Damar masih memikirkan perkataan Disa beberapa jam lalu yang terasa seperti tamparan baginya. Orangnya sudah pergi tapi bayangan dan deretan kalimatnya masih terlihat jelas di pikiran Damar.
Di depan dinding sebuah bangunan kosong saat ini Damar berdiri. Beberapa menit lalu ia tiba setelah mengantar Disa menunggu bis. Ia menawari adik sepupunya untuk di antar dengan menggunakan mobil milik Eko namun Disa lebih memilih naik bis umum padahal ia harus membawa sepeda lipatnya.
"Lo gag perlu repot-repot, gue bisa mengurus semuanya sendiri, seperti biasanya." kalimat itu yang Damar dengar sebelum Disa naik bis dan menghilang dari pandangannya.
Disa terlihat masih kesal karena Damar masih terdiam saat ia bertanya mengapa Damar mengabaikannya selama ini. Mengapa ia harus berperan menjadi kakak tiri yang menyebalkan padahal ia cukup menjadi sahabatnya seperti dulu.
Selalu, bibir Damar kelu, tidak bisa menjabarkan alasan yang diminta Disa.
Tempat ini adalah tempat dimana Damar dan Disa biasanya berada. Di dinding berwarna abu tersebut, ada sebuah gambar yang belum selesai Damar buat. Gambar yang ia buat dengan menggunakan pilox dan hanya ada warna hitam yang membentuk siluete.
Dulu, saat Damar dan Disa mengalami kejenuhan dalam pelajaran, biasanya mereka akan ke tempat ini. Damar asyik mencoret-coret dinding sementara Disa dengan crayon dan buku gambarnya.
"Mong, sekali-kali lo gambar gue dong. Jangan gambar abtsrak atau tulisan anak nakal doang." protes Disa dari tempat duduknya.
"Ogah, lo jelek. Gag ada nilai artistiknya." timpal Damar yang membuat Disa mengerucutkan bibirnya.
"Awas ya, liat aja begitu gue masuk SMA, gue bakal jadi kupu-kupu cantik yang diincar banyak cowok ganteng." mata coklat Disa tampak membulat mengekspresikan kekesalannya.
"kagak bakal ada cowok yang deketin lo sebelum dia lulus uji kelayakan yang gue bikin."
"Lo kira angkot, pake ada uji kelayakan segala?" Disa tergelak menanggapi kalimat Damar.
Menaruh pilox di tangannya lalu menghampiri Disa di tempatnya. Mereka duduk berhadapan dan Damar sedikit mencondongkan tubuhnya pada Disa.
"Jangan pernah mikirin cowok lain selain gue! Terlebih lo nangis gara-gara sakit hati sama cowok. Lo harus inget, semua cowok itu brengsek, kecuali gue." tegasnya dengan tatapan yang mengunci mata Disa.
Disa mengangguk pelan namun bibirnya tersenyum meledek. "Lo juga brengsek, makanya gag ada cewek yang mau jadi pacar lo."
Damar berdecik. "Gue gag butuh pacar. Gue cuma butuh 1 temen cewek doang." Menarik kaki Disa lalu menempatkan kepalanya di paha Disa.
"Tak!" satu jitakan mendarat di dahi Damar.
"Anjrit! Sakit sa." Damar segera bangun seraya memegangi dahinya yang berdenyut ngilu.
"Bodo!" timpal Disa yang segera bangkit dan menjauh dari Damar.
Ia lebih memilih berdiri di depan dinding yang belum selesai di gambari Damar, seperti yang Damar lakukan saat ini. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu. Yang jelas ia hanya tersenyum tipis.
*****
Wajah kusut dan penampilan berantakan menjadi ciri khas dari seorang Kean. Saat ini ia tengah menemui Reza, sahabatnya di galeri musik miliknya. Reza baru menghampiri setelah mahasiswanya pulang dan jam pelajaran berakhir.
“Kusut amat lo, gimana kantor?” tanya Reza seraya menyodorkan secangkir kopi pada Kean.
Kean tidak menyahuti, ia hanya memijat pelipisnya yang terasa tegang. “Kayak biasa.” jawabnya dengan malas.
Ia mengambil cangkir yang di sodorkan Reza dan mulai menyesap wanginya.
“Lo udah ngomong lagi sama bokap lo?”
Reza duduk bersebrangan dengan sahabatnya.
Kean tidak menyahutinya, ia lebih memilih meneguk kopi di tangannya dan merasakan rasa pahit yang masuk ke tengorokannya.
“Lo bisa kan kalo gag usah nanya tentang kantor dan bokap gue?” Kean menatap Reza dengan tajam. Ada banyak keenganan di matanya saat mendapat dua pertanyaan tersebut.
“Owh, okey sorry.” Reza mengangkat kedua tangannya. “Kalo gitu, kapan rencana lo mulai boxing lagi? Bang nasep udah nunggu lo di ring.” Reza mengganti topik pembicaraan dengan olahraga favorit sahabatnya.
Kean tampak tersenyum, ia mengepalkan tangannya dan memperhatikan kepalannya yang cukup besar.
“Minggu depan gue main. Bilangin sama bang nasep buat nyiapin gue lawan yang sebanding.” ujarnya mengagumi kepalannya sendiri.
“Okey, nanti gue kabarin bang nasep.” Reza ikut menikmati kopi di cangkirnya.
Tak lama terdengar suara langkah kaki yang menghampiri keduanya. Adalah Nita yang menunjukkan senyumnya pada dua anak muda tersebut.
“Kean, apa kabar nak?” tanya Nita saat melihat Kean .
“Baik tante.” Kean segera berdiri dan menyambut tangan Nita untuk ia cium. “Tante apa kabar?”
“Baik nak. Wah, kamu tambah ganteng aja. Tinggi banget lagi.” puji Nita saat memandangi sosok Kean yang tinggi menjulang.
“Iya mah, sayang jomblo.” ledek Reza dengan kekehan di ujung kalimatnya.
“Ngeledekin. Kamu juga jomblo!” Nita mencubit gemas pipi putranya. Reza kembali terkekeh. “Kapan sih kalian nikah? Jangan mikirin kerjaan mulu dong.”
“Lain waktu mungkin tante.” hanya itu sahutan Kean yang tidak terlalu antusias.
“Jangan di tunda, nanti kalian nyesel.” Nita mengusap wajah Reza yang menyandarkan kepalanya di bahu kanannya.
Kean hanya tersenyum melihat kehangatan sahabat dengan ibu kesayangannya.
“Ngomong-ngomong mamah ada apa main ke sini?” Reza mengalihkan pembicaraannya. Ia tahu Kean tidak suka membahas hal seperti ini.
“Em ini, ada yang mau ngambil alat lukisnya. Mamah udah janjian sama dia, katanya bentar lagi dateng.” Nita melihat kembali layar ponselnya.
“Anak yang mamah ceritain?”
“Iya, anak itu. Nanti mamah kenalin sama kalian. Anaknya manis dan menyenangkan.”
“Em gag usah tante, saya mau permisi pulang kok.” Kean melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Sudah cukup sore.
“Lo kok buru-buru sih. Main dulu aja lah.”
“Lain waktu kean sempatin main lagi ke sini.”
“Okey, reza nganter kean dulu mah.”
“Iya, hati-hati di jalan kean.”
“Iya tante.”
Reza pun berlalu pergi bersama Kean. Mereka menuju tempat di mana Kean memarkirkan mobil sportnya.
“Sorry, soal omongan nyokap tadi.” ujar Reza sebelum Kean masuk ke dalam mobilnya.
“Santai, semua ibu emang kayak gitu. Tapi lo tau kan kalo gue gag niat married?”
“Ya gue harap sih, lo cuma nunggu orang yang tepat.”
“Gag akan pernah ada wanita yang tepat buat gue.” tegas Kean dengan tatapan kosongnya.
Reza hanya tersenyum, memang sangat sulit mengubah prinsip sahabatnya.
“Okey, hati-hati di jalan. Kabarin kalo lo mau main ke bang nasep.”
“Hem!” Kean segera masuk ke mobilnya. Menyalakan mesinnya dan dalam beberapa saat hanya tinggal asap knalpotnya yang tertinggal.
Reza masih berdiri di tempatnya, memandangi ke arah berlalunya mobil Kean . Terkadang ia cukup prihatin melihat kehidupan sahabatnya yang tampak sangat sempurna padahal sangat menderita. “Sang pewaris” kalimat yang sangat di benci Kean selama hidupnya.
Reza kembali masuk ke dalam galerinya. Tampak Nita yang tengah berbincang dengan seorang wanita muda. Gadis dengan rambut terkepang dan tampilan tomboynya. Reza cukup terkejut melihat wanita yang berbincang akrab dengan ibunya. Mengingat Nita sangat memperhatikan penampilan orang-orang di sekitarnya.
Celana jeans, kemeja yang tidak di kancingkan, kaos polos dan sneaker, sungguh bukan tipe wanita yang seharusnya di banggakan oleh ibunya.
“Za, sini nak. Kenalin ini paradisa.” Nita memanggil Reza yang terpaku di tempatnya.
Reza segera menghampiri Nita dan gadis di hadapannya.
“Anda?” adalah Disa yang begitu terkejut melihat laki-laki di hadapannya.
Reza mengernyitkan dahinya, ia mencoba mengingat di mana ia pernah bertemu dengan gadis ini.
“Kalian saling kenal?” Nita lah yang lebih penasaran.
“Perpustakaan.” begitu suara yang keluar dari mulut keduanya.
“Oh ya ampun,... Kan kata mamah juga kamu pasti kenal sama paradisa. Dia ini yang design-in baju mamah. Dia juga kuliah di kampus tempat kamu ngajar.” cerocos Nita dengan senyum yang merekah di bibirnya.
“Ohh, hay apa kabar?” Reza mengulurkan tangannya pada Disa.
“Baik. Maaf saya gag tau kalau bapak dosen di kampus.” Disa menyambut uluran tangan Reza.
“Gag pa-pa, santai aja. Lagian kamu gag perlu manggil saya bapak, kesannya saya tua banget.” Jabatan tangan keduanya pun terlepas.
Disa masih begitu terpesona melihat sosok di hadapannya. Wajah tampannya dan senyumnya yang ramah.
“Oh iya pak.”
“Reza, panggil saya reza.” Reza kembali mengingatkan. Disa hanya mengangguk dengan wajah yang merona. “Saya dengar, kamu mau mengambil alat-alat lukis kamu. Kenapa harus di ambil?” tanya Reza kemudian.
“Em anu pak, eh anu, saya gag mau kanvas dan alat lukis saya memenuhi gudang di sini.” tutur Disa dengan canggung.
“Oh saya gag ada masalah. Justru saya mau minta izin untuk memajang lukisan kamu untuk menghiasi dinding di galeri ini.
“Hah, bener pak? Eh maksudnya reza, ato saya panggil apa?” Disa menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak gatal. Ia benar-benar salah tingkah.
“Reza. Cukup reza, okey.” Reza kembali mengingatkan.
“Oh baik. Re-za.” Disa mengeja suku kata nama Reza.
“Iya lagi pula, kalau lukisan kamu di ambil, dinding di sini bakal sepi. Gag cantik lagi.” Nita meraih tangan Disa untuk ia genggam dengan erat.
Reza ikut memperhatikan genggaman tangan Nita dan Disa.
“Em, baik bu. Saya tidak akan mengambilnya.”
Nita mengangguk sebagai respon.
“Oh iya, saya denger kamu kuliah juga? Ngambil jurusan apa?” Reza yang mulai penasaran.
“Em, sebenarnya saya udah berhenti kuliah sebulan lalu dan memilih untuk bekerja.” terang Disa dengan hati-hati.
“Oh ya, tidak masalah. Banyak cara untuk meraih mimpi.” tandas Reza yang terasa seperti sebuah penyemangat untuk Disa. Ia pun mengangguk setuju. “Kalau ada waktu senggang, kamu boleh main ke sini dan ngelukis di sini. Kapan pun kamu mau.” lanjutnya lagi.
“Terima kasih, terima kasih banyak.”
“Iya disa, datanglah ke sini sesekali. Selain kamu bekerja, kamu juga harus menyenangkan diri kamu dengan melakukan apa yang kamu sukai.”
“Iya bu, terima kasih banyak.”
Mereka kembali berbincang seraya berkeliling di galery yang sudah Reza ubah. Kesannya lebih muda dan cozy di banding sebelumnya dan dipastikan mahasiswanya suka berada di tempat ini.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Kristina Situmeang
wah,belum waktunya bertemu sma kean ya
2021-11-07
0
Jeng Anna
Wahhh sepertinya Disa bakalan disukai 3 cowok niihhh
2021-07-09
0
💋andhung andria💝
kayaknya pak reza orang yg baik..kali aja dia berjodoh sama disa..secara klo orang baik akan berjodoh dengan orang baik hehehe..
aku nggk berharap ceritanya kayak novel lain bisa dapat jodoh orgnya terlalu arogan
tp kembali lg ke authornya siih hehehe..
tetep semangat yaa 👍👍👍👍
2021-05-14
3