"Mm..mas Prima..ma..makasih,"
ucap Firsa terbata. Ia bagaikan sedang bermimpi melihat Prima menghajar habis para penculik tadi.
"Santai mbak...tugasku membantu bang Lucky,"
jawab Prima di belakang kemudi. Mobil Oca melesat cepat merambah hari yang semakin malam, menuju rumah Firsa.
"Mas Lucky??, bukannya kalian bermusuhan??!!"
Firsa heran sekaligus bingung.
"Kami sudah berdamai, bahkan sekarang bersahabat. Aku sekarang agen 02 Buscando Identidad!!"
lanjut Prima. Firsa hanya memandang dengan melongo dari kursi belakang.
Sebaliknya, Oca. Yang kini duduk disebelah Prima terlihat senyum-senyum sendiri mengingat kegagahan Prima dalam membantai lawan.
"Ehh iya, kenalkan mbak... aku Prima, sahabatnya pacar mbak Firsa,"
Prima tersenyum lebar sambil mengulurkan tangannya ke arah Oca.
"Hai mas. Aku Oca. Makasih bantuannya. Kereeen lho tadi!!"
balas Oca riang. Ketakutannya kian menghilang seiring keceriaannya yang cepat menjalar di seluruh tubuhnya.
"Kamu kuliah disana juga?"
tanya Prima lebih lanjut.
"Iya mas,"
jawab Oca ringan.
"Woy woy... obat nyamuk dibelakang mo abis woy..."
teriak Firsa menggoda.
Sontak mereka bertiga tertawa lepas. Hilang sudah rasa takut dan gemetar yang sempat hinggap di hati kedua dara.
"Eh mas Lucky kok belum ada kabar lagi ya. Sudah hampir jam 9 malam nih,"
Firsa nampak mulai khawatir.
"Tempatnya jauh mbak, naik motor pula. Pasti ga sempat ngetik pesan,"
Prima mencoba menghibur Firsa, meski sebenarnya ia juga kepikiran tentang Lucky yang tumben tidak ada kabar sama sekali.
"Ehh trus nasibku piye iki mbak nanti, pulangku gimana??, aku takut diperkosa sama orang-orang tadi hehehe,"
canda Prima mengalihkan pembicaraan.
"Ya nanti ganti aku anterin kamu mas...santuyy!!"
Oca yang menjawab. Yess...doa Prima terkabul untuk bisa kenalan dan akrab dengan salah satu teman Firsa.
*****
《POV PRIMA》
"Bye.. makasih banyak ya mas Prim. Oca sayang, makasih ya udah dianterin,"
Firsa melambaikan tangannya kemudian melangkah memasuki gerbang pagar rumahnya yang tinggi seperti pagar kabupaten.
Aku melambaikan tangan diikuti gerakan sun jauh dari Oca untuk Firsa. Kuhela napas panjang dan perlahan mendorong tuas gas mobil untuk kembali melaju. Kalau menurut cerita Lucky yang sudah-sudah, harusnya sekarang aku pasti dikuntit orang-orang tak jelas setelah aku berhasil menyelamatkan Firsa dan mengantarnya pulang.
Aku tak bisa melihat pasti kebenarannya karena kondisi malam yang semakin gelap. Dengan sedikit manuver aku melakukan zig-zag dan gerakan mengelabuhi, setidaknya agar jika ada yang mengintai, tidak akan tahu arah markas kami.
Kulihat Oca dengan sudut mata, dia masih diam membisu. Aku juga demikian, sulit untuk membuka pembicaraan. Asli canggung banget kalau berduaan begini.
"Rumah kamu mana Ca?"
desisku basa-basi.
"Ga dibawa hehe,"
ini anak malah bercanda. Aku jadi makin gugup dong. Canggung banget, baru kali ini ngobrol berdua dengan cewek, cakep pula.
"Maksudku tempatnya dimanaa?"
ucapku memperbaiki kata-kata.
"Tempatnya juga ga dibawaaa,"
jawab Oca, semakin membuatku bingung dan salting sendiri.
