INDIGO
Seorang gadis dengan paras yang cantik dan senyum memikat itu kini sedang melangkahkan kakinya di bawah langit berwarna jingga dengan earphone yang menempel di telinganya, senandung kecil keluar dari mulutnya menyanyikan lagu yang saat ini sedang dia dengar.
Gadis berparas cantik tersebut baru saja pulang dari sekolahnya, bersekolah di salah satu sekolah ternama di daerah Bandung, SMA Pelita Harapan. Dia baru saja duduk di bangku kelas 10 SMA.
Bahkan ini adalah hari pertamanya masuk sekolah, dia berharap hari pertama nya itu bertemu dengan kakak kelas baik hati, tampan dan mencintai dirinya namun ini adalah realitanya tidak ada kakak kelas yang di ceritakan dalam novel-novel.
Ini lah kesehariannya, datar, tidak menarik, tidak ada yang spesial dan bahkan tidak ada warna sama sekali, kesehariannya ini tidak seperti layaknya cerita dalam novel yang sering dia baca. Meskipun saat ini dia sudah memiliki tambatan hati tapi kisah asmara nya itu tidak seromantis dan tidak seasik dalam novel.
Namun ada satu hal yang dia sembunyikan dari semua orang, bahkan dari keluarganya, gadis berparas cantik yang sedang berjalan sambil menatap langit senja itu memiliki kemampuan untuk melihat mereka yang tak kasat mata.
Kurang lebih kesehariannya ini selalu di warnai dengan hal-hal berbau mistis, di temani dengan nyawa tanpa raga atau sering kita sebut sebagai hantu, percaya atau tidak itu adalah kenyataannya, bertemu dengan mahluk mengerikan setiap harinya, di kagetkan dengan kemunculannya yang secara tiba-tiba bahkan tidak tahu tempat.
Saat ini saja banyak sekelebat bayangan yang melewati tubuhnya, terkadang sesekali dia memalingkan wajahnya ketika ada sosok yang tahu akan kebenaran bahwa dia bisa melihat mahluk tak kasat mata.
"Apa kamu bisa melihat wajah ku ini?" tanya sosok yang kini sedang berada di hadapan gadis tersebut.
Gadis itu tak menghiraukan pertanyaan mahluk yang kini berada di depannya, dia seolah acuh tak acuh dengan kehadirannya, sosok seperti itu terkadang sering meminta sesuatu yang lebih terlihat dari wajahnya yang sangat mengerikan.
Namun saat dia sedang menatap indahnya langit senja dan senandung lagu yang dia nyanyikan tiba-tiba saja lagunya itu terhenti, di ganti dengan suara seseorang yang meneriakkan namanya.
"Naraa!!" teriak seseorang yang memenuhi gendang telinganya itu.
Gadis yang kini sedang memejamkan matanya karena teriakan dari telpon tersebut bernama Renara Maharani, dia sering di panggil Nara atau Ara.
"Apa sih Ma?" tanya Renara si gadis yang memiliki kemampuan untuk melihat mereka yang tak kasat mata.
"Ini udah jam berapa? mau sampai kapan di jalan terus?" tanya orang yang sedang menelpon Renara. Orang tersebut adalah Ibunya Renara, Zanna Zelinda.
Zanna Zelinda bukanlah seorang ibu yang mengekang anaknya, dia selalu membiarkan anaknya melakukan apapun selama bisa menjaga diri dan tidak merugikan orang lain.
"Iya Ma, bentar lagi nyampe kok," jawab Renara pada Ibunya itu.
"Kenapa gak bareng sama abang kamu Ra?" tanya Zanna.
Renara memiliki satu kakak laki-laki yang saat ini bersekolah di sekolah yang sama seperti dirinya SMA pelita harapan, kakaknya itu bernama Daren Arendra, bisa dibilang bahwa Daren termasuk list siswa tertampan di sekolahnya, tak sedikit orang yang selalu mendekatinya tapi Daren tidak pernah menanggapinya, padahal apa yang di mereka kejar dari Daren? Ke kanak-kanakan, receh, galak, posesif, banyak sekali minusnya di mata Renara namun minusnya itu tertolong oleh wajahnya yang melebihi rata-rata.
"Ara lagi pengen jalan Ma," jawab Renara, saat dia sedang mendengar celotehan ibunya itu ada kepala yang menggelinding ke bawah kakinya membuat dirinya terlonjak kaget, namun dengan cepat dia menetralkan kagetnya dan memalingkan wajahnya ke arah matahari yang kini mulai tenggelam.
"Ya udah cepetan pulang, kamu anak gadis, nanti kalau di jalan ada apa-apa gimana?" tanya Ibunya Renara yang khawatir terjadi apa-apa dengan anak gadisnya itu.
Iya ma, hampir aja tadi Nara nginjek kepala buntung, ucap Renara dalam hati sambil menghela nafasnya.
"Iya ma, Nara bisa jaga diri kok ma, Mama tenang aja, bentar lagi nyampe," jawab Renara.
"Mama tunggu di rumah, makanan udah siap, Mama tutup telponnya," ucap Ibunya Renara sambil menutup sambungan telponnya secara sepihak tanpa menunggu jawaban dari anak nya itu.
Suara alunan musik kembali memenuhi telinganya, seolah suara itu masuk dengan sopan kedalam indra pendengarannya setelah beberapa menit yang lalu mendengar celotehan dari ibunya yang mampu membuat pendengarannya itu pecah tiba-tiba.
