Sesampainya Rindi di kediaman kedua orang tuanya, Rindi bergegas turun dari mobil menuju ke arah pintu utama yang sedang tertutup rapat.
Ketika mengetuk pintu, tak ada sahutan dari dalam. Rindi mengerutkan dahinya karena terheran, namun selanjutnya gadis cantik itu menggedikan bahunya. Rindi berpikir jika mamanya sedang sibuk di dalam.
Kakinya melangkah menuju ke arah ruang keluarga dengan berteriak memanggil mamanya. Rindi juga tidak mendapati asisten rumah tangga yang biasanya selalu membuka pintu jika ada tamu yang datang ke rumah.
"Assalamualaikum Ma, Rindi pulang" Ucapnya dengan sedikit berteriak supaya mamanya mendengar.
"Mama, Papi?" Panggil gadis itu lagi.
Setelah memanggil mamanya berkali-kali, Rindi tak kunjung mendapatkan jawaban, Rindi berniat mencari keberadaan kedua orang tuanya. Setelah mengecek beberapa ruangan, Rindi tak kunjung menemukan letak kedua orang tuanya.
Rindi tersenyum cerah bahwa teringat jika sore begini mama dan papinya sering bersantai di halaman belakang rumah.
Kakinya melangkah riang mendekati ke arah pintu yang menghubungkan antara dapur dan halaman belakang rumah. Namun, Rindi memelankan langkah kakinya ketika mendengar kedua orangtuanya sedang mengobrol yang sepertinya serius.
"Pi, kira-kira kapan ya si Alvin mau lanjut ke pelaminan sama putri kita? Kan sudah satu tahun ini mereka tunangan" Tanya Lia yang duduknya membelakangi pintu penghubung sehingga tidak menyadari kehadiran putri sambungnya.
"Papi juga belum tahu Ma, waktu Papi ngobrol sama Alvin, dia selalu bilang kalau masih nunggu siap lagi" Jawab Johan yang sedang menyeruput kopi hitamnya yang masih mengepul.
"Nunggu siap? Bukannya mereka berdua udah siap ya? Pekerjaan dia juga sudah mapan apalagi putri kita. Orang tua Alvin juga suka banget sama Rindi. Jadi nunggu apalagi?" Ucap Lia lagi.
Rindi yeng mendengar arah pembicaraan kedua orang tuanya tersenyum getir. Rindi memang belum memberitahukan masalah perselingkuhan tunangannya dengan adik tirinya itu kepada kedua orang tuanya dan orang tua Alvin.
"Papi juga tidak suka sama Alvin yang terus menghindar jika ditanya tentang keseriusannya dengan Rindi, selalu saja mengalihkan pembicaraan" Jawab Johan yang membuat Rindi menggigit bibir bawahnya kecewa.
"Mama kasihan liat putri cantik Mama di gantungkan. Ya meskipun sudah tunangan, tetapi kalau stuck disitu buat apa? Harusnya dia seriusin Rindi secepatnya" Ucap Lia dengan sungut emosinya sehingga membuat Johan mengangguk.
"Tetapi kalau mereka saling mencintai, dan Rindi tetap mau menunggu kesiapan Alvin, ya kita bisa apa Ma?" Timpal Johan sehingga membuat mata Rindi berkaca-kaca di balik pintu halaman belakang.
"Semoga Alvin merupakan orang yang tepat untuk putri kita ya Pi" Ucap Lia dengan tersenyum hangat, dalam hatinya berdoa supaya hal tersebut menjadi kenyataan sehingga membuat Rindi bahagia.
'Nyatanya Rindi menjadi korban dari kebodohanku sendiri karena terlalu mencintai pria pengecut itu' Batin Rindi dengan mengepalkan tangannya ketika mengingat kejadian beberapa hari lalu.
Hatinya terasa sesak mengingat kilasan memori yang mengingatkan kebersamaannya bersama Alvin selama tujuh tahun terakhir.
Menatap langit-langit rumahnya untuk menghalangi air mata yang siap mengucur deras dari matanya. Mengembuskan napasnya perlahan, dan menormalkan wajahnya kembali supaya Johan dan Lia tidak curiga.
Merapihkan penampilannya kembali, dan berusaha untuk tersenyum dan bersiap melangkah menuju tempat duduk orang tuanya.
"Sepi ya Ma, kedua anak kita pada tidak di rumah. Coba aja ada mereka pasti ram..." Ucapan Johan terpotong oleh ucapan Rindi.
