Bab 5 : Migas de corazón

Dengan setumpuk pertanyaan di kepala aku meluncur menuju rumah Pak Bimo. Pikiranku berusaha merangkai-rangkai apa yang terjadi sebenarnya. Namun aku belum memiliki cukup bukti. Ooh bukti...sepertinya aku butuh Prima untuk hal ini.

Aku segera menepikan sepeda motor dibahu jalan untuk melakukan panggilan telepon. Sedikit kripik untuk anda pembaca, memang begitulah seharusnya berkendara. Menggunakan alat komunikasi saat mengemudi meski tak membahayakan bagi anda, namun berpotensi membahayakan pemakai jalan lainnya. Alangkah baiknya jika anda sejenak menghentikan kendaraan jika hendak menggunakan alat kontrasepsi, eh komunikasi maksud saya.

L : Haloo bro, dimana??

P : Di kontrakan sob, hari ini aku off.

L : Ok share loc, aku otewe

P : Sipp

Aku segera berbalik haluan menuju lokasi yang dikirim Prima. Kulirik kaca spion, ada gerakan beberapa motor yang mencurigakan. Naluriku berkata ini pasti kawanan yang berniat buruk padaku. Malas berurusan adu otot pagi-pagi, aku segera menghindar. Keluar masuk gang kecil, haluan tipuan, meliuk di keramaian lalu lintas, akhirnya aku lolos dari kuntitan motor-motor tadi. Cepat kupacu kuda besiku agar segera sampai di tempat Prima.

"Hahh bro, kamu mo minggat? Bawa tas traveling segala!, eh geseran ke dalam aja, antisipasi biar lebih aman,"

sambut Prima saat kuhempaskan tubuh di kursi teras kontrakan.

"Ga. Sementara mau tinggal di rumah Firsa,"

jawabku apa adanya, jujur aku lupa bahwa Prima juga menaruh hati pada kekasihku.

"Ehm sori. Sebenarnya dia memang pacarku. Udah jadian lama sih. Tapi aku ga terus terang ke kamu karena kasihan, kamu juga suka,"

terangku sedikit berkelit.

"Ooh.."

hanya itu kalimat balasan dari Prima, aku merasa tak enak hati.

"Ya kalau kamu kecewa gapapa sih mundur aja ga perlu bantu, aku bisa jalan sendiri."

ucapku terkesan legowo, namun sebenarnya mengandung nada persuasif.

"Haisst...santuy sob. Kita ini sudah sobatan. Lagian aku nih cuma dalam taraf pengagum, ga ada niatan pengen ngedeketin juga. Apalah aku bro, cuma tukang ketik. So, ga usah mikir ga enak. Titip pesan aja ke Firsa, kali aja ada temen dia yang cakep, boleh tuh hahaha..."

Prima terbahak, aku tahu ada luka dihatinya, tapi pilihannya untuk menjaga persahabatan sungguh pantas diacungi jempol.

"Thanks bro, beruntung dapet sohib mantuy kayak kamu. Tapi ga usah lah terlalu minder atau merasa lebih rendah derajatnya hanya karena strata sosial,"

ucapku simpatik.

"Apaan mantuy?? mantu/menantu gitu?. Hahaha, bukan minder kok bro. Hanya saja emang aku ga ada niat aja sih untuk melangkah ke arah serius. Cuma ngefans aja, ga lebih."

Ujar Prima.

"Mantuy itu mantap euy...haha,"

balasku dengan menjulurkan lidah. Tapi tak berharap sama sekali juluran lidahku bakal dilumat Prima. Haha, emang kita cowok apa-apakah??.

"Lagian, aku sudah mundur alon-alon sejak diancam pengawalnya Firsa kapan hari itu,"

lanjurnya.

"Asem lu..pengawal gundulmu anjlok, haha. Makasih bro udah mau gabung dengan Buscando Identidad disingkat BID. Nama agenku, Lucky Sikat. Kunamai kamu dengan julukan Primata, kepanjangan dari Prima sang Pengintai, atau Prima sang mata-mata!!"

ucapku dengan gaya sok serius.

"Jancok. Primata lagi, ga ada pilihan lain tah, hahaha??"

ucap Prima tergelak.

"Ada, Primitif. Prima sang pemberi inisiatif. Prima ahlinya detektif."

Jawabku santai.

"Ga..ga. Primata aja!!"

Prima lemas, aku puas.

"Eh ini kontrakan kamu sendirian bro?"

tanyaku sambil memutar leher menyapu semua sisi rumah.

