiran
64 Merayakan Kelahiran 2
65 Merayakan Kelahiran 3
66 Kegagalan
67 Ingatan Aleris Pulih
68 Pengumuman!!!
69 Sebelum kelahiran Pangeran Richeos anak kedua Ratu Carlota.
70 Sebelum kelahiran Pangeran Richeos anak kedua Ratu Carlota 2
71 Teman Baru
72 Penyebar
73 Sebuah ciuman pertama
74 Pengumuman 2
75 Dua Wanita penganggung
76 Aleris bertemu Randi
77 Pertanyaan tentang kejanggalan
78 Kedatangan Raja Jesper
79 Ruang Bawah Tanah
80 Kepasrahan Agil
81 Selamat tahun 2022!!!
82 Perjalanan Agil menuju kota Majestic
83 Salju pertama dikota Majestic
84 Teriakan Randi
85 Penyamaran
86 Percakapan malam hari
87 Buronan
88 Perselisihan
89 Malam itu tiba...
90 Penyergapan..
91 Keputusasaan
92 Keputusasaan 2
93 Perkelahian Aleris dan Varegar
94 Kejutan
95 Pertemuan pertama Leon dan Vin
96 Fitnah Varegar
97 Vin dan Agil
98 Dimulai
99 Tak kasat mata
100 Kedatangan Auvamor
101 Menyelamatkan Aleris
102 Serangan mengerikan
103 Menghilang...
104 Sakit parah
105 Astrophile
106 Kehilangan Jay
107 Menyamar
108 Mimpi buatan
109 Mimpi buatan 2
110 Mimpi buatan 3
111 Rine
112 Jay
113 Ilusi iblis
114 Munculnya raksasa haus darah
115 "Bahkan saat matamu terpejam, kau masih cantik."
116 Bukan Randi
117 Pergantian
118 Khayalan
119 Mati
120 Tatapan Agil
121 Aku ingin pulang
122 Pemakaman Jay
123 Ingatan muncul
124 Kemunculan
125 Pertarungan Awal
126 Pertaruhan
127 Penasaraan
128 Nyamar
129 Kematian Timandra
130 Jatuh
131 Berdebat
132 Menyerang
133 Derita Auvamor
134 Munculnya para senjata Rine
135 Pertarungan dimulai 1
136 Munculnya para Zero
137 Zero datang
138 "Sudah saatnya..."
