Olahraga adalah mata pelajaran yang paling tidak disukai Shafira. Di tambah hari ini ia lupa membawa seragam olahraga, sepertinya lengkap sudah hukuman yang akan ia terima. Ia sudah menghubungi orang rumah namun hingga sekarang belum ada yang tiba di sekolah dan mengantarkan bajunya.
“Fir, di tunggu pak harun di lapangan.” ujar sebuah suara yang sangat familiar bagi Shafira.
Shafira menoleh ketua kelas sekaligus laki-laki yang ia sukai, Malvin. Malvin sudah terlihat siap untuk mengikuti pelajaran yang paling di benci Shafira.
“Em baju olahraga gue ketinggalan. Lagi di anterin ke sini.” terang Shafira dengan sesungguhnya.
“Oh ya udah, kalo udah ada nyusul aja ke lapangan.”
Shafira mengangguk sebagai respon. Ia pun memandangi punggung Malvin yang tegak dan sandar-able. Itu istilah yang digunakan Shafira saat melihat bahu Malvin yang sepertinya sangat nyaman untuk ia sandari.
Tak lama, ia melihat teman satu gengnya melewati kelas mereka. Sepertinya teman-temannya sudah selesai berganti baju.
“Girls!” panggil Shafira seraya menghampiri teman-temannya. 3 gadis itu menoleh Shafira dan memandanginya dengan bingung.
“Lo belum ganti baju?” tanya Fia dengan sinis.
“Baju gue belum nyampe. Kalian mau gag nemenin gue bentar? Gue gag mau di hukum sendirian. Ya...” Shafira meraih tangan Fia dan menggenggamnya dengan erat.
“Fir, sorry ya. Kita-kita gag mau ikutan di hukum. Itu kan salah lo sendiri gag bawa baju.” sahut Ira seraya menyilangkan tangannya di depan dada.
“Lagian lo nyari penyakit segala sih, pake lupa bawa baju olahraga segala.” sengit Nara ikut menghakimi.
Entah kemana perginya para sahabat sehidup semati sesuai ikrar mereka dulu.
“Iya, mau gimana lagi, gue lupa. Tapi kan waktu lo pada di hukum juga, gue ikutan. Kan kata lo kita sahabat... Ya fia, temenin gue yaa.. Please... Gue takut sendirian di kelas.” rajuk Shafira dengan memohon.
“Sorry fir, gue gag mau nyokap gue di panggil lagi gara-gara gue kena hukuman.” Fia mengibaskan tangan Shafira.
“Iya, kita juga gag mau, iya kan nara?” timpal Ira.
Nara mengangguk dengan semangat.
“Duluan ya fir.” Fia berlalu pergi begitu saja meninggalkan Shafira yang mematung di depan pintu kelasnya.
“Girls!!!” teriak Shafira pada teman-temannya.
Namun mereka malah berlari, enggan mendengar rengekan Shafira berikutnya.
Shafira hanya bisa menghela nafasnya dalam. Ia menoleh ke dalam kelasnya yang kosong dan sepi. Tentu ia enggan kalau harus sendirian di dalam. Dan bukan kali ini saja ia ditinggalkan oleh teman satu genknya dan harus mengahadapi semuanya sendiri.
Padahal dulu, Shafira adalah ratu di genk-nya dan semuanya menuruti kehendak Shafira. Tapi kali ini semuanya berbeda. Mereka bahkan jarang berbincang yang berkualitas. Shafira lebih sering tidak dilibatkan dalam perbincangan atau hanya menjadi pendengar yang baik.
Sepi, hanya itu yang dirasakan Shafira seorang diri.
Dari kejauhan terlihat seseorang yang berlari menghampiri Shafira. Dari pakaian yang dikenakannya, Shafira yakin itu adalah salah satu pelayannya.
“Non fira,...” Nina tiba di hadapan Shafira dengan nafas terengah. Ia menyodorkan sebuah tote bag yang berisi seragam olahraga Shafira.
“Lo kemana aja sih, lamban banget! Bisa gag sih kalo di suruh tuh cepet?! Dasar babu!” sinis Shafira seperti biasanya.
Nina hanya terpaku di tempatnya. Rasa sesaknya bahkan belum hilang karena berlari dari gerbang sekolah. Di tambah kalimat Shafira yang cukup menyebalkan. Dan entah kenapa ia selalu sering mendapat makian dari nona mudanya.
Siapa sangka, saat Shafira berbalik, ada Malvin yang berdiri di belakangnya. Entah apa arti dari tatapan yang Malvin tujukan pada Shafira saat ini.
“Vin, gue baru mau ganti baju.” Shafira menunjukkan baju yang ia pegang di tangannya.
