ANCAMAN

Alin mencepol rambut di depan cermin toilet. Dia memeriksa luka cakaran di leher. Darahnya sudah mengering. Bahkan luka itu terlihat bengkak.

Selain luka yang baru, bekas-bekas luka lama juga terlihat di kedua sisi lehernya. Bahkan di tengkuk pun ada. Satu-satunya sisi yang tidak dibekasi luka hanyalah bagian depan.

Alin mengambil bulatan kapas dari kotak P3K yang dibawa dari rumah. Kapas itu dibasahi dengan air. Kemudian digunakan untuk membersihkan luka.

Sesekali Alin meringis. Tentu saja luka itu cukup perih saat terkena air. Namun, perih yang dirasakan tak membuat Alin berhenti membersihkan luka.

Setelah menempelkan plester untuk menutupi luka, Alin memandang pantulan dirinya di cermin. “Kira-kira kalau aku jadi dia ... apa, ya, yang bakal aku lakuin? Apa aku juga bakalan benci dia sebesar ini?”

Alin menunduk karena matanya mulai digenangi air. Tangan kanannya mulai menggosok-gosok tengkuk. Lama-kelamaan, gosokannya semakin kuat seiring dengan pecahnya tangisan. Bahkan saat dia bersimpuh di lantai, tangannya tidak berhenti menggosok tengkuk.

“Maafin aku, Gat. Aku bener-bener minta maaf. Aku ngaku salah. Aku pengin balikan sama kamu. Hidupku enggak ada artinya tanpa kamu,” ucapnya di tengah isak pilu.

Seharusnya Alin mengatakan dan melakukan ini di depan Jagat. Sayangnya dia hanya berani berkata dan menangis seperti ini kalau sedang sendiri. Dia tidak mau menunjukkan kelemahan di hadapan siapa pun. Terlebih Jagat.

***

Bintang utama dan dua kandidat Wasaba tidak benar-benar tinggal bertiga. Mereka diawasi ketat oleh kru dan produser yang juga menginap di sini selama 7 hari.

Kru dan produser tidak tinggal satu atap dengan pengisi Wasaba. Mereka mendiami gudang yang berada di belakang vila. Gudang ini sudah di-setting sedemikian rupa mirip dengan kantor RakTV. Ada meja dan kursi untuk meeting, ruang MCR dan segala peralatannya, kasur-kasur lipat untuk kru tidur, serta mini pantry.

Saat ini, kru terbagi beberapa kelompok. Ada yang minum kopi di mini pantry, ada yang berjaga di depan tiga monitor, ada yang berdiskusi serius, dan ada pula yang molor sampai mendengkur keras.

Tara, salah satu kru yang memperhatikan monitor mendadak mengernyit. Ada sesuatu yang mengganggu pendengarannya. Dia memejamkan mata dan menekan kedua sisi wireless headphone yang dikenakan.

“Cit! Citra!” panggilnya heboh.

Sang produser yang sedang minum kopi bersama PA-nya lantas menoleh. “Apa?” tanyanya malas.

“Come here, Cit! Cepetan!” desaknya tanpa membuka mata.

Citra sempat bersitatap dengan PA-nya sebelum bergegas mendatangi Tara. “Kenapa, sih? Heboh banget.”

Tara membuka mata, lalu menyerahkan headphone-nya. “Coba lo dengerin. Mungkin gue salah denger.”

Citra menyadari ada satu hal menarik yang ditemukan anak buahnya. Tanpa ba-bi-bu dia memasang headphone. Dia memejamkan mata untuk menajamkan pendengaran.

Tidak lama kemudian dia membuka mata dan menatap salah satu monitor yang memperlihatkan kamar Alin. Tidak ada apa pun yang ditampilkan monitor itu. Bahkan tidak ada Alin di dalamnya.

“Alinnya ke mana?” tanyanya tanpa melepaskan pandangan dari monitor.

“Toilet.”

“Jadi suara ini dari toilet?”

Tara mengangguk. “Kayaknya dia terpukul banget sama hasil tadi.”

Kening Citra berkerut dalam. Kepalanya menggeleng samar. Dia tidak yakin dengan dugaan Tara.

“Ada apa, sih?” tanya Hari—PA-nya Citra.

“Alin nangis,” beri tahu Tara.

“Hah? Apa, Tar? Alin nangis?”

Respons barusan bukan datang dari Hari, melainkan Yuna yang duduk di meja meeting. Sejak tadi dia berkonsentrasi menulis script. Namun, konsentrasinya terganggu saat Tara memanggil Citra.

Awalnya Yuna berniat tak peduli. Namun, begitu mendengar nama sahabatnya disebut, dia langsung merespons. Bahkan meninggalkan pekerjaannya demi mendapatkan informasi yang lebih detail.

Citra memberikan headphone, bermaksud menyuruh Yuna mendengarkan sendiri suara yang dia dengar. Namun, Yuna bilang dia tidak mendengar apa-apa. Mungkin tangisan Alin sudah berhenti saat Yuna memasang headphone.

“Alin beneran nangis?” tanyanya penasaran.

