Reyhan telah bersiap dengan seragam putih abu yang dikenakannya. Bukan sebagai murid baru di sekolah menengah atas, tapi hari ini ia resmi menjadi siswa kelas 11. Seorang senior bagi adik kelasnya, sekaligus junior bagi kakak tingkatnya.
Ia langsung turun menuju meja makan. Menyantap nasi goreng seafood kesukaannya, yang telah disiapkan sang mama.
"Pagi sayang." Santi menyapa Reyhan dari arah tangga.
"Pagi juga Ma. Oh ya, Bang Revan udah bangun belum Ma?"
"Udah tuh, sebentar lagi turun." Santi menarik kursi di meja makan dan duduk menghadap Revan. "Untung saja, kamu ambil kunci duplikatnya kemaren. Jadi mama gak perlu teriak-teriak lagi buat bangunin abang kamu. Hehe."
"Hehe, biarin tuh si abang. Suruh siapa susah banget dibanguninnya."
Mereka berdua asyik membicarakan Revan di meja makan. Tak lama sang pemilik nama muncul dan mendengar pembicaraan adik dan mamanya.
"Oh, oh, gitu ya. Bagus pagi-pagi udah gibahin Revan." Revan berjalan pelan menuruni anak tangga. Seolah ia sedang menangkap basah dua buronan.
"Udah, cepetan sarapan. Hari pertama loh, Van. Kamu harus kasih contoh buat para junior kamu."
"Betul, Bang, apa kata mama. Cepetan, anterin aku juga."
Revan yang menarik kursi di sebelah sang adik, mendadak berhenti. Ia mengerutkan dahi hingga kedua alisnya tampak menyatu. "Hah, sekolah kita kan gak searah."
"Terus aku gimana bang?"
"Jalan kaki aja, haha." Revan terbahak. Membuat remaja itu terhenti menyuapi nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Revan ...."
"Hehe, iya, Ma." Revan tersenyum kecut. "Oke, aku anterin. Ongkirnya 50 ribu." Ia mengulurkan dan menengadahkan sebelah tangannya ke hadapan Reyhan.
"Ongkir, ongkir. Kau kira aku barang COD-an bang? Pokoknya anterin setiap hari sampe motorku bener."
"Hehe, iya iya. Adik bawel." Revan mengacak-acak rambut Reyhan, membuat remaja 17 tahun itu mendengus kesal.
Santi hanya tersenyum kecil mendengar cekcok kedua putranya yang sering dan biasa terjadi di meja makan. Walau ini bukanlah kebiasaan baik dan ia sudah memperingati kedua anaknya, tapi Santi tak ambil pusing. Ia menikmati segala kegaduhan karna kasih sayang yang terjalin di antara mereka. Ia berfikir setelah kedua putranya menikah, dirinya tak akan lagi mendengar kegaduhan yang membuat suasana rumah menjadi lebih hidup.
"Ma, Reyhan berangkat dulu ya." Reyhan mencium punggung tangan sang mama.
"Revan juga berangkat, Ma." Revan juga mencium punggung tangan sang mama.
"Assalamu'alaikum," ucap Reyhan dan Revan bersamaan. Mereka telah bersiap di atas motor Revan.
"Waalaikumsalam. Hati-hati sayang. Jangan ngebut-ngebut ya, Van."
"Iya, Ma," jawab Revan seraya menutup kaca helmnya.
Santi masih berdiri di depan pagar hingga kedua putranya melaju dan tak terlihat lagi.
•••
Mereka sampai di sekolah Reyhan. Kedua kakak beradik itu menjadi pusat perhatian para dara muda di sekolah favorit nomor satu di kota itu. Terlebih para murid baru yang belum pernah melihatnya.
"Nih, Bang, helmnya." Reyhan menggantungkan helmnya di stang motor milik Revan.
"Lah, ya bawa dong. Itu kan helm kamu. Masa iya aku bawa 2 helm."
"Aku gak biasa bawa helm ke kelas, Bang."
"Terus, mau titipin ke aku gitu? Nanti cewek-cewek ngiranya aku habis ngojek kalau bawa dua helm. Enggak mau!" Revan menolak mentah-mentah permintaan sang Adik.
"Huh, ngeselin!"
"Biarin." Revan menarik lengan jaketnya yang menutupi jam tangan di pergelangannya. "Udah setengah 7 lewat nih, aku mau berangkat. Pokoknya nanti abang nunggu di sini ya."
"Hemm." Reyhan hanya meng-hem-kan ucapan sang kakak. Ia masih tetap berdiri menunggu Revan sampai tubuh sang kakak tak terlihat lagi diantara kerumunan kendaraan lain.
Reyhan berjalan melewati deretan kelas 10 menuju deretan kelas 11. Sepanjang koridor sekolah ia disambut oleh tatapan kagum dari juniornya yang merupakan siswa baru. Sampai-sampai ia mendengar ada junior yang menyayangkan, mengapa Reyhan tak menjadi Ketua Osis saja.