Malvin tidak menimpali. Ia lebih memilih pergi setelah mengangguk sopan pada Nina. Sepertinya ia tidak tertarik dengan yang dikatakan Shafira.
Shafira menoleh ke arah berlalu Malvin. Langkahnya terlihat tegas dan panjang. Tangannya pun mengepal. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini.
“Kenapa, lo suka sama malvin?” tanya Shafira saat melihat Nina yang tersenyum melihat ke arah berlalunya Malvin.
“Oh maaf, tidak nona. Saya tidak bermaksud seperti itu.” Dengan cepat Nina mengubah air mukanya.
“Ya udah, nunggu apa lagi? Balik lo sana.”
“Baik nona.”
Nina pun kembali terangguk dengan sopan sebagai tanda pamit pada nona mudanya.
“Dasar babu sialan!” dengus Shafira seraya berlalu menuju toilet untuk berganti pakaian.
******
POV Kean :
Malam ini, Gue pulang lebih awal. Tidak selarut biasanya. Entah karena apa yang jelas hari ini pekerjaan begitu mudah dikerjakan. Gue berhasil membuat laporan yang rapi dan sesuai keinginan papah, gue juga makan siang tepat waktu dan pertemuan dengan salah satu investor pun berjalan lancar.
Sepertinya hari ini tuhan sedang mengurangi kesialan gue atau mungkin ada malaikat yang berjalan di samping gue dan membantu semua pekerjaan gue.
Pintu ruang tamu mulai terbuka, yang pertama gue lihat adalah ruangan yang tertata rapi dan ada satu vas bunga di salah satu sudut. Gue berjalan mengusap permukaan sofa dan ajaib, debu-debu itu hilang.
Beralih ke ruang keluarga, mejanya mulai memiliki taplak meja berwarna gold dengan ukiran di atasnya. Tidak hanya itu, ada vas bunga keramik kecil di atasnya yang terisi bunga Marigold berwarna kuning.
Gue mengambilnya untuk mencoba mencium bunganya. Tidak terlalu wangi, namun sangat indah di pandang mata. Sangat okelah untuk hiasan di atas meja. Pandangan gue beralih ke kaca jendela. Sepertinya belum terlalu bersih hanya saja gorden tipisnya sudah di ganti dan ada gorden tebal yang masih terikat talinya.
Mungkin yang mengurus rumah gue tidak tahu kalau kaca ini tidak terlihat dari luar. Tapi ya sudah lah, gue merasa ini lebih private sekarang.
Beralih ke ruang makan yang hanya memiliki sedikit sekat untuk di pisahkan dari dapur. Ada makanan di atasnya yang tertutup dengan tudung saji berrenda. Gue buka tudung saji itu dan ada 3 menu makan di sana. Nasi goreng yang tidak sempat gue nikmati sudah tidak ada, mungkin berpindah ke tempat sampah atau lainnya.
Dan tunggu, gue sudah makan malam. Sepertinya perut gue sudah tidak tertarik dengan makanan berat.
“Sorry,,” gue bergumam sendiri seraya menutup tudung saji.
Gue hanya perlu air dingin yang semoga masih ada di kulkas.
Tunggu, ini tulisan apa?
Ada sebuah kertas kecil berwarna kuning yang menempel di pintu kulkas. Tulisannya sangat rapi, sesuatu yang jarang gue temui.
“Selamat malam tuan muda. Perkenalkan saya disa. Saya sudah menyiapkan makan malam. Saya harap tuan muda makan terlebih dahulu sebelum tidur, agar penyakit mag tuan muda tidak kambuh.”
Gila, dia bahkan tahu kalau gue punya sakit mag. O tunggu, mungkin dia tahu dari Kinar, bukan sesuatu yang spesial tapi cukup membuat gue tersenyum. Gue ambil kertas itu dan gue masukkan ke dalam saku.
Catatan, gue sudah tidak menunda makan lagi karena kapok kalau harus masuk lagi ke rumah sakit.
Saat ini gue hanya perlu mengambil air dingin dari kulkas.
Voila!!! Kulkas terisi penuh. Ada bahan masakan yang sudah dimasukkan ke dalam food contanaire dan di tata dengan rapi, ada sayur-sayuran segar dan bahkan ada buah. Beberapa botol juga sudah terisi dengan air minum, susu dalam kemasan dan sirup.
Ingat Gue hanya perlu mengambil air putih dan meneguknya untuk menuntaskan dahaga gue.
Gue masih sempat tersenyum saat melihat kembali botol yang ada di tangan gue. Sepertinya Kinar menunjuk orang yang tepat untuk melayani gue.
Melepas jas untuk gue sampirkan di lengan kiri, gue berjalan ke lantai 2, tempat ruang kerja, walk in closet dan tentu saja tempat kamar gue berada.
