Pagi yang cerai di sertai angin sejuk, langit biru yang nampak indah dengan embun pagi yang membasahi dedaunan. Apalagi di temani secangkir teh hangat sambil menikmati di taman. Sesekali laki-laki itu menyeruput tehnya. Rasa panas di cangkir itu, seolah tak nampak panas di lidahnya.
srup
Michelina melihat ayahnya hanya bersikap santai saja. Ia sudah pernah menjalaninya. Lalu untuk apa sekarang mundur, rasa takut itu memang menghantuinya, darah yang terciprat ke gaunnya. Lantas, bukan berarti ia harus mundur rasa takut.
"Michelina, apa ini kamu takutkan selama ini?" tanya Duke Ronaf menatap nanar.
"Ayah, aku sudah pernah patah hati. Jadi jangan mengkhawatirkan ku. Aku akan mundur,"
"Permaisuri,"
Itu lebih baik ayah, aku tidak ingin nyawa ayah dan ibu menjadi korbannya karena kebodohan ku.
"Permaisuri, rombongan Baginda telah tiba di ibu kota." Ujar Lucilla.
Saatnya dia bertempur dengan rasa sakit yang selama ini ia rasakan.
"Ayo ayah, kita akan menyambutnya." Ujar Michelina seraya mengeluarkan kebenciannya. "Lucilla, kamu siapkan jubah untuk Baginda Kaisar. Jangan sampai lupa." Perintah Michelina. Memang menjadi tradisi, jika seorang bangsawan pulang dari perang seorang istri akan menyiapkan jubahnya. Sebagai tanda kemenangan dan hadiah.
Michelina menuju ke halaman depan di ikuti Duke Ronaf. Sesampainya di sana, ia melihat Ibu Suri.
"Ibu Suri."
Wanita paruh baya itu terlihat senang. "Iya Permaisuri, aku sangat senang. Akhirnya Baginda kembali."
Kembali, dia memang kembali ibu, tapi kembalinya bukan membawa kebahagian untuk diri ku.
Ada apa sebenarnya dengan Permaisuri? seharusnya dia merasa senang dengan kepulangan Baginda, tapi sekarang dia merasa sedih. Sebenarnya apa yang di bicarakan oleh Duke Ronaf dan kesatrianya kemarin batin Marquess Azel menatap ke arah Michelina.
Selang beberapa saat, pintu gerbang istana itu terbuka lebar. Kuda hitam itu memasuki halaman istana. Seorang laki-laki yang gagah dengan badan kekar. Hidung mancung, bibirnya merah, kulit putih dan mata elangnya membuatnya menjadi ciptaan Tuhan yang sangat sempurna. Laki-laki itu turun dari kudanya, langkahnya membuat Michelina tubuhnya bergetar. Ia menunduk, rasa sakit itu tak bisa dia tahan. Ia kembali menguatkan hatinya, menatap laki-laki itu. Pandangannya kabur karena terhalangi oleh air mata yang menggenang di pelupuknya.
"Salam Baginda." Michelina memberikan hormat padanya. Ia tak bisa menatapnya, sekuat tenaga ia meremas gaunnya.
Ayah akan membawa mu pergi dari sini batin Duke Ronaf yang tak tega melihat kesedihan di wajah Michelina.
Matanya sangat jelas melihat tetasan air bening itu turun seperti hujan yang membasahi tanah.
"Permaisuri."
Ibu Suri di sampingnya menyadarkan kesedihannya. Michelina mendonggakkan wajahnya, namun ia tak berani menatap wajahnya. Ia meraih jubah merah keagungan di sampingnya itu dengan simbol kekaisaran berwarna kuning ke emesan. Ia maju selangkah agar lebih dekat. Dengan tangan gemetar ia memakaikan jubah itu di bahu Kaisar Jasper.
Air matanya mengalir deras, ia masih ingat di mana tangan ini memakaikannya. Hatinya yang terbuat dari duri mawar itu tak mungkin membuatnya menoleh. Bukan degupan jantung karena cinta dan bahagia. Namun degupan jantung kesedihan yang menyiksanya secara hati-hati. Membidiknya dengan tepat sasaran.
Kaisar Jasper menatap wajah yang di basahi air bening itu. Ia melihat tangan itu gemetar.
"Sudah," Michelina memundurkan langkah kakinya. Matanya belum bisa menatapnya.
Kaisar Jasper menatap Michelina dengan perasaan aneh. Tidak biasanya, Permaisurinya memalingkan wajahnya. Biasanya dia akan menatapnya dengan tatapan memuja, mengagumi dan mencintai. Tapi sekarang, rasanya sangat aneh, wanita yang baru saja menjadi istrinya tak menatapnya seperti dulu.
"Aku membawa beberapa gadis yang akan menjadi pelayan istana." Tutur Kaisar Jasper. Sekilas dia melihat ke arah Michelina dan kembali melihat ke arah kereta.
Lima gadis pun turun dari kereta itu, termasuk Zoya. Mata Michelina terkunci, ia meraih lengan Lucilla. Sama seperti dulu, senyuman itu tak pernah lepas dari wajah Zoya dan mata Kaisar Jasper pun tak lepas melihat Zoya. Senyuman itu yang menjadi awal kehancurannya.
"Lucilla,"
Lucilla yang mengerti, ia membawa Michelina ke kamarnya. Menjauhi kerumuan itu. Sesampainya di kamarnya. Michelina menutup pintunya. Dia menangis menatap lukisan pernikahannya.
"Aku membenci mu, sangat membenci mu." Teriak Michelina, ia mengambil vas bunga di sampingnya. Melemparnya ke arah lukisan itu.
"Akan aku pastikan kalian bersatu, biar kalian puas. Aku yakin, hati ku membenci mu. Sangat dan sangat membenci mu. Tetapi, persatuan kalian tidak akan mudah seperti dulu. Aku akan mengubah jalannya. Orang-orang yang dulu memusuhi ku dan keluarga ku, aku akan membuatnya merasakan apa yang dulu aku rasakan." Ujar Michelina tersenyum sinis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Raisa
Thor bisa GK sih sifat nya michelina lebih tegas GK gampang nangis dan bersikap dingin / cuek gitu ko gampang bgt nangis nya greget aku tuh /Panic/
2025-03-16
1
aphrodite
menangis wajar tapi jangan lempar barang nanti ketauan jadi gagal pisah gimana..mati 2x nanti
2025-01-29
0
🍃🥀Fatymah🥀🍃
oke, waktunya balas dendam!!
Ayo Chelin, semangat /Determined//Determined/
2025-03-05
0