“Kayaknya, sih, iya. Gue dengernya ada suara isak-isak gitu habis Alin masuk toilet,” jelas Tara sembari meminta headphone-nya kembali.

“Masa iya, sih, cuma gara-gara dapat black rose dia sampai nangis kayak gitu?” tanya Citra, lebih seperti berbicara pada diri sendiri. “Dia berani ikut acara ini. Seharusnya dia udah nyiapin mental dapat penolakan keji dari Jagat.”

“Sesiap-siapnya orang, pasti rasanya sakit juga pas menghadapi kenyataan,” timpal Tara. “Apalagi Alin itu cewek, ‘kan. Pasti hatinya ketusuk banget sama penolakan Jagat.”

“Kalau emang Alin nangis gara-gara sakit hati sama jawaban Jagat tadi, menurut gue dia terlalu lebay,” kata Hari. Dia mencoba ikut mengemukakan opini.

“Kok, lebay, sih, Mas? Alin enggak lebay!” Yuna kelihatan tidak terima. Bukan karena Hari menjelekkan temannya, tapi karenaa dia mengetahui kebenaran yang tidak diketahui semua orang.

“Kalau menurut lo begitu, sih, it’s fine. Tapi, menurut gue dia terlalu lebay. Masa ditolak pertama kali aja nangis? Ini baru tantangan pertama, loh. Enggak semudah itu ngedapetin kembali hati orang yang sudah disakiti. Dia enggak sadar, ya, kalau sakit yang dirasain Jagat itu jauh lebih nyelekit dibanding yang dia rasakan sekarang?”

“Mas kalau enggak tau apa-apa mending jangan sotoy, deh.” Yuna tak segan menunjukkan kekesalannya kepada sang senior.

“Kok, lo yang sewot, sih?” Emosi Hari ikut terpancing.

“Ya, pastilah gue sewot. Dari tadi lo jelek-jelekin Alin mulu, Mas. Bahkan dari awal dia ikut program ini, lo terus aja kasih komen negatif tentang dia. Lo enggak tau apa-apa, Mas, tentang hubungan dia dan Jagat,” balas Yuna yang semakin sengit.

Citra mengangkat tangan, meminta interupsi tepat saat Hari hendak membalas ucapan Yuna. Keningnya berkerut. Dia kelihatan berpikir serius.

“Lo ...” telunjuknya mengapung ke arah Yuna, “nutupin sesuatu dari kita, ya, Yun? Tentang apa?”

Yuna membuang napas kasar sambil mendongak. Kedua tangannya mengacak pinggang. “Enggak ada gunanya nutupin ini. Semuanya bakal kacau kalau gue terus-terusan diam,” gumamnya yang tidak terdengar jelas oleh ketiga pemerhati.

“Yun!” Citra memegang kedua pundak Yuna. Dia bahkan memutar tubuh Yuna agar menghadapnya. “Tolong jujur! Kasih tau semua yang lo tau tentang Alin. Ini penting. Kita enggak bakal bisa mencapai goal kalau enggak tau apa-apa soal kandidat. Sekarang lo jelasin ke gue, apa alasan Alin mutusin Jagat. Ah, dan satu lagi. Kenapa lo minta gue kasih dia izin buat keluar hari Selasa dan Jumat? Lo tau, ‘kan, itu melanggar aturan?”

Sebelumnya—kurang dari setengah jam yang lalu—Yuna mengajak Citra bicara. Atas nama teman, Yuna meminta izin kepada Citra supaya Alin bisa keluar vila hari Selasa dan Jumat. Ketika ditanya alasan, Yuna bilang ada sesuatu yang harus diurus Alin di dua hari itu. penting. Tidak bisa di-skip atau di-pending.

Citra tidak langsung menyetujui. Dia meminta waktu untuk berdiskusi dengan Hari.

Diskusi dengan Hari membuahkan keputusan berupa penolakan. Kata Hari, jika mereka mengizinkan Alin keluar, itu sama saja dengan diskriminasi. Mereka melarang Jagat dan Irena meninggalkan vila, tapi mengizinkan Alin. Bukankah keputusan seperti itu nantinya akan mendatangkan protes keras?

Rencananya Citra ingin memberitahukan keputusan ini setelah dinner. Sayangnya, kejadian ini keburu terjadi. Dia sangat penasaran, apa yang diketahui Yuna sampai rela mengesampingkan profesionalisme demi Alin.

“Kalau lo enggak mau bilang apa-apa, sorry, malam ini juga lo harus meninggalkan vila. Lo gue keluarin dari tim ini,” ancam Citra.

“Jangan gitu, dong, Mbak! Masa aku dikeluarin cuma gara-gara masalah kayak gini, sih?” protes Yuna.

“Makanya lo harus profesional. Kalau lo pengin kita ngertiin Alin, lo harus jelasin dulu apa yang bikin dia mutusin Jagat. Apa motif dia ikut program ini.”

Terpopuler

Comments

Nur Zakiah

Nur Zakiah

Alin kenapa kayak nyakitin diri sendiri gitu? jangan2 semacam trauma apa gitu ya? duh aku sotoy deh

2021-05-01

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!