Pagi itu, Kinar mengumpulkan semua pelayan di dapur. Wajahnya terlihat serius memandangi satu per satu wajah wanita muda di hadapannnya. Yang bekerja di rumah ini memang berusia kisaran 20 – 30 tahunan dan Disa adalah yang paling muda.
Mereka tengah harap-harap cemas menunggu pengumuman apa yang akan di berikan Kinar. Apakah pemecatan lagi, pengurangan gaji atau ada lagi pelayan yang harus ia omeli. Entahlah, terlalu sulit menebak air muka Kinar.
“Tuan besar memanggil saya dan memberikan tugas penting untuk saya dan kalian.” memulai kalimatnya dengan tegas dan lantang. Matanya menyapu setiap tatapan tegang pelayan di hadapannya.
“Ayolah jangan di jeda, ini membuat kami semakin gugup.” mungkin gumaman itu yang tengah diucap oleh Disa dan teman-temannya dalam hati. Mereka hanya saling melirik dan berusaha menyiapkan mental mereka.
“Beliau meminta satu pelayan untuk melayani tuan muda.” lanjutnya dengan tatapan yang ia sebar ke setiap wajah, seperti sedang menunggu respon tiap wanita di hadapannya..
Disa melirik teman-temannya yang tiba-tiba menunduk tanpa berani menatap Kinar. Sepertinya ada yang tidak beres. Mereka bahkan berjalan mundur satu langkah dan tinggallah Disa di tempatnya, satu langkah lebih dekat dengan Kinar.
Jantung Disa berloncatan, bagaimana bisa teman-temannya menjadikannya tumbal. Ia bahkan tidak bisa menolak saat kedua mata Kinar menatap tajam bola mata Disa. “Disa, kamu yang akan melayani tuan muda.” tegasnya dengan yakin dan mantap.
“Fiuh....” terdengar helaan nafas dari teman-temannya. Mereka kembali tertunduk saat mata Kinar menatap mereka dengan tajam.
“Melayani?” Disa mengutip satu kata milik Kinar yang membuatnya cukup berfikir. Mengapa teman-temannya harus setegang itu seolah enggan menerima tugas dari tuan besarnya.
“Ya, melayani tuan muda.” tegas Kinar seraya menepuk bahu Disa.
Pikiran Disa mulai menerka hal aneh dari kata “Melayani” yang di tegaskan Kinar dan ketakutan teman-temannya. Apa batasan kata “Melayani” yang di ucapkan Kinar.
“Ayolah disa, jangan berfikir macam-macam!” Disa mengingatkan isi kepalanya sendiri. Tidak mungkin kan ia harus berfikir terlalu jauh seperti kata "Melayani" di Zaman kerajaan?
“Kamu harus merapikan rumah tuan muda, menyiapkan pakaiannya dan memasak untuknya.” terang Kinar.
“Okey, udah ada kata “dan”, berarti hanya itu tugasku.” gumam Disa yang bisa bernafas lega. Ternyata pikirannya terlalu nakal untuk membayangkan kata “Melayani” yang diucapkan Kinar.
Wajahnya mulai terlihat tenang.
“Kamu ke sana pagi-pagi, menyiapkan sarapan, menyiapkan baju tuan muda dan semuanya harus selesai sebelum jam 7 pagi, tepatnya sebelum tuan muda bangun. Jangan pindahkan barang dari tempatnya kecuali kamu sedang merapikannya. “ Kinar mulai berjalan perlahan seraya memberikan Disa instruksi.
“Jangan masuk ke kamar tuan muda karena beliau sangat tidak suka orang lain menyentuh barang pribadinya. Jangan bertemu dengan tuan muda apalagi membuat kesalahan karena beliau tidak suka melihat orang asing di rumahnya. Sore hari kamu harus kembali ke sana untuk memasak makan malam dan kembali ke sini sebelum tuan muda pulang kerja. Tepat jam 5 sore. Jangan terlambat dan jangan ada kesalahan atau kamu akan kehilangan pekerjaan ini.”
Kinar menepuk bahu Disa dan membuatnya terperanjat. “Apa kamu paham?” bisiknya dengan penuh penekanan.
“Iya bu, saya paham!” sahut Disa dengan cepat.
“Okey, karena salah satu sopir kita mengundurkan diri dan kita belum mendapatkan penggantinya, jadi kamu bisa naik taksi untuk pergi ke rumah tuan muda. Dan satu lagi, tuan muda tidak suka jika pelayan mencicipi makanan untuk beliau. Jadi masaklah tanpa harus mencicipinya dan pastikan itu enak!”
Kalimat terakhir membuat bahu tegak Disa melorot. Begitu banyak aturan dan pantangan yang sangat sulit. Semuanya di dominasi dengan kata “Jangan.” Pantas saja teman-temannya seperti enggan mendapat tugas ini.
“Ingat, jangan membuat kesalahan.” Kinar kembali menepuk bahu Disa.
Dan kali ini Disa hanya mengangguk pelan. Ia mulai ragu, apakah ia benar-benar tidak akan membuat kesalahan?
*****
Disa masih memandangi daftar tugas yang diberikan Kinar padanya. Ia duduk sendirian di depan kamarnya seraya membayangkan apa yang akan ia lakukan kemudian di rumah tuan mudanya.
“Hay...” sapa sebuah suara.
Disa mengangkat wajahnya yang semula tertunduk dan terlihat Nina yang menghampirinya. Ia menyodorkan segelas minuman hangat pada Disa.
“Makasih na,..” Disa menyambut gelas tersebut.
“Sama-sama.” Nina ikut duduk di samping Disa dan memandangi daftar tugas yang di terima temannya.
“Na, kamu pernah ketemu tuan muda?” Disa memulai pencarian informasinya.
Nina mengangguk dan mendekatkan tubuhnya pada Disa. “Kalo mau ngomongin tuan muda, pelan-pelan aja. Bu kinar galak kalo denger tuan muda di bahas. Katanya takut kedengeran sama tuan besar. “ Nina memelankan suaranya.
“Emang kenapa? Bukannya aku di suruh melayani tuan muda juga atas perintah tuan besar?” Disa semakin penasaran.
“Iyaa.. Tapi beberapa hari sebelum kamu kerja di sini, tuan besar sama tuan muda berantem hebat. Tuan muda milih keluar dari rumah ini dan tuan besar nurunin semua foto keluarga yang ada tuan mudanya, makanya,..”
“EHEM!!!” sebuah suara mengagetkan Disa dan Nina.
Mulut mereka mengatup dengan cepat dan wajahnya tampak tegang.
“Kalian bisik-bisik apa?”
Bahu Disa dan Nina sama-sama menegang saat sadar pemilik suara itu adalah Kinar. Mereka segera menoleh dengan wajah tegang.
“Em , ini bu. Bahas tugas disa.” ujar Nina, berbohong.
Pandangan Kinar kali ini beralih pada Disa yang sudah berkeringat dingin. “Kenapa? Kamu mau mundur dan berhenti kerja di sini?” tanya Kinar yang lebih terdengar seperti ancaman.
“Em, enggak bu. Saya cuma lagi nyusun rencana aja.” sahut Disa dengan cepat. Ia tidak bisa mengontrol suaranya yang berubah parau saat sedang berbohong.
Tidak sepenuhnya berbohong hanya saja saat ada yang ditutupi, Disa selalu merasa itu sebuah kebohongan.
Kinar melirik kertas yang di genggam Disa, dan memang berisi daftar tugas yang ia buat.
“Kamu saya kasih libur 2 hari sebelum memulai pekerjaan yang baru. Pelajari semua yang saya tugaskan dan kalau perlu latihan memasak, ini bukunya menunya.”
Kinar menyerahkan 2 buku menu pada Disa.
“Terima kasih bu.”
Bisa Disa lihat, menu masakan rumahan dengan menu campuran eropa. Ayolah, nama menunya saja sangat sulit apalagi memasaknya. Dan 2 hari, apa Kinar sedang becanda?
“Bu, kalau perjalanan dari sini ke rumah tuan muda berapa lama?”
“10 menit dengan mobil.”
“Apa boleh kalau saya menggunakan sepeda?”