Renara melihat kearah jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangannya, dia melihat jam itu sudah menunjukkan pukul 17.10 , pantas saja ibunya menelpon Renara, ternyata dirinya sudah terlalu lama berjalan, dia pun melihat sekitar jalanan yang sudah sepi dan lenggang bahkan tidak ada sama sekali suara deru motor melewati jalanan tersebut.
"Kenapa tiba-tiba sepi?" tanya Renara sambil menatap jalanan yang terlihat sepi itu, hanya ada dedaunan kering yang jatuh dari atas pohon yang di terpa oleh hembusan angin sore.
"Perasaan tadi masih rame," sambung Renara yang kini mempercepat jalannya itu, dia sudah merasa tidak ada yang beres bahkan dia merasakan tidak enak hati.
Ternyata feeling nya itu benar, dia bertemu dengan segerombol preman yang sedang melangkahkan kaki kearah dirinya, anehnya kenapa tiba-tiba ada preman di sekitar jalan ini, biasanya tidak ada.
Mampus. ucap Renara sambil menatap kearah segerombol preman tersebut.
Inilah yang dia takuti, bertemu dengan orang-orang jahat di waktu yang tidak tepat, jika Renara di beri pilihan antara bertemu dengan seribu sosok mengerikan dengan sekelompok manusia berwajah sangar, dia lebih baik memilih bertemu dengan sosok mengerikan, karena mereka yang tak kasat mata bisa di lalui begitu saja sedangkan manusia seperti ini jika lari akan di kejar sampai dapat dan jika berjalan santai kadang perlakuannya tidak senonoh.
"Mampus, gimana gue lewat jalan situ?" tanya Renara yang masih diam mematung menatap segerombol pria yang kini sudah mulai mendekat kearahnya.
Renara melangkahkan kakinya mundur saat di kira preman tersebut mulai mendekati dirinya.
Tuhan, tolongin Nara, ucap Rnara dalam hati sambil melangkahkan kakinya mundur dan ber ancang-ancang untuk berlari.
"Mau kemana?" tanya salah seorang pria yang wajahnya sudah tidak muda lagi, berwajah seram, memiliki kantung mata dan lingkar hitam di sekitar matanya.
"Permisi om, mau lewat," jawab Renara sambil tersenyum namun ancang-ancang untuk berlari nya masih dia persiapkan jika preman tersebut berani menyentuhnya.
"Kamu panggil saya om?" tanya preman tadi.
"Emang om gak sadar sama muka om sendiri ya?" tanya Renara.
"Wah berani dia bos," ucap salah satu anak buah dari preman tersebut dengan penampilan yang urakan.
"Sikat," ujar Preman yang baru saja Renara tanya.
Saat preman tersebut ingin menyentuh Renara, dia langsung berlari ke arah yang berlawanan dari rumahnya, padahal sedikit lagi dia akan sampai, namun apalah daya ketika ada segerombol preman tersebut.
Renara berlari sekuat tenaganya, dia selalu merapalkan doa-doa kepada tuhan agar dirinya bisa di selamatkan dalam situasi seperti ini.
Tuhan tolong Ara, siapapun tolongin Ara, ucap Ara dalam hati dengan nafas yang sudah tidak beraturan bahkan tenaganya kini sudah habis terkuras dengan keringat yang membanjiri pelipisnya.
Renara terlalu lengah sampai dia tidak sadar preman itu mengendap-ngendap untuk menyentuh pergelangan tangannya.
"Kena kamu!" teriak preman tersebut sambil memegang pergelangan Renara, sedangkan dia langsung terlonjak kaget saat preman tersebut berhasil menangkap dirinya.
"Aku mohon lepasin om," ucap Renara dengan nafas tak beraturan sambil mencoba untuk melepaskan genggaman yang sangat kuat di pergelangan tangannya, hingga membuat tanda merah di pergelangannya itu.
"Sakit.. " ringgis Renara saat pergelangannya itu di genggam erat.
Siapapun tolongin Nara. ucap Renara dalam hati, dia berharap ada seseorang yang membantunya dalam keadaan seperti ini.
Saat Renara berdoa seperti itu dia mendengar suara deru motor menghampiri dirinya, Tiba-tiba seulas senyuman terukir di bibir Renara, doa nya terkabul, setidaknya untuk hari ini saja.
"Lepasin cewek itu," ucap orang tersebut dengan suara berat tanpa membuka helm yang dia pakai.
Renara melihat kearah lelaki tersebut sambil mencoba untuk melepaskan genggaman tangannya saat preman tersebut lengah karena kehadiran orang yang kini berada di belakangnya.
Lepas. ucap Renara dalam hati saat genggamannya itu lepas, tanpa berpikir panjang dia langsung bersembunyi di balik punggung orang yang sudah menolongnya itu.
"Wah pahlawan kesiangan lewat," ujar Preman yang Renara tau itu adalah bosnya.
"Ck, ayo pergi," ajak orang tersebut sambil menggenggam tangan Renara untuk naik keatas motornya.
Tanpa berpikir panjang Renara langsung naik keatas motor pria tersebut, feeling nya mengatakan bahwa pria itu baik, terlihat dari bagaimana cara dia menggenggam tangan Renara yang masih memerah.
"Mau lewat gitu aja," ucap anak buah preman tersebut.
"Minggir," ujar pria tersebut dengan singkat namun terkesan membunuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
AMEL
hai othor,salken Nita Anjani,dari Medan penggemar cerita seyem am romantic
2022-08-06
0
Nabilah Hanum
sambil nunggu teror up singgah di indigo
2022-08-02
0
Park Kyung Na
hadir
2022-07-11
0