"Assalamualaikum Papi, Mama. Rindi pulang lho, jadi nggak sepi lagi kan?" Sahut Rindi yang kini sedang berdiri di samping meja dengan melipat kedua tangannya di depan dada dan tersenyum menggoda.
Berusaha tersenyum padahal hatinya sedang sedih.
"Waalaikumsalam Nak" Ucap Johan dan Lia bersamaan disertai senyum manisnya saat putri sulung mereka mencium punggung tangan keduanya dengan sopan.
"Gimana? Jadinya nggak sepi kan? Lagi ngobrol apa sih Pi, Ma? Kok kayaknya serius banget" Tanya Rindi yang dibuat seolah-olah tidak tahu agar kedua orang tuanya tidak curiga.
"Tidak kok sayang, kita lagi bahas hubunganmu dengan tunanganmu" Jawab Lia.
'Lebih tepatnya mantan tunangan Ma' Lanjut Rindi dalam hatinya.
"Tidak usah dipikirin Ma, udah ada yang mengatur jalan kedepannya" Jawab Rindi dengan santainya sembari menyandarkan kepalanya di bahu sang papi.
Lia yang melihat sikap manja dari putrinya langsung tersenyum hangat. Tangannya bergerak lembut mengusap rambut halus milik Rindi, karena kini posisinya Rindi duduk di tengah Lia dan Johan.
"Linda jadi ke puncak Ma sama temannya?" Tanya Rindi hanya berbasa-basi saja.
"Iya sayang, kamu nginep di sini kan?" Jawab Lia dengan tangan yang menggenggam tangan putih milik Rindi.
"Iya Ma, Rindi pengin nginep dulu di sini" Jawab Rindi dengan tawa hambarnya.
"Kamu lagi ada masalah Nak? Kalau ada kamu cerita aja ke Papi" Tanya Johan sembari mengelus kepala putrinya dengan penuh kasih sayang. Lia yang mendengar ucapan sang suami pun turut mengangguk setuju.
"Rindi nggak ada masalah kok, kalian tenang saja" Jawab Rindi dengan berbohong karena tak ingin membuat Johan dan Lia mengetahui permasalahannya.
Rindi tahu jika semua pasti akan terbongkar, namun ini belum waktu yang tepat menurutnya. Biarlah waktu yang menunjukkan semuanya.
"Hubunganmu dengan Alvin baik-baik saja kan Nak?" Kini giliran mama Lia yang bertanya kepada Rindi.
"Alhamdulillah baik kok Ma" Jawab Rindi singkat.
'Maafin Rindi harus bohong Ma, nyatanya hubungan Rindi dan Alvin sudah hancur' Lanjutnya dalam hati disertai dengan senyum pedihnya menatap kosong ke arah depan.
"Syukurlah kalau baik-baik saja. Semoga lancar sampai ke pelaminan ya Nak" Balas Johan dengan senyumnya.
Rindi yeng mendengar ucapan papinya, entah mengapa hati kecilnya terasa sakit. Memejamkan matanya untuk meredam rasa yang entah apa itu. Rindi merasakan sakit, kecewa dan benci di saat yang bersamaan.
"Ya udah, Rindi pamit ke kamar dulu ya Pi, Ma. Mau beres-beres terus istirahat sebentar. Masih capek habis jenguk pegawai yang lahiran" Ucap Rindi guna mengalihkan pembicaraan yang sensitif baginya.
"Istirahat dahulu Nak kalau capek. Jangan lupa nanti turun buat makan malam ya" Ucap Lia dengan menatap mata putri sambungnya itu.
"Iya Ma" Jawab Rindi dengan menganggukkan kepalanya dua kali. Setelah menjawab hal tersebut, Rindi mencium pipi kedua orang tuanya dan bergegas untuk menuju kamarnya.
Ketika langkah kakinya menaiki tangga menuju lantai dua, manik matanya terpaku menatap bingkai foto yang terletak di dinding bercat putih itu.
Di antara semua bingkai itu, hanya satu yang menjadi fokus utama pandangannya yaitu foto yang menangkap suasana bahagia saat hari pertunangannya dengan Alvin satu tahun silam.
Menghentikan langkah kakinya menaiki tangga, tangan Rindi bergerak menyentuh bingkai tersebut. Di foto itu senyum bahagia terpancar dari wajah Rindi dan Alvin, namun semua itu sirna saat ini.
Wajah Rindi berubah sendu seketika, matanya berkaca-kaca dipenuhi air mata yang sudah mengumpul di pelupuk matanya. Bibirnya bergetar menahan tangis dengan tangannya masih mengusap bingkai tersebut.