139 Pengumuman!!!
140 Berpencar
141 Kematian Mahagaskar
142 Tersegelnya monster kelelawar
143 Geramnya Auvamor
144 Korban berjatuhan
145 Korban berjatuhan
146 Serangan mengerikan
147 Matrix
148 Pengendalian sang raja
149 Aku menyukaimu
150 Auvamor kewalahan
151 Auvamor melemah
152 Peninggalan raja Jasper
153 SELAMAT LEBARAN!!!!
154 Pendamping Varegar
155 Darah Gilang
156 Telah tiada
157 Perkelahian
158 Penaklukan
159 Brontak
160 Hancur
161 Hancur 2
Episodes

Updated 161 Episodes

1
Dimensi lain
2
Pahit
3
Malucia
4
Perjalanan
5
Berpisah
6
Orang-orang serafina
7
Dimulai
8
Latihan
9
Pulang
10
Tempat yang nyaman
11
Level berikutnya
12
Tersesat
13
Kurcaci
14
Perbincangan sebentar
15
Masa lalu
16
Masa lalu 2
17
Masa lalu 3
18
Teman baru
19
Dibawah hujan
20
Pergi
21
Malvory
22
Nyawa
23
Monster
24
Zero
25
Malucia yang baik
26
Lepas
27
Janggal
28
Pangeran Arvand
29
Kisah cinta pangeran Arvand
30
Kisah cinta Pangeran Arvand 2
31
Sebuah bangkai makhluk aneh muncul
32
Teluk Alaska
33
Jasad makhluk aneh disungai Gon
34
Tidak salah, namun tetap dipenggal
35
Mimpi buruk dan perasaan yang aneh
36
Tidak menemukan petunjuk
37
Pengikut Iblis
38
Minta maaf
39
Aleris dan Arvand
40
Randi pergi
41
Negeri seperti neraka
42
Raksasa haus darah
43
Kembali
44
Kisah cinta terburuk aleris
45
Menemukan potongan samurai
46
Trauma
47
Perjalanan aleris
48
Kerasukan
49
Samurai gaib
50
Wanita kelelawar
51
Iblis
52
Hilangnya warga Serafina
53
Ilusi Iblis
54
Bukti
55
Iblis Auvamor
56
Petarungan Silas
57
Randi bertemu agil
58
Teringat tentang Melawan Iblis
59
Kelahiran anak kedua Ratu Carlota
60
Ramuan
61
Keputusan Raja
62
Penolakan
63
Merayakan Kelahiran
64
Merayakan Kelahiran 2
65
Merayakan Kelahiran 3
66
Kegagalan
67
Ingatan Aleris Pulih
68
Pengumuman!!!
69
Sebelum kelahiran Pangeran Richeos anak kedua Ratu Carlota.
70
Sebelum kelahiran Pangeran Richeos anak kedua Ratu Carlota 2
71
Teman Baru
72
Penyebar
73
Sebuah ciuman pertama
74
Pengumuman 2
75
Dua Wanita penganggung
76
Aleris bertemu Randi
77
Pertanyaan tentang kejanggalan
78
Kedatangan Raja Jesper
79
Ruang Bawah Tanah
80
Kepasrahan Agil
81
Selamat tahun 2022!!!
82
Perjalanan Agil menuju kota Majestic
83
Salju pertama dikota Majestic
84
Teriakan Randi
85
Penyamaran
86
Percakapan malam hari
87
Buronan
88
Perselisihan
89
Malam itu tiba...
90
Penyergapan..
91
Keputusasaan
92
Keputusasaan 2
93
Perkelahian Aleris dan Varegar
94
Kejutan
95
Pertemuan pertama Leon dan Vin
96
Fitnah Varegar
97
Vin dan Agil
98
Dimulai
99
Tak kasat mata
100
Kedatangan Auvamor
101
Menyelamatkan Aleris
102
Serangan mengerikan
103
Menghilang...
104
Sakit parah
105
Astrophile
106
Kehilangan Jay
107
Menyamar
108
Mimpi buatan
109
Mimpi buatan 2
110
Mimpi buatan 3
111
Rine
112
Jay
113
Ilusi iblis
114
Munculnya raksasa haus darah
115
"Bahkan saat matamu terpejam, kau masih cantik."
116
Bukan Randi
117
Pergantian
118
Khayalan
119
Mati
120
Tatapan Agil
121
Aku ingin pulang
122
Pemakaman Jay
123
Ingatan muncul
124
Kemunculan
125
Pertarungan Awal
126
Pertaruhan
127
Penasaraan
128
Nyamar
129
Kematian Timandra
130
Jatuh
131
Berdebat
132
Menyerang
133
Derita Auvamor
134
Munculnya para senjata Rine
135
Pertarungan dimulai 1
136
Munculnya para Zero
137
Zero datang
138
"Sudah saatnya..."
139
Pengumuman!!!
140
Berpencar
141
Kematian Mahagaskar
142
Tersegelnya monster kelelawar
143
Geramnya Auvamor
144
Korban berjatuhan
145
Korban berjatuhan
146
Serangan mengerikan
147
Matrix
148
Pengendalian sang raja
149
Aku menyukaimu
150
Auvamor kewalahan
151
Auvamor melemah
152
Peninggalan raja Jasper
153
SELAMAT LEBARAN!!!!
154
Pendamping Varegar
155
Darah Gilang
156
Telah tiada
157
Perkelahian
158
Penaklukan
159
Brontak
160
Hancur
161
Hancur 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!