16

Pagi ini Aluna berjalan gontai menuju ruangan Tuan Davin. Jika, bukan karena butuh aja, dia ogah ke ruangan yang menurutnya lebih angker dari kuburan itu.

Tok...tok...

Pintu terbuka dan ada Asisten Jo yang berdiri sambil memegang gagang pintu.

"Selamat pagi Nona Aluna. Silahkan masuk," Asisten Jo mempersilahkan Aluna dengan sopan namun Aluna tetap berdiri di depan pintu.

"Saya bicara dengan anda saja Tuan. Bukankah sama saja? Saya hanya ingin meminjam motor saya." Nada Aluna terdengar begitu lembut namun Asisten Jo hanya tersenyum tipis.

"Maaf Nona. Akan tetapi saya disini cuma bawahan sama seperti anda dan motor anda sementara menjadi milik Tuan Davin. Jadi, anda harus meminta izin kepada Tuan Davin langsung Nona," Aluna menghela nafas panjang mendengar ucapan Asisten Jo. Dia pun berjalan masuk ke ruangan Tuan Davin. Dia melihat Tuan Davin duduk sambil membaca sebuah dokumen dengan serius.

Dia ganteng juga kalau lagi serius gitu. Batin Aluna namun dia langsung menggelengkan kepalanya mengusir pikiran aneh yang ada di otaknya.

"Anda baik-baik saja Nona?" tanya Asisten Jo. Aluna mengangguk pelan. Melihat ada yang berjalan mendekat padanya, Tuan Davin pun meletakkan dokumen di tangannya dan menatap Aluna dalam.

"Mau apa loe? Maaf maksudku ada perlu apa kamu kesini?" tanya Tuan Davin.

"Maaf Tuan, saya kesini hanya akan meminta izin meminjam motor saya semalam saja Tuan,"

"Berani bayar biaya sewa semalam berapa?" Aluna tertegun mendengar pertanyaan Tuan Davin.

"Apa saya tidak salah dengar Tuan? Saya harus membayar sewa saat akan memakai motor saya sendiri,"

"Aku ingatkan kalau kamu lupa. Motor itu kepemilikkannya menjadi milik aku sampai kamu bisa melunasi biaya ganti ruginya. Jadi, ketika kamu akan memakai kamu harus bayar biaya sewa," Tuan Davin bicara dengan tenang.

"Bukankah anda sudah menyetujui persyaratan dari saya Tuan?" Aluna bertanya dengan nada penuh penekanan.

"Ya. Aku menyetujui kamu memakai motor itu setiap tanggal 25 tapi karena itu sekarang motorku jadi suka-suka aku jika meminta biaya sewa saat kamu meminjamnya," Aluna mengepalkan kedua tangannya mendengar ucapan Tuan Davin sedangkan Tuan Davin hanya tersenyum sinis.

astaga. apa mereka tidak lelah selalu bersitegang seperti ini. Tuan Muda yang suka mencari masalah dan Nona Aluna yang tak pernah mau kalah. Hanya dengan Nona Aluna saja Tuan Muda mau bicara panjang lebar. Asisten Jo menghela nafas panjang. Dia harus menjadi saksi pertengkaran mereka lagi dan dia tidak sedikit pun berniat melerai mereka berdua.

"Apa anda sedang membodohi saya Tuan?" Aluna bertanya dengan menahan emosinya.

"Tidak perlu aku bodohi bukankah kamu memang sudah bodoh!" ucapan Tuan Davin semakin memancing emosi Aluna.

"Saya memang bodoh Tuan tapi asal anda tau sebodoh-bodohnya saya, saya masih punya hati. Jangan karena anda kaya kemudian anda bertingkah semau anda sendiri. Jika anda kaya lantas kenapa anda memeras saya yang miskin ini? Anda manusia tapi anda bertingkah tidak lebih dari seekor binatang!" sarkas Aluna. Emosinya benar-benar telah mencapai ubun-ubunnya.

"Beraninya kamu mengatai aku Binatang !! Aku bisa menghancurkan kamu saat ini juga!" Tuan Davin pun tak kalah emosi. Ternyata Aluna begitu berani bahkan ucapannya begitu pedas.

Benar-benar Nona yang pemberani. Baru kali ini ada yang berani menantang Tuan Muda. Asisten Jo hanya membatin. Dia bingung harus bagaimana menghadapi dua orang yang sama-sama keras kepala.

"Tuan. Bukankah sebaiknya kita meminjamkan motornya tanpa biaya sewa? karena kita sudah menyetujui persyaratan dari Nona Aluna walaupun tidak ada perjanjian Hitam di atas putih," Asisten Jo berusaha menengahi pertengkaran mereka. Tuan Davin dan Aluna hanya diam namun saling melempar tatapan tajam.