"Terima kasih atas kebahagiaan yang kau berikan saat itu. Meskipun kini kau memberikan luka yang dalam" Ucap Rindi dengan mata yang menatap foto Alvin. Rindi menggelengkan kepalanya pelan dan melanjutkan langkah kakinya.
Rindi berjalan masih dengan wajah sendunya, melipat bibirnya kedalam untuk menahan isakan yang akan keluar dari bibir mungilnya.
'Ceklek'
Setelah memasuki kamarnya dan mengunci pintu, pertahanan Rindi runtuh sudah. Air matanya mengalir deras di pipi, badannya luruh di lantai kamar.
Meskipun dirinya terlihat baik-baik saja, namun berbeda dengan hatinya. Rindi seakan masih belum percaya jika hubungannya dengan Alvin sudah berakhir sampai di sini.
Rindi membenci dirinya yang masih saja mencintai Alvin, yang sudah dengan jelas mengkhianati hubungan mereka. Meskipun Rindi benci kepada mantan tunangannya, namun dirinya masih tetap mencintai pria itu.
"Mengapa aku tidak bisa benci pria itu ya Allah..." Ucap Rindi di sela tangisan pilunya.
Rindi masih belum siap jika orang tuanya dan Alvin mengetahui berakhirnya pertunangan keduanya. Rindi mengetahui jika orang tua Alvin sangat menyukainya, namun apalah daya Rindi.
Rindi mengumpulkan barang-barang pemberian Alvin. Meletakkannya di dalam kardus dan berniat akan membakar atau membuangnya. Dengan tangan bergetar, Rindi mengambil bingkai foto berdua dengan Alvin yang diletakkan olehnya di atas nakas samping tempat tidurnya dan melemparkan kasar di dalam kardus.
Setelah lelah menangis, Rindi menuju ranjang untuk istirahat. Karena saking lelahnya hingga gadis itu lupa untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu.
Rindi terlelap dalam tidurnya dengan sesenggukan karena lelah menangis. Mulutnya masih menyisakan isakan kecil yang terdengar.
Tiga jam berlalu, Rindi mulai terusik dari tidur lelapnya karena mendengar teriakan dari mamanya.
"Nak, bangun sayang. Udah mau azan magrib lho. Mandi terus sholat ya sayang, kalau udah turun kebawah untuk makan malam" Ucap Lia dari luar.
"Iya Ma, ini Rindi udah bangun" Balas Rindi dengan suara seraknya khas bangun tidur.
Setelah Rindi selesai mandi dan melakukan ibadahnya, gadis itu berniat untuk turun kebawah. Namun ketika dirinya melewati cermin, gadis itu mendesah nafasnya berat ketika melihat matanya sembab karena setelah nangis langsung tidur.
Kalian pasti pernah kan habis nangis langsung tidur pas bangunnya mata sembab hidung bengkak ;)
Setelah sampai di ruang makan, tampak sang papi sudah duduk manis dan mamanya yang sedang mempersiapkan makanan dibantu asisten rumah tangga. Mendudukkan diri di kursi yang biasa dirinya tempati.
"Nak mata kamu kenapa? Habis nangis ya tadi sebelum tidur?" Tanya Johan
"Ada masalah apa sih sama putri cantik Mama yang satu ini? Kok sampai sembab gitu mukanya" Tanya Lia dengan tangan yang menyendok kan nasi ke piring suami dan putrinya.
"Hehehe, biasa masalah cewek Ma" Jawab Rindi dengan menampilkan deretan gigi putihnya.
Johan dan Lia terkekeh karena mendengar jawaban dari putri sulung mereka. Mereka memulai makan malam dengan hening tanpa suara. Setelah mereka menyelesaikan makan malam, asisten rumah tangga mereka mendekat ke arah meja dari ruang tamu.
"Mbak Rindi itu di luar ada Mas Alvin katanya mau bertemu sama Mbak Rindi" Ucapan dari asisten rumah tangganya itu membuat tubuh Rindi menegang seketika. Nafasnya tercekat dan tangannya mengepal kuat di bawah meja makan.
"I iya" Jawab Rindi dengan gugup
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 314 Episodes
Comments
Yuli Yuli
ada apa LG Alvin nemuin rindi apa blom puas dia nyakitin rindi
2024-05-08
0
Praised94
terima kasih 👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2023-11-25
0
🌹bunda 2A & 2S🌹
hadeeh yg begitu kok masih ditagisin sih rindi
2023-10-31
1