Jessy bersumpah. Jika Justin tak mengangkat telefon nya, ia akan membuang kartunya dan tidak akan memaafkan pria itu!.
Dengan harap-harap cemas, Jessy melirik ponselnya, panggilan itu terhubung, Jessy langsung menggapainya dan menyimpan ketelinga.
"The number you are headed is busy or is outside the range. Please try again later" suara operator yang Jessy dengar, dengan emosi yang sudah meluap ia menekan deretan angka yang sudah ia hafal. Sedikit tidak sopan memang menelfon suami orang ditengah malam seperti ini.
"Hallo. Siapa?" Suara disebrang sana terdengar seperti terganggu.
"Aku adik mu." Jawab Jessy pelan. Ia sudah putus asa dan depresi disini.
"Oh Jessy. Maaf aku sedang dirumah sakit." Jessy mengerutkan keningnya.
"Siapa yang sakit?" Tanya Jessy panik.
"Kelly sedang kontraksi. Sepertinya akan lahiran malam ini."
"Apa! Kau tidak pernah mengatakan istri mu itu hamil. Bukannya kalian baru menikah 5 bulan yang lalu?" Terdengar suara helaan nafas disebrang sana.
"Tidak bisakah kau langsung berfikir kearah sana?"
"Kearah mana?"
"Astaga Jess! Apa aku harus memberitahu mu alasan kakakmu ini menikah? Kau sudah dewasa dan mengerti. Sudah lah aku akan kembali menemani Kelly dulu, aku berharap anak ku nanti tidak sekeras kepala seperti dirimu." Panggilan itu langsung terputus, Jessy mendengus keras, keluarganya masih saja mengejek keputusannya untuk menjadi psikiater di LA.
Sepertinya ia tidak akan kerumah orangtuanya di Kanada. Ia akan berlibur di Meksiko, rumah Robert dan Kelly, pantai dan bangunan-bangunan tua disana juga sepertinya menyenangkan untuk menjernihkan pikiran. Jessy menyalakan komputernya, ia mengetik kata-kata akan libur sementara untuk para pasiennya, Jessy tidak bisa bekerja dengan keadaannya yang seperti ini.
Setelah mengirimkannya pada semua pasien, ia bergegas kedalam kamar, memasukan beberapa baju kedalam koper dan memesan tiker pesawat paling pagi di ponselnya.
°°°
Jessy menarik nafasnya panjang saat menaiki pesawat, mencari tempat duduknya dan mengeluarkan ponsel saat sudah duduk disebelah jendela. Ia harus melepaskan kartunya, tidak boleh ada pekerjaan diwaktu liburannya. Ia pun men-log out email khusus pekerjaannya agar tak menerima notifikasi apapun.
"Hai." Sapa seorang wanita yang duduk disebelah kursinya, setidaknya ia akan mendapatkan teman diperjalanan kali ini.
"Hai " jawab Jessy ramah.
"Ke Meksiko?" Tanya wanita itu yang langsung diangguki oleh Jessy.
"Soy Larissa. Cuál es su nombre?*¹" Jessy tersenyum tipis, ia mengepalkan tangannya, mungkin akan seperti ini juga nanti disana.
"Aku Jessy. Aku tidak terlalu mahir bahasa spanyol, tapi aku mengerti apa yang kau ucapkan." Jawab Jessy pelan.
"Oh maaf, aku kira kau asli sana." Gumamnya dengan sedikit tawa renyah.
"Tidak. Kakak ku menikah dengan orang Meksiko, aku asli Kanada."
"Dan di LA?"
"Aku bekerja disini." Jawab Jessy cepat. Larissa mengangguk mengerti.
"Kakak mu tinggal dimana?"
"Bacalar, Quintana Roo."
"Ah aku tau kota itu. sekitar empat jam dari Cancun dan dekat dengan perbatasan dengan Belize?" Jessy mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau kau dimana?"
"Cabo San Lucas." Larissa sedikit tertawa dan berbisik.
"Banyak klub-klub meriah disana."
"Kau sering ketempat seperti itu?." Tanya Jessy pelan, ia takut Larissa tersinggung dengan pertanyaan nya.
"Ya. Itu menyenangkan, banyak pria tampan disana. Kau juga sering?" Jessy menggelengkan kepalanya.
"Aku belum pernah ketempat seperti itu." Jawabnya jujur. Ia memang tak pernah main ketempat bising seperti itu, Jessy lebih menyukai suasana damai, seperti cafe, pantai atau alam yang menawarkan sejuta keindahan untuk matanya.
"Usted es serio?*²" Tanya Larissa sedikit terkejut.
"Aku tidak menyukai alkohol dan asap rokok. Temanku mengatakan banyak yang seperti itu disana, jadi aku tidak tertarik." Masih dengan tatapan takjub, Larissa sedikit berfikir dan mengeluarkan ponselnya.
"Aku rasa kau menyenangkan. Boleh meminta nomor mu?" Dengan senang hati Jessy mengetikan deretan angka nomornya.
"Terimakasih."
"Sama-sama. Tapi aku menonaktifkan dulu nomor itu untuk sementara. Aku berniat menenangkan diri dirumah kakak ku." Larissa mengangguk pelan dan menyimpan kembali ponselnya.
"Apa ada masalah berat?." Jessy tersenyum sambil mengangkat bahu pelan. Ia pun tak tau apakan ini masalah besar atau bukan.
"Lain kali kau harus mencoba beer, tidak terlalu berat mu. Carilah yang kadar alkoholnya rendah untuk pemula, aku yakin itu bisa meringankan masalah mu." Jessy mendengar itu hanya tersenyum pelan. Sepertinya ia akan mencoba yang belum pernah ia lakukan, apakah selama ini Jessy terlalu ketinggalan zaman dan terlalu mencontoh ibunya yang menomorsatukan nama baik?.
____
* Aku Larissa. Siapa namamu?
* Kamu serius?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Yeni Maryani
Jessy jangan mau minum alkohol, nanti kecanduan. hindari itu kamu orang baik dan jaga nama baikmudan keluarga mu.
2022-01-19
0
Mari ani
semangat,lanjut tor
2021-10-14
0
𝑵𝒐𝒆𝒓ͪ͢ ͦ ᷤ ͭ ͤ ᷝ🧚🌹
jangan coba" jessy...nanti ketagihan😞
2021-06-30
0