"Iya, ngekos mehong bro. Jatohnya lebih murah kalau ngontrak rumah. Kamar lebih dari satu, ke kamar mandi bebas, ada ruang tamu, ada ruang tengah, mau masak juga ada dapur, di halaman belakang bisa bebas jemur pakaian, mo maen gundu juga bisa haha.."

terang Prima sudah seperti marketing rumah yang sedang menjelaskan kepada calon pembeli.

"Wahh luas juga yah,"

ungkapku menanggapi.

"Kamu mau gabung sini?. Tenang aja, aku suka cewek kok!"

seloroh Prima.

"Sembarangan!, aku juga normal coy. Eh bagus nih kalo aku pindah sini. Sekalian buat markas BOD, iya ga??"

sejujurnya aku condong tinggal disini daripada di rumah Firsa. Lihat nanti saja lah.

"Yaudah buruan."

balas Prima.

"Tar dolo lah. Aku lihat dulu perkembangan kasus Firsa. Eh tapi kalau gabung, kita patungan yak. Aku ga mau digratisin!!"

aku antusias, tinggal menunggu situasi ke depan.

"Kamu bisa baca pikiran bro?, baru aja aku mo ngomong kalau gratis aja. Hahaha, yaudah terserah deh."

Prima tersenyum, aku tersipu malu-malu wkwkwk, anjir.

"Yah kan jadi markas BID. Harusnya biaya sewa markas ya BID aja yang bayar. Kita-kita kan cuma pegawainya,"

ucapku kemudian.

"Ehh sampe lupa. Aku mo ngomong sesuatu bro. Makanya aku kesini,"

ucapku kembali serius.

"Apa sob?"

sergah Prima penasaran.

"Kamu punya keahlian melacak?"

tanyaku.

"Ada. Melacak pasangan yang dicuri pelakor, mencari mbak Sri yang pamit ke pasar beli terasi tapi ga balik-balik,.."

Prima nyerocos tanpa henti.

"Stop..stop. Bukan itu dodol. Tracking lokasi, melacak posisi itu loh bro. Mudeng maksudku?!"

Aku mulai kesal. Jawaban Prima bener-bener ga nyambung.

Prima menarik tanganku mesra kearah satu ruangan kamar yang mirip gudang. Kukibaskan tangan, aku tak mau diajak ngamar.

Tapi Prima ngotot menyeretku. Terpaksa aku nurut. Busett, aku terbelalak. Di ruangan itu tersaji lengkap beberapa komputer, laptop, radar gps, peta pariwisata, daftar cewek rumah bordil, kamera, headphone, dan sebagainya. Ini lebih dari cukup untuk dijadikan sebagai ruang pusat control utama.

"Aku hacker bro!!"

bisik Prima malu-maluin kucing.

"Ebuseett!!"

aku tersentak.

Batman kalah jago dibanding Robin ini mah. Wah cocok banget dijadikan markas. Selain juga lokasinya yang agak pinggiran kota, masuk ke kampung pula. Great place for great job (artinya : tomat sekilo cuma seribu perak).

"Tolong kamu lacak perusahaan pak Bimo dan istrinya, alur perdagangannya, kompetitor-nya, interaksi dengan pihak luar dalam dua bulan terakhir, apapun deh yang bisa kamu lakukan maka lakukanlah."

ucapku penuh semangat dengan sebelumnya menjelaskan siapa Bimo itu kepada Prima.

"Cuma itu??"

songong si hacker.

"Satu lagi, cariin dong pijet plus++ yang cantik, dan dimana lokasinya??"

aku berseloroh. Prima hanya memonyongkan bibirnya minta dicium. Segera ku jawab dengan tapukan raket nyamuk.

 

Tiba di rumah Firsa..

"Issh mas kemana aja, siang baru nongol. Papa pagi tadi nungguin, mama juga. Sekarang papa ke warehouse, mama pergi belanja,"

Firsa merajuk. Namanya juga kekasih baru, selalu ingin berdua terus.

"Aku masih ngurus ini dan itu Fir. Buat kamu juga kok urusannya!"

sedikit membela diri, namun tak membuatnya cukup puas.

"Udah makan??"

sebuah perhatian dari Firsa. Ia tak mau terjadi seperti kemarin, jadwal makanku yang kacau.

"Belom."

Jawabku singkat. Sementara aku masih memendam kisah penyerangan terhadapku semalam. Ada hal yang tak beres. Aku perlu tahu dulu benang merahnya agar tak salah bercerita.

