Fiani masih sibuk mengotak-atik ponsel miliknya, ia tidak perduli dengan orang yang ada di sekitarnya. Fiani tipe orang yang tidak suka di perhatikan. Karena itulah setiap Kiano datang pasti Fiani akan mengusirnya.
Si Kiano mana pernah tidak perhatian pada Fiani! Mengingat Fiani adalah gadis cantik idaman para lelaki ya idaman Kiano pastinya.
Kiano akan melakukan apapun untuk membuat Fiani jatuh cinta padanya. Namun sudah berjalan hampir satu tahun hubungan keduanya hanya sebatas kakak dan adik. Malang sekali nasip mu bung. Padahal ganteng loh ya. Kurangnya apa coba?
Kaya? iya? Baik? Jangan di tanya deh. Ramah? Pastinya, ramah sama Fiani dong kalau ada orang lain yang mendekatinya pasti Kiano akan cuek. Boro-boro Kiano di deketin baru di lirik aja dianya udah menjauh, sok jual mahal gitu.
Dari kejauhan orang yang tak diinginkan kedatangannya pun datang. Tak lain dan tak bukan adalah Kiano. Dia membawa satu buket bunga. Wah romantis banget Kiano ini.
Kiano mencium aroma bunga, berharap Fiani akan suka, tapi apa Kiano tidak tau jika Fiani tidak suka bunga? Haduh Kiano jangan buat kesalahan Mulu dong!
Kiano duduk bersebelahan dengan Fiani yang masih berfokus pada ponselnya, ia tau jika Kiano ada di dekatnya, tapi dianya acuh berharap Kiano akan mengerti bahwa dia tidak ingin Kiano selalu menempel padanya.
"Fi...." Kiano kembali mencium bunga itu.
"Hem," tidak menghiraukan dan hanya berpikir pada ponselnya.
"Fi..." ucap Kiano lagi berharap kali ini dia tidak di acuhkan,
"Hem..." Masih dengan ucapan yang sama Fiani tidak menoleh Kiano namun hanya meliriknya itu saja sekilas, jahat banget nih Fiani.
"Fi... Apa kau masih marah denganku?" tanya Kiano.
Fiani meletakkan ponselnya ke meja yang ada di hadapannya.
"Tidak!" Melipat kedua tangganya, wajahnya terlihat sangat jutek. sedangkan yang di sebelahnya menampakkan senyuman manis.
Fiani memandangi bunga yang ada di meja, Kiano memang tidak pantang menyerah. Dia bahkan melakukan berbagai macam cara agar Fiani memaafkan dirinya. Padahal Kiano tidak salah apa apa yang salah itu sesuatu yang tidak bisa di jelaskan oleh Fiani.
"Jika kau sedang tidak marah padaku kenapa..."
"Sebaiknya kau pergi deh..." ucap Fiani ketus bagaimana tidak seharian ini Kiano mengekor saja. Bagaimana Fiani tidak kesal. Sedangkan Fiani lebih nyaman jika dia duduk sendirian sambil memegang ponselnya. Ya walau tidak ada yang ia lakukan.
Dia akan merasa lebih tenang jika tidak ada orang, duduk di tempat yang menurutnya nyaman untuknya jauh dari kata ramai. Sembari meminum kopi favoritnya ia kedatangan orang lain lagi.
"loh.... kau kan yang menolongku kan waktu itu?" tanya Nadia meyakinkan.
"Baru juga aku mendapat kan ketenangan kenapa datang satu lagi," pekik Fiani kesal.
"Bolehkan aku duduk kak?" Fiani mengangguk. Nadia terkekeh melihat wanita yang ada di hadapannya sama. seperti kakak kandungnya. Cuek dan gak perdulian.
"Apa kakak akan mengusirku?" tanya Nadia pada Fiani tentu saja Fiani akan menjawab iya karena wanita ini sangat menganggu.
Belum sempat Fiani menjawab Nadia sudah menyelanya. "Pasti kakak akan bilang iya. Kau sangat menganggu pergilah," ucap Nadia sambil menaik turunkan alisnya.
Fiani menanggapi wanita itu datar.
"Dari tatapan matanya, gerak-geriknya, perkataannya sama persis dengan kak Faam. Kalau keduanya jodoh bakalan seru nih. Sama-sama gak peka."
"Apa yang kau inginkan sih anak kecil! Menjauhkan dariku,"
"Apakah itu sebuah perintah atau ancaman kak?"
"Nih bocah, enggak ada takut takutnya malah ngelunjak!"