“Tidak masalah asal kamu tidak terlambat.”
“Baik bu, terima kasih.”
Kinar hanya menggelengkan kepalanya. Gadis yang aneh, memilih memakai sepeda daripada mobil, begitu pikirnya. Namun bagi Disa sepertinya ini akan lebih menyenangkan.
Sepeninggal Kinar, Disa dan Nina kembali duduk. Mereka sama-sama membaca satu per satu halaman buku menu yang ada di tangan Disa. Dahi mereka sama-sama berkerut, membayangkan cara membuat menu makanan yang sangat cantik di pandang mata, namun entah lah seperti apa rasanya.
"Sini, aku punya menu rahasia." Nina mengeluarkan buku catatan dari saku berenda miliknya. Lengkap dengan sebuah ballpoint.
"Menu rahasia apa?" penasaran dan mendekat.
"Kamu baca aja, jangan berreaksi." Nina menoleh ke kanan dan kiri sebelum menulis menu yang ia maksud. Disa ikut menoleh, sepertinya resep yang di maksud Nina sangat rahasia.
Nina mulai menulis lantas menunjukkannya pada Disa. "Kabar buruknya, tuan muda lebih menyebalkan dari nona muda dan lebih resek. Sangat introvert. Kabar baiknya, dia ganteng. Badannya bagus dan suaranya bikin kita berasa di bisikin lagu-lagu cinta. Seneng banget kalo bisa curi-curi pandang." tulis Nina yang di akhiri dengan emot love.
"Kamu pernah ketemu?"
"Ssttt... Tulis aja!" Nina menyodorkan bukunya pada Disa, suaranya masih berbisik. Rupanya lawan bicaranya lupa aturan untuk baca saja dan jangan berreaksi.
"Kamu pernah ketemu?" Disa mengulang pertanyaannya dengan tulisan.
"Pernah liat, tapi gag kuat. Gag bisa ngedip, silau banget." Nina melengkapi tulisannya dengan gambar bunga dan love.
Hanya bisa tersenyum samar melihat kelakuan temannya yang kegirangan sendiri. Tidak terbayangkan seperti apa sosok yang di puja sekaligus di takuti oleh teman-temannya.
*****
Memakai baju kasual, menyisir rambut dan mengikatnya tinggi-tinggi, lalu memasukkan barangnya ke dalam tote bag dan tak lupa memakai sneaker untuk membungkus kakinya.
Disa sudah bersiap, hari ini ia berencana menemui Meri dan mempelajari beberapa hal. Ia pun harus ke suatu tempat untuk mengambil barang miliknya.
Di dalam tote bag-nya Disa membawa 2 buah buku yang diberikan Kinar, dompet kecil, ponsel dan sekotak lauk pauk sebagai buah tangan untuk Meri. Dengan langkah yakin ia keluar dari rumah besar ini untuk menemui Meri.
Dengan bis kota, Disa menuju kediaman Meri. Ia turun di tepi jalan raya lalu masuk ke gang-gang sempit dengan berjalan kaki. Langkahnya terasa ringan dan ia tidak sabar bertemu dengan tante yang ia rindukan.
“Pulang dis?” tanya Eko saat melihat Disa melintas di depan bengkelnya.
“Iya kak.” hanya itu sahutannya dan Disa kembali meneruskan langkahnya. Beberapa orang yang sudah lama tidak ditemuinya menyapa Disa dengan ramah.
Di depan pintu rumah Meri saat ini Disa berdiri. Ia hendak mengetuk pintunya namun siapa sangka pintu terbuka lebih dulu.
“Disa?!” adalah Damar yang tampak terkejut melihat kedatangan Disa.
Rambutnya masih berantakan dan hanya mengenakan celana boxer dengan kaos dalam. Mungkin ia akan ke warung untuk membeli kopi dan rokok.
“Hay! Tante ada?” tanya Disa yang terlihat rapi, manis dan wangi seperti biasanya.
Damar tidak menyahuti. Ia membukakan pintu lebih lebar untuk mempersilakan Disa masuk. Ia pun bergegas pergi ke warung untuk membeli apa yang ia perlukan.
“Assalamualaikum... Pagi tante.” sapa Disa saat melihat Meri yang tengah berjibaku di dapurnya.
Wanita yang khas dengan dua koyo di pelipisnya itu tampak berbalik dan terlihat terkejut melihat kedatangan Disa.
“Wa'alaikum salam. Disa? Kamu?” Meri segera mencuci tangannya dan mengeringkan tangannya dengan baju daster yang ia kenakan.
Disa menghampiri Meri, meraih tangannya lalu menciumnya.
“Tante apa kabar?” tanyanya kemudian.
“Ba-baik..” Meri tergagap.
Ia masih tidak percaya kalau Disa akan mengunjunginya. Padahal jelas, waktu itu gadis ini seolah ingin pergi dari hidupnya dan mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
“Duduklah.” lanjut Meri kemudian.
Disa menarik satu kursi meja makan lalu terduduk di sana. Begitu pun dengan Meri.
Memandangi gadis muda di hadapannya yang terlihat lebih segar membuat Meri menghela nafasnya lega. Mungkin gadis ini hidup lebih baik tanpa omelan, teriakan atau kemarahan yang kerap di lontarkannya. Dan rasanya, ia merindukan moment di mana setiap hari Disa ada di dekatnya dan selalu menuruti apa pun yang ia suruh.
“Aku bawa ini buat tante.” Disa mengeluarkan kotak makanan dari dalam tote bag-nya. “Aku harap tante dan kak damar suka.”
Meri memandangi kotak makanan tersebut lalu membukanya. Menu makanan yang cukup asing untuk orang seperti Meri.
“Apa ini makanan sisa dari rumah orang kaya itu?” sinis Meri dengan sedikit kesal. Selalu, pikiran Meri tidak sejalan dengan maksud Disa.
Disa cukup terkejut dengan respon yang ditunjukkan Meri. Padahal ia berharap Meri menerima makanan yang dibuatnya dengan senang hati dan memberitahunya apa saja kekurangan dari masakan yang dibuatnya.
“Em, bukan tante. Ini disa yang masak. Disa lagi belajar menu masakan yang cukup asing dan disa harap tante mau mencicipinya dan ngasih disa masukan.” Disa mengambil sendok yang ia berikan pada Meri. “Hem, tante mau coba kan?”
Masih memandangi Disa namun ia pun mengambil sendok yang di sodorkan keponakan sambungnya. Ia mulai memperhatikan menu yang ada di hadapannya dan mencicipinya.
“Gimana tante?” tanya Disa dengan tidak sabar.
“Kenapa kamu harus nanya tante? Bukannya kamu ada buku resep bagus ini?” Menaruh sendoknya di samping kotak makan.
Disa tersenyum sebelum menimpali kalimat Meri. Ia merindukan judesnya sang tante yang tiada tara.
“Em, disa pikir, walaupun disa udah ngikutin resep ini, tapi tetep aja disa ragu. Dan disa inget, masakan tante selalu enak, semua orang suka walaupun tanpa buku resep. Itulah kenapa disa mau belajar dari tante.” tutur Disa dengan sebenarnya.
Meri hanya menghela nafas dalam melihat raut wajah Disa dan kesungguhan yang ditunjukkan gadis muda ini. Ia kembali mengambil sendok yang ada di hadapannya dan mencicipi menu lainnya dari dalam kotak makan itu.
“Lumayan.” ujarnya.
Terkembang senyum di bibir Disa, baginya kata lumayan dari Meri sangatlah berarti.
“Gimana kalo kita coba masak yang lain tan?” Disa dengan antusiasme yang tinggi. Lihat saja wajahnya yang terlihat begitu ceria dan penuh semangat.
“Tante gag punya bahan-bahan di rumah.”
“Kita akan ke pasar. Tante mau kan?”
Meri hanya mengendikan bahunya namun Disa yakin tantenya setuju.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 254 Episodes
Comments
Novie Achadini
disa nikah dg tuan muda nadib danar makin nelangsa
2023-08-28
0
abdan syakura
iiihhhhhh kang Damar...
surprise kann?????
2023-01-29
0
vita viandra
kenapa baru nemu... ceritanya bner" keren...
2022-01-09
1