"Tidurnya..."
"Dikasur!!"
"Yaelahhh...alamat alamaaatt!!"
"Sepuluh nomer rumahku, jalannya jalan cintaaa,"
"Anjrit malah nyanyi,"
"Hihihi.."
"Tinggalnya Ca, tinggal dimana?"
"Dihatimuu😘😙💛....hahahaha!"
"Hahaha gomball. Cowok digombalin cewek nih hahaha,"
Kami tertawa bersama. Sejenak mampu memecahkan keheningan yang sebelumnya tercipta. Pinter juga nih Oca cari bahan candaan yang seru.
"Aku ngekos mas deket mall Eceng Gondok, asliku kota T,"
ucap Oca kembali normal.
"Lho samaan kayak Lucky, dia juga aslinya sana..."
tangkapku antusias. Wkwkwk setidaknya kalau jadi melamar kan ada Lucky sang penunjuk arah hehe.
"Yuk duduk dulu...kita bikin moccachino anget!!"
kutawarkan kepada Oca saat mobil sudah berhenti tepat di depan rumah kontrakanku.
"Boleh,"
begitu mendengar jawaban Oca, segera kubuka pagar dan membawa masuk mobil hingga garasi. Kondisi seperti ini cukup rawan bagi keselamatan Oca setelah ia bersinggungan langsung dengan kasus Firsa.
Mandi sejenak, melepas penat dan keringat setelah bertarung cukup membuat badan ini fresh kembali. Segera kutawarkan ke Oca untuk mandi tapi dia menolak dan memilih hanya dengan cuci muka menggunakan facial foam.
"Kamu tinggal sendiri mas?"
tanya Oca heran karena tak menemukan penghuni lainnya sejak kami tiba.
"Iya...hasil kerja aku pakai buat ngontrak rumah biar hemat. Kalau kos mahal neng,"
balasku.
"Keluarga dimana?"
tanya-nya lagi.
"Ga dibawa hehe,"
kubalas pertanyaan Oca dengan jawaban serupa.
"Udah deeh, gausah bales segala hahaha,"
Oca mengembungkan pipinya, semakin terlihat imut.
"Aku yatim piatu Ca. Aku tumbuh di panti asuhan dekat sini, sampai sekarang aku biasa mandiri,"
ucapku pelan.
"Upss sori mas,"
Oca reflek membelai tengkukku seolah memberi pengertian. Tapi tidak bagi aku. Aku jadi merasa mirip kucing yang dielus oleh majikannya.. asemm tenan.
"Eh bentar, air mendidih!!"
aku hendak berdiri melangkah, namun ditahan oleh Oca. Ia yang gantian ke dapur melanjutkan adukan moccachino. Aku tersenyum...calon istri yang pengertian hahaha, anjrit cug.
"Kalau kamu mau, mending malam ini kamu nginep sini Ca. Jujur aku khawatir keselamatanmu kalau harus nyetir sendiri malam-malam gini. Musuh keluarga Firsa masih berkeliaran diluar sana!"
usulku kepada Oca. Kasihan jika gadis imut seperti itu harus dianiaya para pria hidung codet.
"Ehhm gimana ya..,"
Oca seperti masih menimbang-nimbang.
"Gausah khawatir, ada 2 kamar kok. Nanti kamu kunci aja dari dalam kalau khawatir aku macam-macam!!"
imbuhku, khawatir dia berpikir yang bukan-bukan.
"Bukan itunya lagi mas. Aku sih santuy. Mo sekamar juga ayo hihihi. Sekamar doang lho, tapi tidur sendiri-sendiri, jangan salah sangka haha. Aku tuh mikir, namanya cewek kan perbekalan banyak. Aku ga bawa CD, Bra, baju ganti."
Oca tersenyum. Ehmm senyumnya itu...aku melayaaang.
"Ooh, ada baju aku kok, pake aja. Dalemannya ganti besok pagi aja kita ke pasar dekat sini beli,"
saranku, dan langsung dijawab anggukan patuh khas seorang bocah imut.