Reyhan memang termasuk siswa yang selalu menjadi juara umum disekolahnya. Saat pemilihan Osis tahun lalu, dia terpilih menjadi salah satu kandidat. Namun Reyhan mengundurkan diri, bahkan sebelum hari pelatihan dan pemilihan tiba. Ia beralasan hanya ingin memfokuskan diri pada pelajaran saja.
Terlebih lagi dia enggan menjadi Osis, karena tidak suka dengan acara MOS tahunan yang terkesan lebih mengerjai para murid baru, dari pada memberi pengenalan yang baik tentang sekolah kepada mereka.
"Rey!" teriak Kai dari belakang, berusaha mengejar Reyhan diantara kerumunan siswa yang berlalu-lalang.
Reyhan menoleh kebelakang. Melihat Kai yang tengah berlari ke arahnya.
"Udah tau kita dikelas mana?" tanya Kai, seraya mengatur deru nafasnya.
"Belum, aku baru aja sampai"
"Ya sudah, kita liat sama-sama ya."
Mereka berdua menuju deretan kelas 11. Dilihatnya kertas yang menempel di setiap jendela kelas, kertas tersebut berisi nama siswa yang menempati masing-masing kelas.
Reyhan dan Kai memulai dari kelas 11 MIPA 1.
"Rey, tuh nama kamu ada di kelas ini, di MIPA 1, tapi kok ..." Kai mengulang membaca deretan nama siswa yang menempati kelas MIPA 1, dengan menunjuk menggunakan telunjuknya. "Rey, kita gak sekelas lagi. Yahh," lirih Kai kecewa.
"Yaudah kita liat di kelas sebelah, siapa tau nama kamu ada disana."
Mereka berdua berjalan ke kelas sebelah, yaitu kelas MIPA 2. Reyhan membaca secara teliti nama-nama siswa yang terdaftar disana.
"Kai, nih nama kamu ada disini. Karai Mahendra absen 15." Reyhan menunjuk nama Kai disana.
"Yah, jadi kita beneran gak sekelas lagi Rey. Lagian kenapa ada sistem rolling kelas sih?" dengus Kai kesal. Karna tak bisa satu kelas lagi dengan sahabatnya sekaligus mendapat contekan ketika ulangan tiba.
"Suruh siapa kamu leha-leha, gak belajar. Jadi nilaimu turun kan."
"Hehe, kan ada kamu, Rey." Kai tersenyum cengengesan ke arah sahabatnya itu. Membuat Reyhan hanya bisa menggeleng pasrah.
Kriiiing!
Bunyi bel masuk berhasil membuat beberapa siswa menghentikan aktivitas ringannya, dan berlari memasuki kelas untuk memilih tempat duduk yang nyaman.
"Yaudah, Kai, aku masuk dulu."
"Oke."
Reyhan berjalan masuk menuju kelas barunya. Semua bangku sudah hampir memiliki penghuni, dengan teman duduk mereka masing-masing.
Ia duduk di deretan paling kiri pada baris belakang jauh dari meja guru. Tak lama kemudian datang seorang siswa laki-laki yang menghampirinya dan meminta ijin duduk di sebelahnya.
"Halo, apa disini sudah ada yang nempatin?" tanyanya dengan sopan.
"Belum. Kalau mau, duduk aja gak papa."
"Makasih. Kenalin namaku Aldi. Aku dulu dari kelas 10 MIPA 4." Aldi mengulurkan tangannya.
"Aku Reyhan, dari 10 MIPA 1."
"Oke Reyhan, semoga kita bisa jadi teman baik."
"Iya, Aldi."
Tak lama kemudian, seorang guru wanita setengah baya memasuki ruangan. Ia adalah Bu Utami, Guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelas di kelas 11 MIPA 1.
"Anak-anak, hari ini kita punya teman baru," ucap Bu Utami seraya berdiri di depan kelas.
"Wah, tumben anak baru masuk kelas unggulan?"
"Bukannya biasanya anak baru ditempatinnya di kelas reguler yah, atau kelas IPS."
"Jangan-jangan orang kaya."
"Mungkin orang tuanya nyuap biar anaknya dapet kelas bagus."
Hampir seluruh siswa memiliki pertanyaan dan argumennya masing-masing. Mereka juga men-judge anak baru itu dengan hal negatif.
"Silahkan masuk." Bu Utami mempersilahkan murid baru tersebut memasuki kelas.
Tap ... tap ... tap ....
Semua murid terdiam seketika. Saat ini seisi kelas menatap satu objek yang membuat mereka terpana sekaligus iri.
Gadis cantik itu berjalan perlahan, meneduhkan pandangannya dengan senyum ramah yang tersungging menyapa mereka.
DEG!
Reyhan terdiam, tak berkedip menatap seseorang yang muncul dari balik pintu kelasnya. Rasa tak percaya hinggap di benaknya. Memunculkan sebuah tanda tanya, apakah yang dia lihat nyata atau hanya fatamorgana belaka?
'Keira!?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
YouTrie
ISTRI SANG MAJIKAN Like
2021-06-28
0
👑Meylani Putri Putti
lanjut thor
2021-06-27
0
要钱💸
mantappp
2021-06-25
0