"Tuhkan...ayo makan. Dibawa ke kamarku aja makannya!!"

Firsa mengambilkanku makanan di dapur kemudian menggandengku ke lantai atas, kamarnya. Kutenteng tas punggung mengikuti langkah si dara cantik. Sengaja aku membawa sedikit pakaian. Sisanya aku tinggal di rumah Prima agar tidak terlalu berat.

"Kamar mas nanti ada disebelah kanan kamarku, kalau jadi tidur. Enak kan?, deket, kangen tinggal melipir hihi,"

Firsa sudah tak malu-malu lagi berkata mesra. Matanya mengerling genit seakan menggodaku.

"Sayang makan dulu ya disini, aku mau mandi. Gerahh,"

aku tak menggubris ucapan Firsa. Aku lebih sibuk menyendok nasi karena rasa laparku sudah pada level stadium 4.

Jangan membayangkan nantinya Firsa akan keluar kamar mandi dengan berbalut handuk seperti kejadian handuk melorotku kemarin. Kenyataannya, Firsa muncul dari balik pintu kamar mandi dengan pakaian lengkap. Atasan t-shirt putih sedikit ketat, dipadu dengan rok umbrella motif kotak burberry selutut. Cantik sekali.

"Mau keluar??"

tanyaku heran.

"Ga. Dirumah aja."

jawab Firsa santai.

"Kok dandan cantik banget!"

kejarku masih heran.

"Cantik??. Bagus dong. Niatnya emang biar kelihatan cantik di depan kamu sayang,"

ucap Firsa tersipu, pipinya sedikit menyemu merah.

"Eh bentar deh. Aku salah lihat atau emang gitu??"

kalimatku sedikit tertahan, jariku menunjuk ke arah pipi merahnya.

"Iih..gosah ditanyain laaah. Malu kaaan!!"

Firsa merajuk. Ia melangkah duduk disampingku.

"Kamu cantik, sayang.."

pujiku.

"Ehmm..cuma buat kamu mas,"

bisik Firsa di telingaku.

Kugerakkan tanganku melingkari punggung. Kugamit mesra si cantik yang tengah menemaniku makan.

"Auuwh...mas jangan kenceng-kenceng pegangnya. Sakit tauu!!"

Firsa meraung parau saat pinggangnya kupegang erat. Haha tangan biasa bertarung, dipakai merangkul. Kekuatan cengkramnya terlalu berlebih.

Namun saat tanganku hendak kulepas, ia menolak.

"Jangan keras-keras mas pengawal,"

ucapnya lembut sambil memposisikan tanganku lebih melingkar di perutnya.

 

Sekian menit setelah makan..

"Haloo sayang.."

terdengar suara wanita menyapa Firsa di serambi rumah. Aku yang masih merokok di samping pekarangan rumah belum bisa melihat jelas sosok tersebut. Mungkin itu suara Mama Firsa.

Terdengar keduanya bercakap-cakap.

"Mass.. mas Lucky!!"

suara Firsa memanggilku, bergegas aku menuju serambi.

Sesosok wanita cantik berdiri disamping Firsa. Usianya belum terlalu senja. Masih pertengahan 45th an kurasa.

"Siang tante..."

kujabat tangan mama Firsa. Ia menjabat tanganku. Tapi wajahnya begitu datar tanpa ekspresi. Bahkan sangat lekat ia memandangi wajahku tiada henti. Aku jadi salah tingkah sendiri dan segera mundur.

"Sayang...bikinkan mama es, haus!!"

ucap Mama Firsa.

"Siapp Mama cantik...mas Lucky tunggu dulu ya. Situ duduk aja sama Mama di ruang tamu biar santai!"

suara riang Firsa tak merubah tatapan aneh Mama Firsa kearahku. Ujung kaki hingga ujung rambut tak ada yang lolos dari sapuan matanya.

"Masuk mas,"

ucap si Mama lirih. Aku mengikuti langkahnya hingga duduk berhadapan di ruang tamu.

"Kamu Lucky??"

ucap Mama Firsha seperti kurang yakin.

"Iya tante, saya Lucky,"

jawabku tenang.

"Siapa nama lengkapmu??

"Lucky Mansario."

"Yaa Tuhan!!!"

 

Menuju bab berikutnya..

Terpopuler

Comments

Alana です。

Alana です。

Eh, kenapa, kenapa? Mamanya Forsa kaget? 🤔 /lanjut baca/

2021-04-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!