About Love
Sinar mentari menembus tirai tipis di kamar laki-laki berusia 17 tahun. Membuatnya menggeliat dan terpaksa membuka kelopak matanya yang masih terasa berat. Reyhan, begitulah ia biasa dipanggil.
Tok ... tok ... tok !
"Reyhan, bangun sayang. Sudah pagi loh ini, udah hampir setengah 8!" ucap Santi, mama Reyhan yang mengetuk pintu dan langsung berlalu pergi. Ia tau bahwa Reyhan tak sulit untuk dibangunkan. Beda halnya dengan sang kakak.
Reyhan menggeliat di tempatnya. Sesaat kemudian ia terduduk di sisi pinggir tempat tidur. Menenggak segelas air putih yang setiap malam selalu disediakan sang mama. Reyhan pun beranjak dari duduknya. Merapikan tempat tidur dan bergegas untuk mandi.
Sementara di tempat lain, Santi masih membangunkan putra sulungnya yang bernama Revan. Berbanding terbalik dengan sang adik, Revan sangat sulit dibangunkan. Bahkan Reyhan dan sang mama sudah memesan duplikat kunci kamar Revan, supaya lebih mudah untuk membangunkannya saat tidur.
"Revan ... bangun! Sudah pagi sayang, bangun! Aduh anak ini mama udah bolak-balik tujuh kali belum bangun juga ya!" ucap Santi kesal karena telah berkali-kali membangunkan Revan. Namun laki-laki berusia 18 tahun itu tak kunjung bangun juga.
Dor ... dor ... dor! (suara pintu yang diketuk terlalu keras)
"Astagaa, ada tembak ... ada bom ...." Revan terperanjat mendengar ketukan pintu kamarnya yang terdengar seperti bunyi pistol.
"Revan bangun! Buka gak pintunya!" Santi telah habis kesabaran karena setiap hari harus membangunkan Revan yang tidur seperti orang mati.
"Iya Mah, bentar!" Revan mengelabui sang mama dengan ucapannya. Padahal ia kembali menutupi dirinya dengan selimut.
Santi masih menunggu putranya membuka pintu. Namun karena lama ia menyadari bahwa Revan belum juga bangun. Ia terpaksa kembali mengeluarkan tenaga dalamnya untuk membangunkan sang putra.
Dor ... dor ... dor!
"REVAAANNNN!"
Revan seketika melompat dari tempat tidur, hingga membuat selimut yang dipakainya melayang entah kemana. "Iya, Ma, iya. Nih Revan bangun!"
Ceklek!
"Revan, dasar ...."
"Hoamm," Revan menguap tepat di depan sang mama. Aroma naga menguar di penciuman Santi, hingga wanita berusia 40-an itu terhenti saat ia akan di memarahi putranya. Ia reflek menutup hidungnya dengan mencapitkan ibu jari bersama telunjuknya yang lentik.
"Astaga, Revan! cepetan mandi, sikat gigi cepetan!" Santi mendorong Revan yang masih bermalas-malasan untuk memasuki kamar mandi.
Santi merapikan tempat tidur Revan. Ia menggeleng-gelengkan kepala ketika selimut Revan yang dicarinya berada di lantai. "Dasar anak nakal, sudah besar tapi belum juga dewasa." Ia hanya tersenyum kecil melihat ulah putranya. "Van, mama tunggu di bawah ya. Kalau sudah mandinya langsung sarapan, mama siapin."
"Oke, Ma," jawab Revan dari dalam kamar mandi sembari menggosok giginya.
Santi segera keluar setelah selesai merapikan kamar Revan. Ia kembali berjalan ke kamar milik Reyhan. Seperti biasa kamarnya sudah rapi tanpa harus menunggu sang Mama merapikannya. Melihat hal itu membuat Santi senang sekaligus bangga pada Reyhan.
Ia berjalan menuju lantai bawah, dilihatnya Reyhan sudah duduk dan menyantap sepiring nasi goreng di meja makan.
"Pagi sayang," Santi menarik kursi di sebelah tempat Reyhan duduk dan segera menyendokkan seporsi nasi goreng di piringnya
"Pagi juga Ma," jawab Reyhan singkat.
"Pagi-pagi udah rapi banget sih, mau kemana?"
"Reyhan mau beli kekurangan perlengkapan sekolah ma. Besok kan udah masuk," jawab Reyhan sembari terus mengunyah makanan di mulutnya.
"Oh, yaudah uangnya Mama ambilin dulu." Santi beranjak dari tempatnya dan akan menuju kamar untuk mengambil uang.
"Gak usah, Ma. Reyhan ada tabungan. Kalau cuma buat beli sedikit masih cukup lah," tandas Reyhan membuat sang Mama tersenyum kecil menatapnya.
"Ah, beneran?"
"Iya, Ma."
