"Pak, aku turun disini saja ya, ada urusan yang harus aku selesaikan," ucap Ruhi pada sang supir, entah siapa namanya Ruhi tidak tahu.
"Baik Nona," jawab si supir dan Ruhi malah merinding, merasa merinding dengan sebutan tambahan yang diberikan padanya.
Nona? hii.
Ruhi turun dan segera merapikan gaunnya yang sedikit tersingkap. Dengan langkah anggun ia menyebrangi jalanan dan berhenti tepat di halte bus itu. Halte dimana ada Asraf sedang frustasi.
"Ehem!" Ruhi berdehem, tangannya terlipat rapi didepan dada dan berdiri tegak di samping Asraf.
Asraf melirik, benar-benar tidak selera melihat gadis ini. Malah moodnya langsung anjlok jatuh ke lantai dasar. Asraf diam saja, ia memalingkan wajah, tidak sudi melihat pemandangan yang merusak mata.
Biasanya kalau seorang pangeran dalam kesusahan seperti ini maka yang akan muncul adalah seorang putri, tapi kenapa kini malah yang muncul upik abu? babunya putri. Kesal Asraf dalam hati.
Ia terus geleng-geleng kepala, meratapi nasibnya.
"Om."
"Aku bukan om mu!" ketus Asraf.
Ruhi mencebik, semakin bulat tekadnya untuk mengganggu om om satu ini.
"Kakek sudah membekukan semua hartanya atas nama Om, bahkan Om sudah tidak perlu bekerja lagi di perusahaan kakek mulai besok." Ruhi memulai aksinya, gadis kecil ini tidak takut sedikitpun kepada Asraf, karena dia tahu, tanpa kakek Bizar, Asraf bukanlah siapa-siapa, hanya seorang perjaka tua.
Pfft hihihi, Ruhi terkekeh pelan. Seketika itu juga Asraf langsung bangkit dan menatapnya tajam.
"Jangan asal bicara! kamu itu hanya gembel yang dipungut oleh kakekku. Jadi sadar dirilah, ingat dimana posisimu," ucap Asraf, dengan teganya ia mengucapkan kata-kata jahat itu.
Bukannya takut, Ruhi malah bertolak pinggang. Niat hati ingin sedikit meledek kemudian menawarkan bantuan, tapi kini malah ia dihina dan dicaci maki.
Harga dirinya memberontak, ia tidak terima.
Belum sempat Ruhi membuka mulut, daun telinganya sudah ditarik-tarik oleh Asraf.
"Aw! sakit sakit! sakit Om! lepas!" rengek Ruhi, untunglah Asraf langsung melepas dan kemudian menatap tajam ke arah Ruhi.
Yang ditatap tidak peduli, sibuk menggosok-gosok telinganya sendiri yang terasa panas dan berdenyut.
"Itulah hukuman untuk anak yang tidak tahu sopan santun, di depan orang dewasa berani-beraninya bertolak pinggang," ucap Asraf, telunjuknya mendorong-dorong kening Ruhi dengan keras.
Ruhi mundur selangkah dengan bibir yang mencebik, memang salahnya sih. Tapi kan Asraf dulu yang memulai.
"Mana ponsel mu!" Asraf mengulurkan tangannya, memberi isyarat Ruhi untuk segera meminjaminya ponsel.
Entah kenapa Ruhi menurut, meskipun sedikit tidak ihklas ia memberikan ponselnya pada Asraf.
Tak berselang lama, Asraf menelpon Dion melalui massanger facebook, dia tidak menghapal nomor ponsel sang asisten pribadi.
Berulang kali ia mencoba namun tetap tidak mendapat jawaban.
"Sial!" Asraf mengumpat dan secepat kilat Ruhi merebut ponselnya kembali.
Enak saja ponselnya dipakai untuk mengumpat!
"Kembalikan!" pinta Asraf memaksa.
"Tidak mau, aku tidak sudi meminjami Om ponselku. Lebih baik Om pinjam saja ponsel milik orang lain," ketus Ruhi, ia sudah muak dengan kelakuan Asraf, niatnya untuk menolong sudah menguap entah kemana. Kini ia hanya ingin segera pergi dari sini.
Ruhi berbalik dan berniat pergi, namun langkahnya terhenti ketika kerah bajunya ditarik oleh Asraf.
"Aw! apa-apaan sih Om! lepas!" Ruhi sangat kesal, berulang kali ingin meloloskan diri namun gagal. Cengkraman Asraf benar-benar tidak bisa diremehkan.
Dengan terpaksa Ruhi berhenti memberontak, wajah kesalnya sangat kentara. Ia kembali membalik badan dan medongak menatap Asraf tak kalah tajamnya.
"Aku seperti ini gara-gara kamu!" ucap Asraf kesal, telunjuk kanannya lagi-lagi mendorong dahi Ruhi.
Dengan kasar, Ruhi menepis tangan Asraf.
"Berhenti nonyor-nonyor keningku, aku ini bukan adik Om."
"Lalu siapa?" tanya Asraf, kini ia melipat kedua tangannya dan memperhatikan Ruhi dari atas sampai bawah.
"Calon istri? cuih! gembel sepertimu?" ucap Asraf sarkas.
"Sadarlah, aku tidak mungkin sudi menikah dengan gadis jelek, buduk dan gembel sepertimu." Lanjut Asraf, ia menyeringai merasa puas.
Ruhi menutup matanya sejenak sebelum melakukan perlawanan.
"Pria tua bangka dan miskin seperti Om ini apa gunanya? hanya menjadi sampah masyarakat," balas Ruhi tak kalah kasar. Ia benar-benar sudah muak, sedari tadi Asraf selalu mengata-ngatai dirinya.
"Bahkan di usia senja seperti ini Om masih juga belum menikah? Cih! benar-benar tidak memiliki pesona."
Asraf mengepalkan tangannya kuat.
Di usia senja?
Tidak memiliki pesona?
"RUHII!!!" Teriaknya kesal, semua orang di halte bus itu langsung menatap ke arahnya.
Sementara sang gadis yang dipanggil sudah berlari jauh, menghindari amukan banteng tua.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dan disinilah Asraf kini berada, di sebuah ATM di salah satu minimarket. Setelah ditinggal Ruhi, ia memeriksa isi dompetnya. Benar-benar tidak ada uang sepeserpun, hanya ada beberapa ATM, yang kini sudah tidak ada artinya lagi. Semua sudah ia coba untuk menarik uang, namun gagal.
"Jangan-jangan ucapan Ruhi benar. Ah sial! kenapa kakek setega itu padaku?" gumamnya kesal.
Asraf keluar dari ruang ATM itu dengan pikiran kacau, bingung harus bagaimana? kemana? dan harus apa?
Sial sial sial!
Malam semakin larut dan perutnya semakin terasa melilit.
Ya Allah kenapa hidupku jadi seperti ini? kenapa pula aku meninggalkan ponsel di kamar.
Asraf terus berjalan mengikuti arah trotoar, ia bingung harus kemana? ia tidak punya tujuan.
Selama ini Bizar selalu melarang saat Asraf ingin tinggal sendiri di apartemen, mau ke rumah Dion pun sangat jauh. Apa iya dia harus ke rumah Aksa?
Ah tidak! Aksa adalah musuh dalam selimutnya, tidak mungkin ia akan membantu dengan suka rela.
Dari kejauhan, Asraf melihat seorang anak laki-laki yang berjalan dengan sempoyongan. Jika dilihat-lihat, anak itu akan menyebrang jalan.
Mendadak Asraf panik, jiwa sosialnya bangkit dan ingin segera membantu anak itu untuk menyebrang. Apalagi malam begini Jalanan kota Jakarta tetap saja ramai dengan kendaraan.
Asraf berjalan semakin cepat, nyaris berlari menghampiri anak laki-laki itu.
"Tunggu!" cegah Asraf sambil meraih bahu anak malang ini.
"Kamu ingin menyeberang? biar ku bantu," ucap Asraf sambil memeluk bahu bocah ini dari samping.
Dengan perlahan, kedua manusia berbeda generasi ini membelah jalanan. Alhamdulilah, mereka berhasil menyeberang dengan selamat.
"Dimana rumahmu? kenapa malam-malam seperti ini kamu keliaran? badanmu sangat dingin dan wajahmu pucat, ayo aku akan mengantarmu pulang." Asraf sungguh tidak tega, meski sama-sama berjalan kaki, ia tetap ingin membantu anak ini.
"Om baik sekali," akhirnya sang anak buka suara, ia tersenyum sangat ramah, mirip senyum seseorang. Tapi entah siapa? pikir Asraf.
"Kenalkan Om, nama saya Randu."
"Asraf, baiklah ayo sekarang aku antar pulang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
komalia komalia
hahaha malah nolongin adek nya
2025-01-09
0
Dari
lah 🤣🤣🤣 jodoh emang ga kmn yak
2024-11-02
0
andi hastutty
Masih mau menghina malah di hina balik tau rasa asraf 😂😂😂😂
2024-10-14
0