Masuk ke kamar, suasananya masih sama seperti waktu gue tinggalkan tadi pagi. Cukup berantakan, eh sangat berantakan dan baunya masih bau yang sama, tidak menyenangkan. Semua masih berada di tempatnya dan tidak berubah sedikitpun. Sepertinya pelayan itu tidak menyentuh area private gue.
Gue perlu menyegarkan badan, ya gue perlu mandi. Gue tanggalkan satu per satu baju yang menutupi tubuh gue dan seperti biasa gue lempar ke sembarang arah. Lihat, otot-otot di dada gue sangat menggoda dan perut gue masih cukup rata.
Ya, gue memang hobby berolahraga dan gue sedikit narsis dengan memandangi tubuh dan wajah gue sendiri di depan cermin seraya memuji kalau gue memang layak menjadi idola dan diperebutkan banyak wanita cantik.
Shower sudah dinyalakan dan tetesan air mulai membasahi tubuh gue. Gue kasih tahu, gue tidak suka menutup pintu kamar mandi, buat gue itu terlalu menyesakkan.
Gue sabuni seluruh badan, rambut juga gue cuci, gosok gigi dengan pasta gigi wangi mint dan hasilnya gue sangat segar.
Handuk, handuk hanya gue perlukan untuk mengeringkan badan dan menutup sebagian tubuh gue sebelum menuju walk in closet gue.
“Hah?”
Gue kembali di buat takjub dengan walk ini closet gue yang sangat rapi. Satu per satu lemari gue buka dan baju-baju gue tersusun rapi. Di depan lemari bahkan ada sebuah kertas kecil dengan tulisan tangan yang sama,
“Kalau tuan ada acara khusus, tuan bisa memberitahu saya apabila ingin disiapkan pakaian di luar baju yang telah saya siapkan.” begitu bunyi tulisan lengkap dengan nama hari gue akan menggunakan baju dan acaranya.
Sangat kreatif, gue cukup terhibur.
Aksesoris pun di buat tertata rapi. Sepertinya gue tidak perlu bingung lagi mencari jam tangan dan belt karena semuanya sudah di tata dengan baik bahkan sudah di buat berdampingan seperti sebuah pola yang serasi.
Gue ambil baju untuk tidur dan beberapa saat gue masih menikmati wangi detergen yang menempel di baju yang akan gue pakai. Sangat lembut, sepertinya iklan di tv itu tidak bohong. Saat gue memakainya, seperti ada bunga-bunga yang mekar di dekat gue. Akh, imajinasi gue mulai melantur.
Di dekat pintu walk in closet, ada sebuah keranjang dengan sebuah tulisan di sana.
“Tuan bisa menyimpan pakaian kotor di sini.”
Ya, ini seperti mengingatkan gue kalau stok dalaman gue sudah berkurang karena terserak di mana saja. Gue segera kembali ke kamar dan mengambil pakaian kotor dan menaruhnya di keranjang yang sudah di sediakan.
Tunggu, gue jadi berfikir mungkin akan menyenangkan kalau kamar gue juga rapi. Ya, gue harus mengganti sprei, selimut dan sarung bantal. Sepertinya mimpi gue akan jauh lebih indah. Ya, mari kita coba.
Gue mengambil linen dari walk ini closet dan mulai mengganti sprei, selimut dan tentu saja sarung bantal. Gue memang cukup bisa beres-beres tapi moodnya datang tidak tentu. Dan kondisi rumah yang berubah seperti memancing mood gue untuk membereskan kamar.
Gue harus membereskan kamar gue sendiri karena gue tidak mau ada orang asing yang masuk ke tempat paling pribadi buat gue. Ya, kamar adalah teritorial penting buat gue yang tidak boleh di jamah oleh siapa pun.
“Finish!!!” gue berseru dalam hati melihat tempat tidur yang sudah rapi. Rasanya mau gue tidurtin juga sangat sayang. Alhasil gue lebih memilih pergi ke balkon yang ada di sela kamar dan ruang baca. Gue mau menikmati malam ini dan mengeringkan keringat yang tiba-tiba bercucuran.
Berdiri di sini membuat gue bisa bernafas dengan lega. Menghirup udara segar untuk menggantikan udara kotor di paru-paru gue. Gue ngerasa ada yang kembali dalam hidup gue dan entah apa. Yang jelas sangat menyenangkan. Untuk beberapa saat, mungkin gue akan berdiri di sini menikmati udara malam.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Novie Achadini
cie cie tuan muda
2023-08-28
0
Ririn
jelas dan detil penggambaran ruangan rumah tuan muda
kereenn
jadi makin halu kan gw wkkk
2023-01-18
1
@"siti waluya"🏞
pelayan misterius.. ada hasil ga bisa di liat.. kapan2 intip tuan muda..
2022-01-21
1