Santi mengelus kepala putranya itu. Seketika kepala Reyhan bergerak menjauh, disertai lirikan tajam tanda tak suka dengan sikap sang mama yang memperlakukannya seperti anak berusia 5 tahun. Santi hanya tertawa geli melihat tingkah Reyhan.
Mereka pun makan dengan tenang. Tak lama kemudian Revan datang dari lantai atas dengan sedikit berlari menuju meja makan.
"Pagi Ma ... mmmuach." Sudah menjadi kebiasan jika setiap pagi Revan selalu mencium pipi sang Mama.
"Pagi juga sayang, nih mama udah siapin nasi gorengnya buat kamu."
"Pagi juga my brother ... mmm, oops!" Hampir saja Revan mencium pipi Reyhan yang menggembung penuh dengan nasi goreng di mulutnya.
"Ih, apa sih bang. Geli banget," sahut Reyhan risih, melihat bibir sang kakak yang manyun itu sudah hampir menempeli pipinya.
"Hehe, aku kira tadi cewek yang duduk di sebelah Mama. Habisnya knapa sih, cuek banget. Kayak cewek lagi PMS aja." Revan terkekeh mendengar ucapannya sendiri.
Sementara Reyhan mulai sewot dengan ucapan sang Kakak yang dinilainya lebih seperti umpatan. "Tau lah, terserah!" Ia langsung cepat-cepat menghabiskan sisa nasi goreng di piringnya, dan berlalu menuju dapur untuk mencuci tangannya di aliran air wastafel.
Reyhan berjalan mendekati sang mama dan berpamitan, "Ma, Reyhan berangkat ya!" ucapnya setelah mencium punggung tangan sang Mama.
"Iya sayang, hati-hati ya."
"Hey adikku, nih cium tangan abangmu juga." Revan menjulurkan tangannya, dan menggerakkan jari-jarinya seperti gaya seorang Pengacara kondang, yang sedang memamerkan deretan cincin batu yang bertengger di jari-jemarinya.
Melihat tangan sang kakak yang berminyak setelah memegang ayam goreng, membuat Reyhan semakin enggan untuk menjabat tangannya. "Ogah, cium aja sendiri." Reyhan beranjak pergi dan berkata, "Bang motornya pake aku dulu ya, bye!" Ia melangkah keluar secepat mungkin sebelum sang kakak berteriak melarang membawa motor miliknya.
"Eh, Reyhan. Balik gak! Balik!" teriak Revan dari tempat duduknya.
"Udah, udah, suruh siapa kemaren kamu bawa motor adikmu. Mana dibuat kebut-kebutan sama temenmu. Hasilnya apa? Kecelakaan masuk bengkel kan?"
"Hehe, iya ma, maaf. Kan bukan ulah Revan juga. Udahan dong marahnya."
Hal itu bukan membuat sang Mama iba, malah ingin tertawa melihat kelakuan putra sulungnya yang seperti anak kecil. "Yaudah iya, tapi jangan bikin ulah lagi. Tuh adek kamu jadi marah-marah kan." Santi cekikikan memikirkan kedua putranya yang sering bertingkah seperti kucing dan anjing.
"Iya Ma, emang dasar aja tuh anak kayak cewek PMS. Sok cool, sok dingin, kebanyakan baca komik CEO dingin kayaknya. Hahahaha!" Reyhan terbahak-bahak dengan perkataannya sendiri. Alhasil ia pun tersedak dan terbatuk hampir menyemburkan Isi mulutnya yang penuh dengan nasi goreng. "Uhuk-uhuk!"
"Minum dulu." Santi menyodorkan segelas air putih pada Revan dan untung saja membuat batuknya terhenti. "Makanya, kalau makan jangan sambil ngomong. Apalagi sampe ngetawain adik sendiri. Yaudah habisin, nih mama tungguin."
"Hehe, iya ma." Revan kembali melahap sisa nasi goreng di piringnya.
Santi masih belum beranjak dari posisi tempat duduknya. Ia menunggu Revan sampai benar-benar selesai menghabiskan sarapan. Dalam hatinya, ia bersyukur memiliki dua putra yang sangat menyayangi satu sama lain. Walau kadang percekcokan selalu terjadi di antara mereka, namun semua itu tak akan membuat keduanya bertengkar hebat.
Reyhan yang lebih pendiam dan dingin menjadi sasaran empuk sang kakak yang selalu menggodanya dan mengerjainya. Namun walau demikian Revan juga tak pernah melewati batas dalam hal bercanda dengan adiknya.
Begitupun Reyhan, walau terkadang ia marah dan kesal dengan sang kakak, lantas tak membuatnya membenci Revan. Bahkan ia bersyukur, karena bisa mengenal Revan dan menjadi adiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Rina Aina
Semangat thor aku padamu😂😂😂
2021-07-18
0
re
mulai
2021-07-17
0
Little Peony
Halooo Thor salam kenal dari Crushed by CEO dan Shadow ya ✨✨✨✨
2021-07-09
0