Hari telah pagi, aku telah bangun dari tidurku di pagi itu. Pemandangan di balik jendela kamarku ini sangat indah, lingkungan di sana seolah dilukis oleh langit biru, awan putih, begitu pula burung-burung yang berkicau menyambut hari yang baru.
Aku harus bersiap dengan cepat, karena aku harus pergi dan belajar di sekolah. Aku pun mandi sampai tubuhku benar-benar bersih, lalu aku memakai seragam SMP ku, tak lupa aku membuat sarapan untukku sendiri, kemudian memakannya dengan lahap, barulah aku mengunci seluruh pintu dan bergegas ke sekolah. Aku menyiapkan segalanya sendiri, bukan oleh ibuku karena sebelum aku bangun, ibuku sudah berangkat untuk menjual nasi kuning, seperti yang kubilang sebelumnya, ibuku sudah berangkat dari pukul 05:30 pagi. Lagipula aku sudah mandiri, bisa menyiapkan segalanya sendiri.
Jarak dari rumah ke sekolahku tidak jauh, jadi aku tak perlu menggunakan kendaraan apapun itu untuk sampai ke sekolah, cukup dengan kekuatan kakiku sendiri, aku berjalan kaki dengan semangat, dan sampai di sekolah dengan cepat dan tepat waktu.
Saat aku masuk ke kelas, aku menyapa temanku yang sudah berada di dalam kelas, dan mereka pun menyapa balik. Aku pun duduk di kursi ku yang terletak di bagian depan, ditengah suasana kelasku yang masih gelap karena lampu belum dinyalakan. Merasa bosan, aku pun mengobrol sebentar dengan teman-temanku tentang berbagai hal. Kami masih punya waktu setengah jam lagi, karena setengah jam lagi kami harus memulai pelajaran.
Setengah jam berlalu tanpa terasa, waktu telah menunjukkan pukul 07:00, seluruh teman-temanku sudah datang semua ke kelas. Bel berbunyi, membuat bising satu sekolah, waktunya memulai pelajaran.
...***...
Matahari siang memancar sangat terang, membuat kulit coklatku terbakar olehnya. Aku dan teman-temanku telah pulang sekolah, karena waktu telah menunjukkan pukul 13:20. Seharusnya sebentar lagi pamanku dan keluarganya sudah ada di dalam rumahku. Aku pun langsung pulang dengan langkah kaki yang sangat cepat, untuk melihat apakah mereka telah ada di sana.
Aku sudah hampir dekat dengan rumahku. Sepi. Kelihatannya pamanku dan keluarganya belum kunjung datang, aku melihat di balik jendela depan rumah, terlihat ibuku sedang melakukan video call bersama nenek dan pamanku, aku pun melangkah ke dalam.
"Apakah itu benar Bu?" tanya ibuku lewat video call.
"Ya nak, ibu tak hanya merasa kalau ibu terkena penyakit stroke ringan, sepertinya sihir itu benar-benar bekerja dalam tubuh ibu, sihir yang tak pernah berhasil dilakukan oleh seluruh penduduk Langit Biru dan Langit Hitam, kecuali istri dari sang pencipta dunia Langit. Kalau itu benar, Ibu akan menjadi orang kedua yang bisa melakukan sihir tersebut," nenekku berkata dengan suara yang lemah karena penyakitnya menyerangnya.
"Itu sangat menarik, ibu. Bagaimana menurutmu, adikku?" tanya ibuku pada pamanku.
"Ya, aku sependapat denganmu, kakak. Jika yang dikatakan ibu itu benar, aku merasa amat bangga, dan aku menyesal karena dulu aku sempat marah pada ibu, tak terima," balas pamanku.
"Semoga saja itu benar, dik," wajah ibu penuh harapan baik.
Aku melepas sepatu sekolah yang aku kenakan, lalu menyimpannya ke dalam rak sepatu. Setelah itu aku masuk ke dalam rumah.
"Eh, Evan sudah pulang. Kemari nak, nenek dan paman sedang menelepon ibu!" ajak ibuku untuk bergabung.
Aku sudah berada di dekat daun pintu depan rumahku, aku tak mendengar percakapan mereka sebelumnya. Aku pun langsung menghampiri ibu dan menatap layar telepon. Di sana terlihat nenekku yang tengah berbaring di tempat tidur dan pamanku yang sedang duduk sendirian di kursi yang terletak di bagian depan bandara, entah kenapa mereka belum kunjung kemari, padahal mereka sudah sampai di tujuan.
"Hai Evan..." sapa nenek dan pamanku lewat video call, mereka melambaikan tangan.
"Hai..." sapaku balik.
"Bagaimana sekolahnya, Evan?" tanya nenekku patah-patah, nenekku masih kesulitan bicara.
"Baik-baik saja, Nek," kataku
"Eh Evan, paman sepertinya agak terlambat untuk datang ke rumahmu, kami sekeluarga belum makan siang, jadi kami akan makan siang dulu sebentar di dekat bandara ini, lalu kami berangkat ke rumahmu, oke?" kata pamanku.
"Oke paman, tapi paman hanya sendirian, yang lain pada kemana?" tanyaku. Bibi dan dua sepupuku memang tidak terlihat dalam video call.
"Oh, mereka sedang jalan-jalan, mengelilingi bandara ini sebentar," jawab pamanku.
"Oh oke paman," aku mengangguk.
Lalu aku pun meninggalkan ibu yang masih melakukan video call dengan nenek dan pamanku karena aku hendak mandi. Entah apa yang mereka bertiga tengah bicarakan sewaktu aku mandi. Hanya soal waktu, aku akan mengetahui bahwa mereka sedang membicarakan hal yang tidak biasa...
...***...
50 menit 50 detik telah berlalu, pamanku dan keluarganya masih belum kunjung datang ke rumahku. Aku pun menunggu pamanku dan keluarganya terlebih dahulu sambil bermain HP sebentar sambil rebahan di tempat tidur kamarku. Ibuku sedang tidur di kamar, dan jika mereka telah datang, aku akan membangunkannya. Tiba-tiba saja sebuah mobil taksi lewat dan berhenti di dekat rumahku. Aku pun segera berlari ke teras rumah dan memeriksanya, hanya untuk sebutir rasa kecewa, karena ternyata taksi itu menuju ke arah depan samping rumahku, yang tak lain adalah tetanggaku. Entah kemana ia akan pergi, aku tak memedulikan soal itu.
5 menit telah berlalu, dan mereka belum kemari juga.
"Mereka dimana ya?" ucapku dalam hati.
Tiba-tiba saja sebuah taksi lewat, tepat di depan rumahku. Aku segera berlari, menuju teras rumah dan memeriksanya. 4 orang keluar dari taksi itu, seorang laki-laki, perempuan dewasa, dan dua orang anak. Aku berteriak bahagia, lalu bergegas membuka pintu kamar ibuku, dan membangunkan ibuku. Ibuku pun membuka matanya, lalu ibuku bangun dari tidurnya. Setelah itu kami berdua keluar rumah, menuju teras, untuk menyambut mereka.
Mereka yang ku tunggu-tunggu akhirnya telah datang juga ke sini, ke rumahku.
"Hai semua nyaaa..." pamanku berseru riang, dialah yang pertama kali turun dari taksi.
"Hai paman, astaga, sudah lama aku tidak melihat paman..." kataku dengan perasaan bahagia.
"Eh, hai Evan, astaga tak terasa ya, benar katamu bahwa kita telah lama tak bertemu. Rupanya badanmu hanya segini-segini saja dari dulu, tak tumbuh satu mili pun," ejek pamanku. Aku bersungut-sungut mendengar itu.
"Haha, cuma bercanda, Van," ucap pamanku sambil ketawa. Aku pun bernafas lega.
"Hai kak, apa kabarmu?" tanya pamanku kepada ibuku.
"Ah aku disini baik-baik saja, dik, tak kekurangan suatu apapun," jawab ibuku sungguh-sungguh. Mereka berdua pun tengah berpelukan di teras rumah ini.
Lalu bibiku, dan dua sepupuku juga ikut turun dari taksi, lalu bibiku menyapa ibuku.
"Hei, Bagaimana kabarmu?" tanyanya.
"Kabar ku baik, Eda," kata ibuku sambil berpelukan. Lalu dilanjut oleh dua sepupuku, mereka berdua bersalaman kepada ibuku, kemudian mereka berdua menghampiriku, mereka berdua mengangkat tangan, aku pun juga mengangkat tangan, melakukan tos.
"Aduh...aduh, ga kerasa ya dua sepupuku ini udah segede ini, dulu kan mereka masih segini loh," kataku sambil menggerakkan telapak tangan kananku ke arah bawah.
"Ah, kamu juga dulu gitu, Evan. Kayak sendirinya ga ngerasa aja," sindir bibiku. Semuanya pun tertawa kencang. Ya ampun, aku jadi malu.
^^^BERSAMBUNG...^^^
AUTHOR MINTA MAAF JIKA ADA KESALAHAN SEPERTI CERITA TIDAK NYAMBUNG, ADANYA TYPO (SALAH KETIK), DAN LAIN-LAIN 🙏
JANGAN LUPA:
✔️ LIKE
✔️ VOTE
✔️ BERI HADIAH
✔️ KOMEN
✔️ TAMBAHKAN KE FAVORIT
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
🎯™ꨄ᭄⃟™Suci Anatasya❀⃟⃟✵🅠🅛
ini nenek bukan sembarang nenek, wkwkwk bisa menebak apa yang dia alamin 😁
2022-11-13
1
CebReT SeMeDi
mampir
2022-11-13
0
♡⃝ 𝕬𝖋🦄rahmalia❁︎⃞⃟ʂ ⨀⃝⃟⃞☯ 🎸
Huh bahagia bener dah si evan sama kedatangan keluarganya
2022-11-13
0