Mengisi malam, kami ngobrol banyak sekali. Mulai dari kuliah hingga bahasan tentang pribadi masing-masing. Sampai disini kami menemukan kecocokan. Semoga saja arah kedepannya semakin menjanjikan.
Oca menggunakan kamarku untuk tidur. Letak lemari pakaian yang ada dikamar akan lebih memudahkan Oca untuk berganti pakaian. Aku sendiri memilih untuk begadang dan masuk di ruang panel control. Aku harus melanjutkan tugasku untuk melacak data Pak Bimo dan hal-hal penunjang lainnya. Aku juga perlu melacak keberadaan Lucky. Jujur aku khawatir jika selarut ini ia masih tak berkabar. Rencanaku, esok pagi aku akan menyusul ke titik lokasi Lucky dan memastikan bahwa ia baik-baik saja.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari saat aku menemukan data baru tentang Pak Bimo. Aku terus memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi berdasarkan data baru tersebut.
Sreng..
Aku terkejut. Tiba-tiba ada sesosok misterius memegang pundakku. Konsentrasiku membuat aku tak menyadari kehadirannya.
"Mas ga tidur??"
suara Oca terdengar sedikit parau disamping telingaku.
"Mmhhh..aku masih banyak tugasku Ca. Kasihan Lucky diluar sana sendirian!!"
ucapku menghela napas. Menyatukan jemari dua tangan lalu mengangkatnya keatas, melepas penat.
"Mas temenin bentar ke kamar mandi..tatuttt,"
rengek Oca manja. Aku segera berdiri mengikuti langkahnya.
Warbiasaahh. Sinar lampu ruang tengah menyuguhkan sisi siluet Oca yang memakai kemejaku. Cukup terlihat kegedean, namun mampu menutup tubuh Oca hingga mendekati lutut.
"Aaauww..."
Oca melompat dari dalam kamar mandi dengan ketakutan.
"Ada apaa??"
tanyaku bingung.
"Kecoa,"
jerit Oca bergidik. Cepat kuambil sendal dan kutumbuk habis binatang tersebut karena sudah membuat takut wanita pujaanku.
Aku baru sadar jika Oca sedari tadi masih memeluk tubuhku. Lembut kubelai punggungnya untuk memberi ketenangan.
"Sudah..kecoanya sudah mati,"
bisikku menenangkan.
"Oca geli mas kalau lihat kecoa, jijik banget!"
Oca sedikit melepas pelukannya. Kini wajah kami saling berhadapan. Kedua mata kami bertemu.
Lambat namun pasti bibir Oca yang hanya berjarak tak lebih dari 10 centimeter di depanku, mencium lembut bibirku. Kulihat ia sampai berjinjit kaki untuk dapat mencapai bibirku.
Lembut sekali. Aku bagai melayang dibuatnya.
"Mmhhwuah..."
kubalas ciuman lembut itu. Oca hanya diam mematung. Bulu kumis lembutnya terlihat bergerak-gerak tersapu bibirku. Imut banget sih non!.
"Mass..cape kakiku!!"
Oca kembali merajuk. Segera kuantar ia melangkah kembali ke kamarku.
Oca tersenyum dengan wajah polosnya. Aku membalas senyumnya dan mengelus rambut Oca. Kulirik jam di dinding. Pukul 2 dini hari. Kukecup pipi Oca dan berlari menjauh.
Pukul 4 dini hari aku tersentak. Handphone-ku berbunyi nyaring menandakan alert bahaya. Aku segera ingat bahwa sempat memberikan kepada Lucky satu gantungan kunci seperti tombol remote alarm mobil. Ia akan menekannya dikala bahaya, dan langsung terkoneksi dengan handphone-ku.
Oca terlihat juga sudah bangun. Kuajak dia bersiap untuk meluncur ke titik koordinat dimana Lucky berada.
*****
Menuju bab berikutnya..
Pliss dibantu like, komen, ikuti, dan bentuk support lainnya agar Author tetap semangat melanjutkan Novel ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments