Suasana rumah sudah terasa sepi. Ical yang juga ingin segera merampungkan tugas akhirnya dia segera undur diri. Sedangkan Kak Fathia sudah lebih dulu undur diri. Selain waktu yang sudah larut juga kondisi yang sudah memasuki usia kehamilan trimester kedua. Ini membuatnya membutuhkan waktu istirahat yang cukup. Kemudian yang terakhir Bunda dan Ayah yang juga pamit untuk beristirahat. Namun sebelumnya Bunda berkata
"Em Mbak, Ajak Mas nya istirahat sudah malam" Titah Bunda
Dira hanya mengangguk dan mengedarkan pandangan kearah Bian. Ada rasa kaku yang masih hinggap dihatinya.
"Ayo kak kita istirahat" Ajak Dira.
Bian hanya mengangguk dan pamitan kepada Ayah dan Bunda. Hingga sampai masuk kedalam Dira masih tampak ragu. Perasaan takut juga gugup tergambar jelas diwajah Dira.
"Kamu kenapa gugup gitu"
"Si... Siapa yang gugup" Dira memalingkan pandangannya kearah lain. Agar apa? agar Bian tak bisa melihat kegundahan hatinya.
"Ngapain berdiri disitu sini Deket kakak sini" Bian melambaikan tangannya ke Dira yang masih diam mematung di dekat pintu. Sedangkan Bian sudah duduk santai ditepi ranjang milik Dira. Dan sepertinya malam ini ia harus berbagi ranjang ya walaupun ukurannya tidak king namun jika ditempati berdua Juga tidaklah sempit.
"Aku... Aku... Mau... "
Bian hanya mengerutkan keningnya. Melihat Dira dilanda kegugupan seperti ini malah membuat Bian semakin gemas. Namun didalam hatinya Bian tak berhenti untuk bersyukur sekali siapa yang akan menyangka jika malam ini ia benar -benar sah menjadi suami Dari Nadira Diandra Putri seorang wanita yang sangat ia cintai selama ini .
Bian beranjak dari duduknya dan menghampiri Dira yang masih bergeming ditempatnya. Sumpah demi apa Dira semakin tak sanggup lagi mengontrol degub jantungnya yang sudah hampir lompat dari tempatnya.
semakin Bian dekat percayalah untuk pertama kalinya ingin bernegosiasi dengan Jantungnya agar tidak berdebar karena apa? Karena Dira tidak ingin Bian tahu akan detakan jantungnya yang pasti akan membuatnya malu pasti. Seketika Dira menundukkan kepalanya menatap lantai kamarnya.
sentuhan tangan Bian mendarat dikedua pundakknya. Perlakuakn Bian yang seperti ini saja sudah mebuat aliran darahnya memanas. Ya Allah perasaan apa ini.
"Jangan takut Kakak tidak akan memaksamu jika kamu belum siap. Kakak akan menunggumu sampai kamu benar-benar bisa menerima kakak"
Deg....
Ada rasa beralah yang bersarang dari kalimat yang baru saja diucapkan Bian. Bukan Dira tak mengerti bagaimana seorang istri menjalankan kewajibannya. Bahkan Dira sangat mengerti bagaimana. Namun Ia juga tak bisa memungkiri jika benar dirinya belum siap menerima semua ini.
Kak... "
Bian mengangkat dagu Dira agar wajahnya terlihat oleh Bian. Meski Dira ingin menghindari tatapan ini. Namun nyatanya tatapan inilah yang membuatnya bungkam dan tak sanggup berkutik.
Jika bisa aku memilih Aku tidak ingin berada disituasi ini. Perasaanku yang aku sendiri tak bisa aku mengerti . Kenapa aku harus mencintai Bayu sedalam ini. Apakah benar aku menerima Pernikahan ini karena aku takut kehilangan mu kak. Atau memang kamu telah berhasil masuk keruang hatiku yang memang sudah aku siapkan.
"Percayalah aku tidak akan memaksamu"
"Kak Beri Dira waktu "
Bian mengangguk dan menggenggam erat tangan Dira. "Boleh kakak memelukmu? "
Dira hanya mengangguk. Pelukan hangat ini mampu meninggalkan kenyaman yang teramat sangat. Mungkin ini bukan pelukan pertama yang diberikan Bian. Namun ini adalah pelukan pertama mereka dalam keadaan saling berkenan dan juga sudah halal tentunya.
"Biarkan begini sebentar lagi Ra... "
Dira semakin mengeratkan pelukannya. Semakin menikmati kenyaman yang diberikan Bian. semakin menenggelamkan kepalanya di dada bidang milik suaminnya.
Mulai malam ini tubuh inilah yang akan memeluknya, dada ini tempatnya bersandar. Dan Bian lah tempatnya kembali.
Mulai malam ini Dira telah sah menjadi istri dari Akbar Fabian Caraka. Bahkan rasanya Dira Masih belum percaya dengan apa yang telah terjadi. Memutuskan untuk menikah dengan pria yang Dira belum mengenal sepenuhnya.
Bian hadir disaat hatinya rapuh dan butuh sandaran. Bian yang selalu menguatkan dan Selalu memberikan dukungan membuat Dira merasa nyaman. Berasa selalu disamping Bian membuat Dira tidak terima jika Bian memperlakukan wanita lain seperti Bian memperlakukan dirinya.
Namun untuk mengakui bahwa cinta telah hadir diantara keduanya juga cukup sulit untuk keduanya terlebih Dira. Bayangan Bayu masih saja terlintas dibenak Dira. Ada rasa bersalah yang kini bersarang dihati Dira. Disatu sisi Dira masih ingin menjaga cintanya terhadap Bayu. Namun disisi lain Dira juga tidak sanggup jika harus berdiri sendiri tanpa Bian.
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
Setelah dari kamar Ical untuk membantu Ical mengerjakan skripsinya. Rasa kantuk kian melanda. Mau tidak mau Bian pamit kepada Ical untuk kembali kemar Dira.
Meski Bian sempat ragu untuk masuk kekamar namun rasa kantuk mengalahkan segalanya. Bian berharap sang empu telah tertidur pulas. Jadi bian tidak perlu canggung untuk berada dalam satu ruangan dengan Dira. Bagaimanapun Bian adalah lelaki normal berada bersama seorang wanita akan snagat sulit untuk dirinya mengendalikan dirinya.
Ceklek....
Pintu kamar Dira terbuka awalnya Bian mengira sang empunya telah terlelap namun dugaannya salah. Justru Bian dikejutkan dengan pemandangan seorang gadis duduk bersandar dididing dekat jendela kamar dengan tangan melingkar di kaki dengan menelungkupkan kepalanya. Perlahan Bian jalan mendekat dan berjongkok menjajarinya.
Meski samar Bian bisa mendengar isakan tangis disana. Bian tidak ingin mengusik apa yang telah dirasakan oleh wanita yang kini telah sah menjadi istrinya. Buan hanya bertindak memberikan waktu untuk Dira menikmati kesedihannya. Meski Bian sangat ingin membangunkan istrinya dari kesedihan yang juga membuatnya sakit. Sekuat tenaga Bian menahannya. Mencoba untuk lebih kuat padahal melihat wanitanya selemah ini itu sama saja hatinya hancur berkeping-keping.
Cukup lama Dira terlena dengan luka yang membuatnya menangis saat ini. Hingga disaat Dira mendongak ia dikejutkan oleh kehadiran seornag pria yang sedang menatapnya dalam.
"Ada apa? " Tanyanya selembut mungkin agar Dira merasa nyaman akan kehadirannya.
Dira masih terisak bahkan ia semakin sesunggukan. Tak ada perkataan yang keluar dari bibir Dira. Tangisnya semakin pecah meski Dira berusaha menahannya agar tidak terdengar oleh seisi rumah.
Bian menarik tubuh mungil Dira dalam pelukannya. Bian juga tak tahu harus melakukan apa. Mungkin cara ini bisa menenagkan Dira. Dan usahanya membuahkan hasil. Meski belum sepenuhnya hilang namun Dira sedikit lebih tenang dalam dekapan Bian.
"Kak... "
"Iya.... "
"Berjanjilah untuk tepat disini, disamping Dira"
"Kakak janji tidak akan pernah meninggalkanmu"
"Kak.. "
"Iya.... "
"Bagaimana jika Dira tidak.... "
"Jangan katakan apapun yang bahkan kamu sendiri tidak tahu"
"Tapi.. "
"Kita berdua yang sepakat memutuskan ini. kita lewati sama-sama. Oke.... "Ucap Bian mencakup kedua pipi Dira yang telah basah oleh air mata. Bian usap dengan lembut pipi mulus milik Dira.
Dira mengangguk dan kembali jatuh dalam pelukan Bian. Untuk beberapa saat lamanya mereka saling mendekap mencari kenyaman.
"Kita istirahat ya.... " Ucap Bian yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Dira. Bian menggiring Dira keranjang. Mereka memutuskan untuk beristirahat.
"Tidurlah.... "
"Emmm ..... kak... " Ucap Dira ragu
"Tidurlah... Kakak akan menunggu sampai kamu siap." Ucap Bian sambil tersenyum tulus pada Dira.
Matapun terpejam dan melewati malam tanpa akfifitas pengantin baru pada umumnya. "Selamat tidur sayang" Ucap bian didalam hati.
.
.
.
.
.
.
.
bersambunggggg
like
komentarnya
❤ (biar pas nanti aku up kamu dapat notifikasinya)
Thankiyuuuuuuuu pake bangetttttt
😁😁😁😁😁😁😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments