Pasar

Keramaian pasar pagi itu cukup hectic. Setiap penjual berlomba menawarkan barang dagangannya, berteriak saling menyahuti.

“Bawang merahnya bu, mumpung lagi murah. Di yang lain mahal.”

“Ikan segar, baru di ambil langsung dari laut. Ikannya neng.” tawar seorang penjual ikan pada Disa.

Disa hanya menggeleng dan mengikuti langkah Meri.

Sudah dua keresek besar yang di bawa Damar di belakang Disa dan Meri. Namun sepertinya apa yang akan mereka beli belum semuanya mereka dapatkan.

“Itu bumbu-bumbu aneh yang ada di buku resep kamu ada di sebelah sana.” tunjuk Meri pada sebuah toko kelontongan.

“Iya tan, ayo kita ke sana.”

Disa dan Meri segera menuju ke tempat tersebut. Damar yang mengikuti dari belakang hanya bisa menggerutu tidak jelas dengan wajah kesalnya. Entah berapa kantong lagi yang harus ia bawa nanti.

“Nih kamu hirup wanginya, tiap bumbu tuh beda wanginya dan ngaruh ke masakan.” Meri menaruh beberapa jenis bumbu di tangan Disa.

“Iya tan.” Disa mulai membaui beragam bumbu yang ada di tangannya. Memang sangat berbeda. Otaknya mulai berputar untuk mengingat wangi dari tiap bumbu yang disodorkan Meri.

“Gaya lo nyiumin bumbu eropa, lengkuas sama jahe udah bisa lo bedain belum bau sama bentuknya?” ledek Damar yang menyandarkan tubuhnya pada tiang toko. Sepertinya ia sudah cukup lelah mengikuti langkah kaki 2 wanita tersebut.

“Tau lah! Nih jahe! Nih lengkuas!” Disa menunjukkan 2 benda tersebut bergantian pada Damar.

“Hafalin yang lain!” cetusnya seraya berlalu.

Disa hanya mendelik kesal sekali lalu kembali membaui bumbu yang di tunjukkan Meri.

Dari kejauhan, Damar memperhatikan Disa dan Meri. Interaksi keduanya terlihat dekat tidak seperti biasanya. Ternyata benar, berbelanja bisa mendekatkan dua orang yang selalu bersi tegang.

Yang lebih di perhatikan Damar adalah Disa. Ia tersenyum sendiri saat mata bulatnya terlihat berbinar di padu dengan senyum manis yang sudah sangat lama tidak ia lihat. Ia mengusap dadanya sendiri yang tiba-tiba berdebar kencang melihat senyum Disa.

Bersyukur Disa masih mempunyai alasan untuk pulang sehingga mereka bisa kembali bertemu. Kedepannya, mungkin Damar yang harus mencari alasan untuk bisa menemui Disa yang tinggal di balik pagar tinggi rumah mewah tersebut.

*****

Usai dengan belanjaannya Disa dan Meri bergegas pulang. Selama dalam perjalanan Meri bercerita banyak tentang pengalamannya memasak. Damar yang melihat dari spion tengah taksi, hanya bisa tersenyum tipis melihat interaksi Disa dan ibunya.

Ternyata, berbelanja ke pasar dan membicarakan masakan bisa jadi pemersatu dua wanita ini. Harusnya sejak dulu Damar mengajak dua wanita itu untuk berbelanja.

“Huuh...” deru Damar setibanya di rumah.

Ia menaruh barang belanjaan di atas meja makan lalu beranjak menuju sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sana. Ia mengipas-ngipasi tubuhnya dengan kaos yang ia gunakan dan sesekali meniupnya.

Wajahnya merah, mungkin karena kepanasan.

“Nih, makasih ya..” Disa menyodori Damar segelas air dingin.

Damar mengambil air yang disodorkan Disa tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi yang menyala. Ia meneguknya hingga tandas.

Disa kembali ke dapur dan mulai menata bahan makanan bersama Meri.

“Tante mandi dulu ya, bau keringet.” ujar Meri yang mencium bau tubuhnya sedikit asam.

“Iya tan.”

Disa kembali duduk di kursi dan mulai menyisihkan beberapa bahan yang akan ia masak.

“Lo jadi koki dadakan di rumah besar itu?” tanya Damar dari tempatnya.

“Gue pelayan di rumah anak tuan besar.” timpal Disa yang mulai mengupasi bawang.

“Kenapa harus kursus masak segala sama nyokap? Lo kan bisa pake pesanan layan antar.”

“Itu namanya mengubur potensi alias males.” timpal Disa. Ia memperhatikan kakak sepupunya yang masih mengganti-ganti saluran televisi yang di tontonnya. “Sejak kapan lo peduli sama yang gue lakuin?” tanyanya kemudian.

Damar hanya berdecik, ia tidak berniat menimpali kalimat Disa. Ia lebih memilih berlalu pergi ke kamarnya, meninggalkan Disa.

“Sepeda gue bawa ya!!” seru Disa lebih keras.

Damar tidak menyahuti, hanya suara pintu tertutup yang di dengar Disa.

Di balik pintu kamarnya, Damar menyandarkan tubuhnya ke daun pintu. Ia kembali mengingat suara tawa Disa bersama ibunya tadi. Sangat renyah dan membuatnya ikut tersenyum. Namun lagi, ia teringat keadaannya dan Disa saat ini.

“Sa, apa lo lupa mimpi kita untuk jadi pelukis terkenal dan keliling dunia?” gumam Damar seraya memandangi gambar-gambar yang menempel di dindingnya.

Disa yang sangat suka melukis di kanvas dan Damar yang nakal hobi graffiti di dinding polos, menjadi alasan mengapa dulu mereka bisa berteman.

Mereka pernah berjanji, suatu hari mereka akan keliling dunia. Disa melukis berbagai kota dan Damar meninggalkan jejak berkunjungnya dengan membuat grafitti di negara-negara terkenal dan bersejarah.

Tapi sepertinya semuanya memang hanya akan menjadi angan di usia belia. Ia merasa telah kehilangan banyak hal, bahkan mimpi yang dulu ia coba ukir bersama Disa pun, perlahan harus ia lupakan. Mungkin benar bahwa keadaan bisa merubah banyak hal.

Damar mencoba membaringkan tubuhnya di kasur. Ia berusaha memejamkan matanya. Lengan kokohnya ia tempatkan di atas dahi dengan sedikit mengepal. Terlalu banyak hal yang berputar di kepalanya.

Sayup-sayup, ia mendengar suara Disa dan Meri di dapur. Suaranya terdengar bersahutan dengan bunyi sendok yang terjatuh dan di susul dengan suara blender. Sesekali mereka berbincang dan tertawa.

“Kalo bawang, cara ngirisnya gini. Harus memanjang jadi aromanya akan keluar.” kalimat itu yang terdengar cukup jelas oleh Damar. Suara Meri.

“Kalo jahe, mending di geprek atau ikut di blender tan?”

“Tergantung mau apa yang kamu dapet. Kalo mau dapet aroma doang, kamu geprek cukup tapi kalo mau dapet rasanya, tante saranin sih di blender.”

Mendengar perbincangan dua wanita itu, rasanya Damar ingin kembali bergabung. Memang tidak ikut berbincang namun paling tidak itu lebih baik daripada berdua bersama pikirannya yang tidak menentu.

Ia mengambil gelas dari atas meja kecilnya, lalu pura-pura keluar untuk mengambil air minum. Ia bisa melihat Disa dan Meri yang serius di depan kompor dengan wajan berukuran besar di atasnya. Wangi bumbu mulai menyeruak saat Meri mulai menumisnya.

Damar mengambil air dari dispenser di samping Disa, Disa hanya bergeser dan tetap fokus pada penjelasan tantenya. Damar berdiri di sampingnya dan memperhatikan tangan Disa yang mulai piawai menumis bumbu, melanjutkan pekerjaan Meri yang beralih menjadi tutor Disa.

“Yang dimasukkan pertama apanya tan? Bumbu apa garam dulu?”

“Tante lebih suka bumbu ulek, kalo garem biasanya di tengah-tengah.”

Disa mengangguk-angguk. Damar yang berdiri di sampingnya kembali meneguk air minumnya seraya memperhatikan wajah dan leher Disa yang berkeringat. Mungkin dia kepanasan.

“O iya tan, majikan aku gag suka kalo masakannya di cicipin dulu. Itu gimana kalo keasinan?” Disa tampak mengernyitkan dahinya dan berfikir cukup keras.

“Ya itu cukup sulit kalo buat kamu yang masih belajar. Harus terbiasa dengan penggunaan bumbu. Tapi sebenernya bisa di pelajari.”

Disa dan Meri sama-sama termenung, mereka tampak berfikir keras.

Damar beralih ke kursi meja makan dan duduk di sana seraya memainkan gelas di tangannya.

“Kenapa gag lo bayangin aja kalo bumbu itu cat buat lo ngelukis?” Damar menyumbangkan idenya.

Disa dan Meri sama-sama menoleh laki-laki tersebut. “Maksudnya?” keduanya bertanya bersamaan.

“Woy tenang dong, gitu amat ekspresinya." Damar lebih memilih kembali meneguk minumannya sebelum menjawab pertanyaan dua wanita yang menatapnya dengan tidak sabar.

Berjalan menghampiri Disa dan Meri lalu berdiri di antara keduanya. "Ya maksud gue, coba lo gambarin rasanya lewat warna. Misal nih, garem itu merah, gula itu putih, ya pokoknya kayak lo ngelukis aja gimana. Cat air juga gag lo cicip kan, tapi hasilnya tetep enak diliat. Asal pas aja jumlahnya.” terangnya acuh.

Disa dan Meri saling bertatapan, sepertinya mereka sama-sama berfikir.

“Okey, tante punya ide. Kamu matiin dulu kompornya.” Meri beranjak menuju meja makan dan mengambil 6 buah mangkuk.

Disa mengikuti dan berdiri di samping Meri. Ia memperhatikan Meri yang mulai mengisi mangkuk tersebut dengan air yang jumlahnya sama banyak antara satu mangkuk dengan mangkuk lainnya.

“Okey, tante ngasih garem segini. Gula segini, penyedap rasa segini. Ini rasa sapi dan ini rasa ayam. Coba kamu cicip.”

Disa mengambil mangkuk pertama yang diisi garam oleh Meri. “Asin tan.” keluh Disa seraya menjulurkan lidahnya.

“Dikit aja nyicipnya sa, buat gambarin rasa doang.” Meri segera mengambil mangkuk dari tangan Disa. “Nih minum dulu, biar netral.”

Disa hanya menurut saja dan di sampingnya Damar tampak menahan tawa.

“Lanjut mangkuk yang lain. Inget cicip aja.” Meri menunjuk mangkuk berikutnya.

Disa mencoba mengecap rasa di lidahnya dan mengingatnya baik-baik. Ia lakukan pada rasa selanjutnya dan mengingatnya kembali.

“Kayak permen ya rasanya, nano-nano.” ledek Damar yang terkekeh tidak bisa menyembunyikan tawanya.

“Resek lo!” dengus Disa yang dihadiahi pelototan oleh tantenya. Ya, bagaimana lagi, anak ibu.

“Gimana, kamu udah hafal rasanya?”

“Em, iya tante.” Disa masih mencoba mengecap rasa yang tersisa di mulutnya.

“Okey, sekarang kamu coba bayangin, kuali ini adalah kanvas kamu. Dan semua bumbu ini adalah cat air. Lauknya adalah objek yang mau kamu lukis. Lukislah.” Meri memberikan spatulanya pada Disa.

Disa menarik nafas dalam untuk meyakinkan dirinya. Di hadapan kompor itu ia berdiri. Tangannya menggenggam erat spatula yang diberikan Meri. “Lukislah.” Disa mengutip kata terakhir Meri.

Dengan yakin ia mulai meramu masakannya. Damar dan Meri memperhatikan dari meja makan. Sesekali Meri ingin melarangnya saat Disa nyaris melakukan kesalahan, beruntung masakan yang di buat Disa masih bisa diselamatkan.

4 menu makanan tersaji di depan mata. Disa masih memegangi 1 menu terakhir. Wajahnya terlihat sangat berminyak dengan celemek yang kotor. Ia tersenyum menatap Damar dan Meri bergantian.

“Siap buat menilai?” tanya Disa.

Damar dan Meri mengambil sendok masing-masing. Damar bahkan mengambil nasi. Mereka mulai mencicipi satu per satu masakan Disa.

“Yang ini, kalo majikan kamu gag suka asin, ini terlalu asin buat dia. Yang ini, kurang halus ulekan bumbunya. Yang ini ikannya terlalu kering, ini terlalu banyak kuahnya dan ini yang lumayan enak.” terang Meri mengomentari masakannya.

“Berasa ikut ajang pencarian bakat masak gag sih tan?” tanya Disa dengan senyum terkembang.

“Jangan sok kecakepan ngerasa jadi chef renata.” sindir Damar yang menikmati makanan di hadapannya.

“Bisa lebih garang gag, biar mirip chef juna?” balas Disa yang mendelik.

Meri hanya tersenyum simpul melihat interaksi putra dan keponakannya. Dan Damar yang selalu kalah kalau berbalas kata. Ia kembali menikmati makanannya dengan tatapan tajam dari Disa, menunggu review yang ingin ia dengar.

Tapi paling tidak, ini adalah hari paling hangat di rumah yang tidak terlalu luas ini. Dan bersyukurlah, nanti mereka bisa makan malam dengan menu spesial yang jarang mereka temui.

****

Bagian tidak menyenangkan setelah memasak adalah membersihkan peralatan masak yang berantakan. Disa masih membersihkan sampah bekas bahan masakan sementara Damar membantu mencuci piring. Sangat langka Damar terlibat dalam urusan dapur mengingat ia lebih suka menonton serial kartun favoritnya di banding terlibat dalam urusan dapur.

Meri masih menemui tamu yang tengah memesan cathering untuk acara syukuran saat Disa hanya berdua saja di dapur dengan kakak sepupu tirinya.

"Kak, bisa tolong geser tempat sampahnya ke sini." menunjuk tempat sampah yang berada di kolong wastafel.

Damar mengikuti saja permintaan Disa dan mendorong tempat sampah mendekati adiknya.

"Lo di kasih libur kerja di tempat lo sekarang?" bertanya tapi tangannya masih sibuk dengan piring yang tengah ia cuci.

"Dapet. Sebulan dapet 2 hari." menyodorkan piring lainnya pada Damar.

"Terus liburan maau kemana?"

"Mau ke bandung, nemuin nenek. Kakak mau ikut?"

Damar menghentikan gerakan tangannya, ia menoleh Disa yang tengah mengotaki sisa bawang yang sudah ia kupas.

"Gue gag yakin nenek masih inget sama gue." sedikit termenung, mengingat hanya dua atau tiga kali ia pernah bertemu dengan nenek sambungnya.

"Pasti ingetlah. Nenek pasti bilang, si kasep, si bageur, mirip artis." cetus Disa yang terkekeh di ujung kalimatnya.

"Lo ngeledek gue?" Damar mengusapkan busa sabun di tangannya ke pipi Disa.

"Ish kak damar, iseng banget sih lo!" segera mengusap pipinya dengan bahu kanannya. "Itu kotor tau!" mendelik dengan kesal.

"Biasanya lo santai ajaa cemong sama cat air." mencuci tangannya lalu mengusap pipi Disa untuk ia bersihkan. Dengan segera Disa menahan tangan Damar.

"Gue bisa sendiri." dengusnya dengan kesal.

Damar tersenyum samar seraya memandangi tangannya yang di kibaskan Disa. Padahal dulu Disa tidak pernah protes saat Damar mencubit dengan gemas pipinya yang memerah alami. Kalau pun protes, hanya berupa rajukan manja yang membuat Damar semakin gemas.

Melihat Damar terdiam, Disa pun menoleh. Laki-laki di sampingnya masih memandangi tangannya yang di kibaskan Disa.

"Gue bukan anak kecil lagi. Lap gini doang mah gue juga bisa." seolah menegaskan kalau ia tidak bermaksud kasar pada Damar.

"Anak kecil lah, kalo masih nangis sendirian di pojokan." Damar mulai menggoda Disa. Entah mengapa rasa canggung itu menghilang begitu saja.

"Lo tau kalo gue suka nangis di pojokan?" menghentikan aktivitasnya dan lebih memilih menoleh Damar.

"Tau lah!"

Menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Iya, lo tau tapi lo gag peduli." refleks kalimat itu terlontar dari mulut Disa.

"Kata siapa gue gag peduli?" Damar balas menatap Disa yang tampak tercengang.

"Kata gue lah! Lo bahkan gag pernah bertanya kabar gue, apa gue baik-baik aja atau bertanya hal remeh temeh yang sebenernya gag perlu tapi itu nunjukin kalo lo peduli." seperti ada jalan bagi Disa untuk meluapkan perasaannya selama ini.

"Lo asing buat gue kak. Dan sebagai kakak gue, gue gag minta lo untuk memberi perhatian lebih sama gue sebagai sodara. Gue cuma mau lo balikin damong, sahabat gue." lanjut Disa tanpa mengalihkan pandangannya dari Damar.

Mendengar kalimat Disa, rasanya pita suara Damar tercekat. Tidak terpikir olehnya kalau hari ini akan tiba, hari dimana Disa mempertanyakan sikapnya selama ini.

"Udah selesai?" suara Meri yang riang menjeda perbincangan kakak beradik tersebut.

Melihat Disa dan Damar yang hanya terpaku, Meri memilih duduk dikursinya dan mengeluarkan uang DP yang tadi di berikan oleh pelanggannya.

"Tante dapet orderan cathering, alhamdulillah..." ungkap Meri dengan senyum terkembang.

"Alhamdulillah..." Disa ikut mengucap syukur. Namun Damar masih di tempatnya tanpa berkomentar. Ia lebih memilih menyelesaikan pekerjaannya untuk mencuci piring.

************

Yuhuuu cukup panjang nih. Cuma mau ngingetin, jangan lupa like, comment dan vote-nya yaa,,hehehe....

Terima kasih dan selamat membaca.

Terpopuler

Comments

Ikha Ranni

Ikha Ranni

bagus banget ceritanya dan penulisannya Thor.. aku pada mu Thor..💝

2023-09-02

1

abdan syakura

abdan syakura

aduhduhduh.....
kena Lo Damar!!!
Tp... akankah cintamu terbalaskan?

2023-01-29

0

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

boleh request gak thor, damar ma disa aja, hati aku tuh suka lemah kalo liat cinta terpendam gini...

2023-01-24

1

lihat semua
Episodes
1 Winnie the pooh
2 Cicitan burung
3 Kampus
4 Payung
5 Mobil mewah
6 Astaga Disa!!!
7 Cewek galak dan Liar
8 Pagar tinggi
9 Jenar
10 kak damar
11 Tugas baru
12 Pasar
13 Galeri
14 Rumah tuan muda
15 Rumah lama rasa baru
16 Sendok emas
17 Tanpa apresiasi
18 Pesan tuan muda
19 Sarapan bubur
20 Ayam tepung
21 Malam Minggu
22 Kenapa harus dia?
23 Kantor polisi
24 Pertengkaran keluarga
25 Anak kambing baru lahir
26 Mini dress warna peach
27 Biksu
28 Appetizer, main course sama dessert
29 I've been married
30 Who are they?
31 Permisi
32 Meet up
33 CCTV Hidup
34 Princes
35 Best friend forever and ever
36 Tekanan mental
37 jam 6
38 Menginap
39 YA SAYA!!!
40 Ira dan Tantri
41 Kesepian
42 Sarapan bersama
43 Kejadian tidak terduga
44 Trauma di masa lalu
45 Libur tlah Tiba
46 Berkunjung ke galery seni
47 Kak reza
48 Kunjungan tidak diharapkan
49 Lomba Desain untuk pemula
50 3 Pesan
51 Hari yang baik
52 Tuan Marcel
53 Memikirkan wanita yang sama
54 Cita-cita kita
55 Tempat tujuan kita sama
56 Pantai Part 1
57 Pantai Part 2
58 Menambahkan daftar teman
59 Ikut Ke Pasar
60 Rumah sakit
61 Mengurus dan menjaga tuan muda
62 Ganti perban saya
63 Apa yang dia rasakan?
64 Tamu di pagi hari
65 Prioritas
66 Tersisih
67 Tidak karuan
68 Masuk ke dalam lorong yang gelap
69 Makan siang rasa tak biasa
70 Andai saja bisa jujur sekarang
71 Selamat bersenang-senang.
72 Saat terbangun di suatu pagi
73 Nyusul
74 Hadiah atau pengganti?
75 Berbau
76 Makan siang bersama sang model
77 Kesedihan Kean
78 Mural untuk tuan muda
79 Batas keberanian
80 Berpose
81 Anak bunda yang baik
82 Tamu tidak di undang
83 Cue ball
84 Dasar Damong!
85 Relationshit!
86 Alunan emosi
87 Yang di nanti
88 My Lady
89 Saling menguatkan
90 Negosiasi
91 Cerita di masa lalu
92 Saat dia menghampiriku
93 Semut-semut merah
94 Putri selir
95 Tangis dan tawa
96 Bullying
97 Doktrin paradisa
98 Menarik batas
99 We know you are strong!!!
100 Bunda,
101 Nama panggilan
102 Transaksi kewajiban
103 Nyaris tenggelam dalam arus
104 Olah raga bersama
105 Tidak ada kehilangan yang lebih baik
106 Permohonan seorang anak
107 Bahagia yang menular
108 Kondangan
109 Sang pewaris
110 Manipulasi pikiran
111 Mannequin koran
112 Kompromi
113 Mengukur tubuh
114 Harus memilih
115 Berdansa
116 Berusaha terlihat layak
117 Apa yang dia pikirkan?
118 Jangan terlalu baik
119 Peringatan
120 Aku hanya tau, aku harus pulang
121 "Aku menyesal."
122 Sim salabim
123 Maaf
124 Strawberrynya sampai ke hati
125 Tatapan maut
126 Terpeluk
127 Terjebak dalam labirin
128 Menghadapi Tuan besar
129 Kecanggungan
130 Selamat malam keluarga singa
131 I like monday as much as i like you
132 Deringan telpon di waktu yang tepat
133 Saya tidak mencuri dan kamu tidak menolak
134 Pesan bi Imas
135 Overall kebesaran
136 Panggilan penting
137 Sebagai damong terhadap sandhy
138 Negosiasi baru
139 Meski harus mengambil resiko
140 Penolakan
141 Hadiah berkesan
142 Kejutan pagi
143 Kekayaan, bukan bagian yang harus di pertahankan.
144 Usaha meyakinkan lawan
145 Man to man
146 Introgasi mamah
147 Bisakah semuanya lebih baik-baik saja?
148 Menghadapi rasa takut
149 Mirror
150 Pagi yang gamang
151 Kemalangan yang bersamaan
152 Saat harus melangkah pergi
153 Malam yang berat
154 Ikhlas tersulit
155 Kosong
156 Mengatur strategi permainan
157 Dreamsketch
158 Percaya pada kemampuan
159 Psyche?
160 Semakin merindukanmu
161 Cangkir penyemangat
162 Karya dan sumber inspirasi
163 Jangan membangunkan singa yang sedang tidur
164 Rasa bersalah
165 Kesendirian
166 Tentang masa lalu
167 Andai bisa abai...
168 Pernah menjadi satu-satunya tidak berarti akan menjadi selamanya
169 Kakiku tahu kemana arah yang harus ia tuju
170 Semudah itu datang dan semudah itu pula memilih pergi
171 Rencana tidak terduga
172 Saat wanita harus membuat keputusan
173 Pesan penting tante Mery
174 Kebaikan yang berlebihan
175 Tuan muda VS Pecel
176 Perasaan yang masih sama
177 Sayap sang model
178 Usaha tidak mengkhianati hasil
179 Yang akan menikah siapa?
180 Psyche and Cupid
181 Cemburu tapi gengsi
182 Ajakan tiba-tiba
183 Siluete membawa emosi
184 Dua kesalahan
185 Aa dan teteh
186 Bertemu tuan besar
187 Tidak perlu berharap
188 Cukup pikirkan aku saja, jangan yang lain
189 Jangan membuatku menunggu
190 Sedikit melemah
191 Paginya pengantin baru
192 Sarapan untuk suami
193 Hadiah dari mamah
194 Nasep Familly
195 Rasa sesal
196 Serba baru
197 Yogyakarta
198 Sebuah kisah
199 Danau part 1
200 Danau Part 2
201 Yang tertunda
202 Memulai yang sudah lama harus dimulai
203 Gangguan pagi-pagi
204 Pesan dari tante Liana
205 Bapak Kean
206 Membuat pilihan
207 Kesempatan lain
208 CD
209 Kekecewaan yang lebih
210 Bisakah egois sekali lagi?
211 Akupun bisa merasakan sakit
212 Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?
213 Mengembalikan kepercayaan
214 Benarkah sumpah itu?
215 Semuanya hanya berusaha
216 Mempertahankan hubungan
217 Pukulan serius
218 Tidak hanya senang tapi tenang
219 Seperti inilah seharusnya rasa tenang saat melabuhkan hati pada hati yang tepat.
220 Malam yang indah untuk di lewati bersama
221 Sarapan Roti Crispy
222 Ajakan Clara
223 Kejutan tuan muda
224 Nasi padang kenyal
225 Melukis mimpi bersama clara
226 Sambutan untuk sebuah kepulangan
227 Tidak ingin lagi ditinggalkan
228 Menikmati waktu bersama
229 Kericuhan duo Hardjoyo
230 Dear dady,
231 Time flies
232 Menjelang fashion show
233 Belum siap kehilangan
234 Sendirian
235 Jangan selalu merasa baik-baik saja
236 Jangan selalu merasa baik-baik saja 2
237 Peragaan busana
238 Perkara nama
239 Langkah baru
240 Ketika kita di masa itu,
241 Fit and proper test
242 Bisakah hubungan ini bertahan
243 Permintaan maaf
244 Melewati malam penuh pertanyaan
245 One step closer
246 Kejutan dari sahabat
247 Menyelesaikan kesalahpahaman
248 “With love, Paradisa Sandhya.”
249 Sayonara
250 Otor menyapaaaa
251 Comming up gais!!!
252 Kecemasan seorang anak
253 Menjadi Dia
254 Ranjang Dingin Ibu Tiri
Episodes

Updated 254 Episodes

1
Winnie the pooh
2
Cicitan burung
3
Kampus
4
Payung
5
Mobil mewah
6
Astaga Disa!!!
7
Cewek galak dan Liar
8
Pagar tinggi
9
Jenar
10
kak damar
11
Tugas baru
12
Pasar
13
Galeri
14
Rumah tuan muda
15
Rumah lama rasa baru
16
Sendok emas
17
Tanpa apresiasi
18
Pesan tuan muda
19
Sarapan bubur
20
Ayam tepung
21
Malam Minggu
22
Kenapa harus dia?
23
Kantor polisi
24
Pertengkaran keluarga
25
Anak kambing baru lahir
26
Mini dress warna peach
27
Biksu
28
Appetizer, main course sama dessert
29
I've been married
30
Who are they?
31
Permisi
32
Meet up
33
CCTV Hidup
34
Princes
35
Best friend forever and ever
36
Tekanan mental
37
jam 6
38
Menginap
39
YA SAYA!!!
40
Ira dan Tantri
41
Kesepian
42
Sarapan bersama
43
Kejadian tidak terduga
44
Trauma di masa lalu
45
Libur tlah Tiba
46
Berkunjung ke galery seni
47
Kak reza
48
Kunjungan tidak diharapkan
49
Lomba Desain untuk pemula
50
3 Pesan
51
Hari yang baik
52
Tuan Marcel
53
Memikirkan wanita yang sama
54
Cita-cita kita
55
Tempat tujuan kita sama
56
Pantai Part 1
57
Pantai Part 2
58
Menambahkan daftar teman
59
Ikut Ke Pasar
60
Rumah sakit
61
Mengurus dan menjaga tuan muda
62
Ganti perban saya
63
Apa yang dia rasakan?
64
Tamu di pagi hari
65
Prioritas
66
Tersisih
67
Tidak karuan
68
Masuk ke dalam lorong yang gelap
69
Makan siang rasa tak biasa
70
Andai saja bisa jujur sekarang
71
Selamat bersenang-senang.
72
Saat terbangun di suatu pagi
73
Nyusul
74
Hadiah atau pengganti?
75
Berbau
76
Makan siang bersama sang model
77
Kesedihan Kean
78
Mural untuk tuan muda
79
Batas keberanian
80
Berpose
81
Anak bunda yang baik
82
Tamu tidak di undang
83
Cue ball
84
Dasar Damong!
85
Relationshit!
86
Alunan emosi
87
Yang di nanti
88
My Lady
89
Saling menguatkan
90
Negosiasi
91
Cerita di masa lalu
92
Saat dia menghampiriku
93
Semut-semut merah
94
Putri selir
95
Tangis dan tawa
96
Bullying
97
Doktrin paradisa
98
Menarik batas
99
We know you are strong!!!
100
Bunda,
101
Nama panggilan
102
Transaksi kewajiban
103
Nyaris tenggelam dalam arus
104
Olah raga bersama
105
Tidak ada kehilangan yang lebih baik
106
Permohonan seorang anak
107
Bahagia yang menular
108
Kondangan
109
Sang pewaris
110
Manipulasi pikiran
111
Mannequin koran
112
Kompromi
113
Mengukur tubuh
114
Harus memilih
115
Berdansa
116
Berusaha terlihat layak
117
Apa yang dia pikirkan?
118
Jangan terlalu baik
119
Peringatan
120
Aku hanya tau, aku harus pulang
121
"Aku menyesal."
122
Sim salabim
123
Maaf
124
Strawberrynya sampai ke hati
125
Tatapan maut
126
Terpeluk
127
Terjebak dalam labirin
128
Menghadapi Tuan besar
129
Kecanggungan
130
Selamat malam keluarga singa
131
I like monday as much as i like you
132
Deringan telpon di waktu yang tepat
133
Saya tidak mencuri dan kamu tidak menolak
134
Pesan bi Imas
135
Overall kebesaran
136
Panggilan penting
137
Sebagai damong terhadap sandhy
138
Negosiasi baru
139
Meski harus mengambil resiko
140
Penolakan
141
Hadiah berkesan
142
Kejutan pagi
143
Kekayaan, bukan bagian yang harus di pertahankan.
144
Usaha meyakinkan lawan
145
Man to man
146
Introgasi mamah
147
Bisakah semuanya lebih baik-baik saja?
148
Menghadapi rasa takut
149
Mirror
150
Pagi yang gamang
151
Kemalangan yang bersamaan
152
Saat harus melangkah pergi
153
Malam yang berat
154
Ikhlas tersulit
155
Kosong
156
Mengatur strategi permainan
157
Dreamsketch
158
Percaya pada kemampuan
159
Psyche?
160
Semakin merindukanmu
161
Cangkir penyemangat
162
Karya dan sumber inspirasi
163
Jangan membangunkan singa yang sedang tidur
164
Rasa bersalah
165
Kesendirian
166
Tentang masa lalu
167
Andai bisa abai...
168
Pernah menjadi satu-satunya tidak berarti akan menjadi selamanya
169
Kakiku tahu kemana arah yang harus ia tuju
170
Semudah itu datang dan semudah itu pula memilih pergi
171
Rencana tidak terduga
172
Saat wanita harus membuat keputusan
173
Pesan penting tante Mery
174
Kebaikan yang berlebihan
175
Tuan muda VS Pecel
176
Perasaan yang masih sama
177
Sayap sang model
178
Usaha tidak mengkhianati hasil
179
Yang akan menikah siapa?
180
Psyche and Cupid
181
Cemburu tapi gengsi
182
Ajakan tiba-tiba
183
Siluete membawa emosi
184
Dua kesalahan
185
Aa dan teteh
186
Bertemu tuan besar
187
Tidak perlu berharap
188
Cukup pikirkan aku saja, jangan yang lain
189
Jangan membuatku menunggu
190
Sedikit melemah
191
Paginya pengantin baru
192
Sarapan untuk suami
193
Hadiah dari mamah
194
Nasep Familly
195
Rasa sesal
196
Serba baru
197
Yogyakarta
198
Sebuah kisah
199
Danau part 1
200
Danau Part 2
201
Yang tertunda
202
Memulai yang sudah lama harus dimulai
203
Gangguan pagi-pagi
204
Pesan dari tante Liana
205
Bapak Kean
206
Membuat pilihan
207
Kesempatan lain
208
CD
209
Kekecewaan yang lebih
210
Bisakah egois sekali lagi?
211
Akupun bisa merasakan sakit
212
Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?
213
Mengembalikan kepercayaan
214
Benarkah sumpah itu?
215
Semuanya hanya berusaha
216
Mempertahankan hubungan
217
Pukulan serius
218
Tidak hanya senang tapi tenang
219
Seperti inilah seharusnya rasa tenang saat melabuhkan hati pada hati yang tepat.
220
Malam yang indah untuk di lewati bersama
221
Sarapan Roti Crispy
222
Ajakan Clara
223
Kejutan tuan muda
224
Nasi padang kenyal
225
Melukis mimpi bersama clara
226
Sambutan untuk sebuah kepulangan
227
Tidak ingin lagi ditinggalkan
228
Menikmati waktu bersama
229
Kericuhan duo Hardjoyo
230
Dear dady,
231
Time flies
232
Menjelang fashion show
233
Belum siap kehilangan
234
Sendirian
235
Jangan selalu merasa baik-baik saja
236
Jangan selalu merasa baik-baik saja 2
237
Peragaan busana
238
Perkara nama
239
Langkah baru
240
Ketika kita di masa itu,
241
Fit and proper test
242
Bisakah hubungan ini bertahan
243
Permintaan maaf
244
Melewati malam penuh pertanyaan
245
One step closer
246
Kejutan dari sahabat
247
Menyelesaikan kesalahpahaman
248
“With love, Paradisa Sandhya.”
249
Sayonara
250
Otor menyapaaaa
251
Comming up gais!!!
252
Kecemasan seorang anak
253
Menjadi Dia
254
Ranjang Dingin Ibu Tiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!