Bab 5

PARIS POINT OF VIEW:

Pagi ini aku harus berangkat tepat waktu, aku kemarin minta ijin pada jaksa Erika supaya bisa melihat secara langsung bagaimana tim forensic melakukan autopsi pada jenazah Monalisa.

Apa benar suaminya yang membunuh nya? Kejam sekali suaminya!

Aku berangkat sangat pagi karena jadwal autopsy pukul 8 tepat. Dengan tergesa gesa aku menuruni tangga membawa kunci mobil tanpa sempat memakan sarapanku. Aku tidak ingin melewatkan penyebab sahabatku meninggal.

Butuh waktu beberapa menit untuk mencapai alamat yang ditunjukkan oleh jaksa Erika. Aku berjalan cepat sedikit berlari untuk masuk ke sebuah gedung besar yang berdiri di depanku. Aku melihat jaksa Erika yang menungguku bersama rekan laki laki nya.

“Kita bertemu lagi,” sapa laki laki itu.

“Ya, namaku Paris,” sahutku.

“Dia jaksa seniorku, jaksa Viky,” kata jaksa Erika.

“Senang mengenalmu,” kataku tersenyum pada jaksa viky.

Kami bertiga masuk dan duduk di sebuah ruangan, ruangan yang tersekat kaca jadi masih bisa melihat bagaimana para dokter forensic melakukan sesuatu pada jenazah yang terbaring di dalam sana.

Aku melihat bagaimana Dhika memeriksa mata jenazah, kemudian ada photographer yang beberapa kali mengambil gambar nya dengan benar.

“Ambilkan forceps,” kata dhika pada rekan nya.

Dia mulai membuka mulut jenazah menggunakan alat tersebut.

Kemudian mulai membalik jenazah supaya memiringkan badan nya.

“Ah, ini sungguh keterlaluan. Aku tidak bisa melihat luka sebanyak itu,” kata salah satu rekan Dhika saat melihat beberapa luka di punggung monalisa.

“Itu bukan luka, itu konstusio. Pendarahan di dalam kulit,” sahut Dhika.

Apapun yang di katakan Dhika, ada salah seorang rekan nya yang bertugas menulis apapun yang disampaikan dhika. Sepertinya rumit sekali.

“Rigor mortis di tangan kanan, luka fisik yang fatal,” kata dhika lagi yang langsung ditulis oleh rekan nya.

“Banyak material yang ditemukan di bawah kuku jari nya,” kata dhika.

“Material?” Tanya rekan nya.

“Tulis saja, ada pendarahan hypodermal. 2.7 cm x 6cm vertical,” kata dhika dingin.

Dia mulai membedah tubuh jenazah bagian depan, aku mulai memejamkan mataku tak tega.

“Apa kamu mengambil foto nya?” Tanya dhika pada sang fotographer.

“Ya,”

“Bagaimana sebelum ku bedah tadi?”

“Aku lupa mengambil gambar nya,” kata sang fotographer gemetar.

“Aku bilang ambil foto di setiap bagian! Aku sudah membedah nya!” kata dhika marah dengan suara meninggi.

“Maaf, aku membuat kesalahan,” kata sang fotographer ketakutan.

Cih, kenapa dia sejahat itu?

Hanya lupa mengambil gambar kan?

Dasar laki laki gila!

“Kita akan membagi tubuh nya menjadi dua dan melepas kepala nya! Kerjakan dengan benar, kita tidak sedang bermain!” kata dhika marah.

“Maafkan aku,” kata sang fotographer menundukkan kepalanya.

“Letakkan kameranya! Cepat keluar!” kata dhika dengan nada meninggi.

Akhirnya sang fotographer keluar dan digantikan oranglain yang ada di dalam ruangan itu.

“Mana data pemindaian tubuh! Kita akan kembangkan rekonstruksi tulang, siapkan CT-SCAN. Kerjakan tugasmu dengan baik jika tidak ingin keluar dari ruangan ini,” kata dhika dingin melihat rekan nya.

“Baik,” sahut rekan medis yang ada di dalam ruangan.

Kali ini Dhika serius menatap layar computer dan sang fotographer masih sibuk mengambil beberapa gambar di sana. Lalu dia mulai mengiris tubuh bagian belakang jenazah.

“Tulang rusuk keempat bagian kiri nya retak, pukulan ini berasal dari belakang. Berikan aku daftar obatnya!” kata dhika datar yang diangguki beberapa rekan nya.

Rekan perempuan nya menyerahkan beberapa lembar kertas pada nya dan langsung dibacanya.

“Ada obat metabolism, obat senyawa anti virulensi, obat penyakit kaki,” kata dhika membaca beberapa daftar obat yang ditemukan oleh pihak kepolisian di tempat perkara.

Dhika mulai mengendus kaki jenazah menggunakan hidung nya mirip anjing.

“Apa yang dia lakukan?” tanyaku ingin muntah melihat apa yang dilakukan dhika.

“Jangan dilihat, autopsy memang sedikit aneh dan memakan waktu yang lama,” sahut jaksa viky.

Dhika mulai memotong tulang dan mengambil hati jenazah, kemudian menaruh nya di alat timbangan.

“Berat hatinya 326 gram, dia pernah operasi katup prostetik,” kata dhika yang langsung dicatat oleh rekan nya.

Tidak berhenti di sana, dia bahkan membuka lambung jenazah dan mendapatkan beberapa kapsul di dalam lambung jenazah dan tidak ada makanan sama sekali di sana.

Yang membuatku semakin mual adalah saat dhika mengendusnya.

Apa dia benar benar normal?

Apa dia tidak mencium bau busuk?

Benar benar mirip anjing, kenapa dia tidak muntah? Aku saja yang melihat dari sini menahan mual.

Dia mulai mengambil beberapa kapsul yang ada di lambung perempuan itu menggunakan alat. Kemudian dia mulai membedah lagi dan tiba tiba alat dari tangan kanan nya jatuh ke lantai. Aku melihat tangan nya yang bergetar saat ini.

“Ada embrio,” kata dhika terkejut.

“Dia hamil tahap awal,” sahut rekan nya.

Dhika mulai keluar seraya melepas kostum operasi yang digunakan nya saat ini. Kami bertiga menyambut nya untuk meminta penjelasan.

“Apa ini sebuah KDRT? Ada banyak pendarahan hypodermal dan lecet sangat banyak ditubuh nya?” Tanya jaksa Erika.

“Kamu pikir aku melakukan autopsy untuk menebak apakah itu KDRT?” sahut dhika.

“Lalu apa kamu menemukan yang lain?” Tanya jaksa viky.

“Kapsulnya masih harus diperiksa dulu,dan embrio itu –“ sahut dhika menggantung perkataan nya.

“Ya Tuhan, beraninya dia memukuli istrinya yang sedang hamil. Orang itu pantas dihukum mati,” kataku geram.

“Jika begitu aku akan menangkap suaminya,” kata jaksa Erika.

“Bagaimana jika itu bukan perbuatan suaminya?” Tanya dhika.

“Mereka sering bertengkar, dan dia tidak peduli setelah tahu jika istrinya meninggal,” sahut jaksa Erika.

“Kamu kan baru saja melihatnya, kamu melihat jelas luka lukanya. Bagaimana bisa bukan suaminya yang melakukan nya!” seruku pada dhika.

“Lagipula siapa yang memperbolehkanmu masuk kesini? kamu tidak punya ijin untuk berada di sini,” sahut dhika dingin.

Tiba tiba rasanya pusing sekali, aku memegangi kepalaku dan hampir jatuh tapi dhika menangkap tubuhku.

“Duduklah,” kata dhika membantuku duduk di kursi.

HOEK…..

BYUUUR….

Aku muntah di baju nya sangat banyak. Dia menatapku dengan kesal karena aku mengotori baju nya.

“Ini pertamakalinya dia melihat autopsy, aku rasa dia belum terbiasa. Urus dia,” kata jaksa Erika tersenyum menatap dhika dan meninggalkanku begitu saja.

“Cih, dia masih hanya muntah. Kamu pertama kali melihat autopsy langsung pingsan,” kata dhika pada Erika.

Kedengaran nya mereka berdua akrab sekali.

Tidak hanya berhenti di situ, aku terus memuntahkan isi perutku. Rasanya benar benar mual. Aku benar benar mengotori bajunya dan bajuku sudah tak berbentuk lagi.

“Ikut aku,” kata dhika memapah tubuhku menuju ruangan nya.

Banyak pegawai di gedung ini yang melihatku berjalan bersama dhika dan berbisik bisik. Entah apa yang mereka bicarakan? Dhika mendudukkanku di ruangan nya dan menutup pintu nya.

“Kenapa harus ditutup pintu nya?” protesku.

“Lalu kamu ingin mereka melihatmu dalam keadaan seperti ini?” Tanya nya kesal.

“Ya Tuhan, aku selalu sial saat denganmu,”

“Maka jangan muncul lagi di depanku,” kata dhika seraya membuat secangkir teh hangat untukku. Dia meletakkan secangkir minuman hangat di depanku.

“Minumlah untuk mengurangi mualmu, bersihkan dulu badanmu di kamar mandi,” kata dhika menunjukkan kamar mandi dan menyerahkan handuk padaku.

“Lalu aku harus memakai baju ini lagi?” tanyaku mulai melihat bajuku yang kotor ini.

Dia mulai sibuk membuka lemari yang ada di ruangan itu. Dia mengambil salah satu kemeja laki laki dan menyerahkan nya padaku.

“Pakai ini dulu, aku akan menyuruh orang untuk membeli baju,” kata dhika.

“Oke,” sahutku seraya masuk ke dalam kamar mandi ruangannya.

Aku benar benar mual melihat kegiatan autopsy yang luar biasa itu. Ini pertama kalinya aku melihat organ manusia secara langsung dan aku mendadak malas makan.

Aku mulai membersihkan badan dan memakai kemeja dhika yang terlihat kebesaran di badanku. Aku keluar dengan melilitkan handuk dibagian bawah dan memakai kemejanya di bagian atas. Dhika menuju pintu ruangan nya dan menguncinya dengan cepat.

“Kenapa dikunci?” tanyaku khawatir.

“Aku mau mandi, atau kamu ingin ada yang masuk tiba tiba dan melihat keadaanmu seperti ini?” Tanya dhika datar.

Terpopuler

Comments

Riska Wulandari

Riska Wulandari

baru nyadar ini Dhika sepupu Enrika ya..

2021-12-27

0

Fitria Dafina

Fitria Dafina

Authornya keren banget sampe tau tentng pemeriksaan forensik 😍😍😍😍

2021-09-10

0

Nur Yuliastuti

Nur Yuliastuti

👍👍😍

2021-08-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!