Pantai

Sudah 4 hari Jessy di Meksiko, dan ini yang dilakukannya selama disini. Bersantai ditepi pantai, menikmati suara ombak yang terdengar merdu ditelinganya. Saat pulangnya Juliet kecil, ia sedikit lupa akan masalahnya.

"Huft." Jessy menghela nafasnya, ia sebenarnya lelah ditanya mengenai masalahnya hingga kabur ke Meksiko, tapi memanglah wajar jika keluarga bertanya seperti itu. Minggu depan ia akan pulang ke LA dan menyelesaikan urusannya dengan pasien, ia ingin cepat-cepat ke Kanada dan membuka lembaran baru, ia terlalu pengecut berada di kota orang lain.

"Minggu depan aku harus sudah benar-benar lupa dengan kejadian itu."

"Jessy! Pulanglah, Mom dan Daddy sudah bersiap-siap akan pulang." Dengan malas Jessy bangun dari berbaringnya, ia memeluk dirinya sendiri, tubuhnya terlalu lama berjemur dan sekarang ia butuh udara dingin untuk menyejukkan kembali badannya.

"Kau suka sekali dipantai." Jessy melirik kakaknya, ia sendiri bingung mengapa ia memilih pantai untuk meringankan pikirannya.

"Jika bukan dipantai dimana lagi yang bisa menenangkan pikiran ku." Gerutu Jessy.

"Kau bisa melihat my little princess." Jessy memutarkan bola matanya.

"Mom dan Daddy selalu merebutnya dariku, aku tak pernah diberi waktu lama untuk bermain bersama Juliet."

Robert merangkul bahu Jessy, mendekatkan diri mereka.

"Kembali lah ceria, jangan hanya karena satu pria kau menjadi pecundang seperti ini."

Pecundang? Ya, Jessy sangat pecundang hingga ia memilih kabur dan tidak menerima badai yang datang. Ia terlalu pecundang dengan pemikirannya sendiri.

"Entahlah, aku akan memulai hidup baru di Kanada."

"Meninggalkan karir yang sudah kau rintis bertahun-tahun di LA?" Jessy mengangguk.

"Aku akan memulai kembali di Kanada."

"Dan saat di Kanada kau merasakan patah hati lagi kau akan kabur dan mencari kota baru untuk karir mu? Memulai kembali semuanya dari nol? Seterusnya seperti itu hingga tak ada yang bisa mematahkan hati mu?" Perkataan Robert kali ini benar, sampai kapan ia akan seperti ini? Ini lah pecundang sesungguhnya.

"LA terlalu berat untuk ku. Aku tidak memiliki siapapun disana." Kali ini Robert mengangguk.

"Baik lah aku mengerti." Rangkulan Robert terlepas dan digantikan dengan genggaman tangan yang sedang bersiap. Bersiap untuk apa?.

"Ayo, kita harus kembali sebelum mommy mengamuk." Jessy belum siap, namun ia harus berlari mengikuti larian Robert yang kencang, tidak bisakah pria itu melepaskan tangannya?.

"Aku sedang tidak ingin berlari!" Teriak Jessy agar Robert melepaskan tangan mereka.

"Ayolah, ini bisa membuat mu sedikit bersemangat."

°°°

Justin mengerutkan keningnya. Mencoba menangkap apa yang dimaksud pria disebrang sana.

"Apa maksudmu?"

"Aku.. aku rasa ada yang tidak beres, sudah beberapa hari ini aku merasa diikuti."

"Kau melihat orangnya?"

"Tidak. Hanya firasat, tapi ini benar-benar mengganggu konsentrasi ku." Justin berpikir cepat. Ia baru menyusun rencana yang akan menjebak John, namun masalah baru muncul begitu saja.

"Pulanglah sekarang juga. Malam ini kita akan membicarakan langsung masalah ini."

"Baik sir." Panggilan itu terputus. Justin mengeluarkan beberapa lembar kertas yang berisikan tulisan daftar kriminal yang sudah John lakukan. Mereka harus mengubah rencana mereka lebih matang lagi, Justin yakin orang ini pintar bermain.

Justin meraih ponselnya, saat hendak mencari kontak Richard, matanya sedikit terfokus pada nama 'Dokter Jiwa' Justin tersenyum kecil saat mengingat wanita itu keesokan harinya menelfon beberapa kali, bahkan setiap 10 menit sekali wanita itu menelfonnya, namun hanya sehari saja, keesokan harinya lagi sampai sekarang ia tak diteror wanita itu lagi.

"Apa bercanda ku keterlaluan?" Gumam Justin. Ia langsung menggelengkan kepalanya, ia tidak perlu merasa bersalah, ia hanya bercanda dan tidak melakukan apapun.