"Ok... Aku akan menganggap itu sebagai pengenalan, ok namaku Nadia." Nadia mengulurkan tangan. Fania membuang muka menatap sinis gadis muda itu.
"Ah ... berikan ponselmu," ucap Nadia. Padahal si empunya merasa muak melihatnya, namun gadis itu malah mengambil ponsel miliknya. Setelah sibuk dengan ponsel milik Fiani yang lumayan jadul itu bahkan ia sampai enggak tau caranya memasukkan nomer di ponsel milik Fiani, untunglah ia sempat browsing jadi gak ada masalah.
Fiani merasa ingin mencakar gadis yang dengan sengaja mengambil ponsel miliknya, ia berpikir apakah dia tau cara menggunakannya?
"Kalau ada apa-apa hubungi nomor itu ya kak. Owh iya nanti aku anterin pulang ok,"
"Tuh bocah maunya apaan sih? Gak Kiano nggak dia kenapa terobsesi banget sama aku."
Fiani melangkahkan kakinya menuju gerbang ia amat canggung, ternyata dugaannya kali ini salah, ada banyak orang yang ada di sana. Ia membuang napas kasar, mengatur tubuhnya agar tidak tumbang. Tangganya sedari tadi sudah amat sangat gemetar Bahkan tubuhnya saja sampai panas dingin. Gak lucu jika dia pingsan di sini. Kenapa penyakitnya kambuh di saat seperti ini.
Fiani segera berlari menjauhi kerumunan orang. Dia duduk di sebuah bangku berwarna biru, setidaknya ia butuh waktu lima sampai dua puluh menit agar dia bisa kembali mengontrol dirinya.
Kenapa harus kambuh di saat yang tidak tepat sih, pikirnya.
Sekarang ia harus menunggu lebih lama lagi.
"Fi.. cepat pulang ayah ingin bicara..." begitulah pesan dari ayahnya Fiani. Fiani tidak menanggapi pesan dari ayahnya itu pasti ia akan di mintai tolong lagi.
Setelah dua puluh menit kemudian Fiani melangkahkan kakinya untuk pergi dari kampus. Ia sangat menghawatirkan ibunya. Jika penyakit yang dia derita tidak kambuh pastilah dia sudah sampai di rumah sekarang.
.
.
.
Nadia sangat senang sekali, walau pun ia tidak terlalu di anggap oleh wanita itu setidaknya dia mempunyai nomor ponselnya.
"Dek..Emangnya ada yang lucu?" tanya Faam yang masih fokus mengemudi.
"ah.... iya kak apa?"
"Kamu ini... Kakak tanya apa ada yang lucu?" Faam merasa aneh dengan tingkah adiknya. Yang dari tadi senyum senyum tidak jelas.
"Gak kok kak... Tadi aku sudah bertemu dengan dia loh, ternyata sifatnya itu mirip banget sama kak Faam... hahaha.. " Nadia tertawa sembari memegang perutnya.
"Masa..... "
"Bener kak.... Adik kesayanganmu ini tidak akan berbohong sama kamu... Aku berharap dia jodohnya kakak loh. Enggak kebayang kalau seandainya kakak dan kakak ipar bertengkar hahah pasti hahaha..." ucap Nadia masih tertawa membayangkan pernikahan antara kakaknya dengan Fiani.
"Kau ini ya dek.. main nyombalingin Kakakmu ajah. Nih gini mas masih laku tau. Hanya saja jomblo bermartabat."
"Apa? Enggak salah? Kalau jomblo ya nggak laku kalik kak... Udah enggak usah ngeles deh Kak... Kasihan nih dua teman kakak ikutan ngejomblo." Ucap Nadia, Nadia tau siapa yang ia maksudkan. Sedangkan Faam tak perduli dengan ucapan adiknya.
"Siapa? Ardan dan Rendra? Ya kenapa kalau jomblo, bukannya jombo mah bebas, nggak ada orang yang perlu di jaga hatinya," Nadia merasa kesal, kenapa nih kakaknya satu ini gak peka peka sedangkan Nadia yang melihat Ardan sama Rendra aja kasihan. Masa Faam jomblo mereka ikutan jomblo? Setia kawan macam apa mereka,
"Nih kakak keterlaluan amat jadi cowok, hargai perasaan cewek kak, seperti kakak menghargai perasaanku!"
"Aku akan menghargai perasaanmu dek, karena kau adikku... ok yang lain enggak!" ucap Faam masih fokus menyetir. Tak ada pembicaraan dari keduanya. Kalau sudah di perbudak cinta baru tau rasanya. Bucin bucin deh dia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments