Astaga Disa!!!

Disa merapikan semua belanjaannya yang berantakan. Semua telurnya pecah sementara terigunya berserakan bercampur dengan belanjaan lainnya. Ia punguti sebagian barang yang masih bisa ia selamatkan. Ia sangat kesal dengan laki-laki angkuh yang beberapa saat lalu pergi begitu saja.

“Jangan sampe gue ketemu tuh cowok brengsek lagi, kalo nggak, gue bakal bikin hidup dia gag tenang.” Disa meracau tidak jelas dengan mata melotot. Padahal apa yang bisa dilakukan kedua tangan kecilnya yang kerap menangkup air mata.

Raut wajahnya berubah dengan cepat saat ia menatap pecahan telur yang terserak. Kembali terngiang di telinganya pesan Meri bahwa ini adalah uang terakhirnya yang ia pakai untuk membeli bahan.

Disa terisak, ia kesal pada dirinya sendiri yang bahkan tidak bisa melaksanakan tugas yang begitu mudah ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi Meri nantinya.

“Kenapa kamu bodoh banget disa? Kamu mau ngomong apa sama tante meri?” Disa bertanya pada dirinya sendiri.

Tepung terigu yang ia punguti dan ia masukkan ke dalam plastik, sepertinya tidak bisa dipakai lagi. Semuanya terlihat menjijikan dan menyedihkan. Di tambah kali ini bercampur dengan air matanya. Sebagian serbuk menempel di wajahnya yang basah karena air mata.

Sudahlah, Disa tidak peduli. Toh ia tidak bisa melakukan apa pun lagi.

Sisa barang yang bisa ia ambil, ia masukkan kembali ke tas belanja dan segera ia muat ke atas keranjang sepedanya. Sepertinya, tidak hanya belanjaannya yang hancur tapi juga sepedanya yang tidak bisa ia naiki karena ban roda yang tampak hampir terlepas dari porosnya.

“Aarrrgghhh!!!” geram Disa saat melihat kemalangannya yang bertubi-tubi menimpanya.

Untuk beberapa saat ia menangis kesal, meluapkan semua kemarahannya. Ia tidak peduli pada pengguna jalan yang memandanginya menangis di tepian jalan.

“Tertawa saja kalau kalian mau!” dengusnya dalam hati.

Roda sepeda Disa kembali berputar seiring langkahnya menyusuri jalan. Teriknya matahari seolah menjadi pelengkap penderitaan Disa siang ini. Penampilannya yang berantakan semakin terlihat mengkhawatirkan saat bercampur dengan peluh yang membasahi punggung dan menjadi titik-titik di kening serta mengaliri lehernya.

“Disa, kenapa?” tanya Eko saat melihat Disa yang melintas di depan bengkelnya.

Disa hanya menggeleng tanpa menghentikan langkahnya. Ia hanya ingin segera sampai dan tidak terlihat seperti orang bodoh lagi di hadapan orang-orang yang melihatnya.

Tiba di depan rumahnya, Disa men-standarkan sepedanya dan sedikit bersandar pada batang pohon mangga. Ia membawa tas belanjaannya masuk ke rumah dengan perasaan tidak menentu. Ia sudah bersiap jika Meri mungkin akan sangat marah dan mengomelinya.

“Astaga!!! Disa kamu habis ngapain?!” teriak meri saat melihat penampilan Disa yang berantakan.

Benar kan? Telinganya sudah sangat siap mendengar makian selanjutnya.

Disa menaruh belanjaannya di atas meja dapur dengan bibir yang bergetar menahan tangis.

“Disa jatuh tan...” lirihnya. Ia hanya bisa tertunduk seraya memilin jarinya yang terbalut tepung terigu.

Meri segera mengecek belanjaan yang dibawa Disa dan tampak tidak lengkap.

“Terus telurnya mana? Kenapa juga terigunya cuma 2 kilo?” Tatapan menyalak kembali Disa terima.

“Maaf tan, telurnya pecah semua. Dan terigunya yang satu plastiknya pecah.” Sahut Disa seraya terisak. Ia bahkan tidak berani mengangkat wajahnya.

“Astaga... Astaga Disa!!!!!.” lirih Meri yang tiba-tiba merasa kepalanya sangat pusing. Ia berpegangan pada kursi makannya dan menjatuhkan tubuhnya di sana.

Disa segera menghampiri Meri yang memegangi kepalanya. Ia yakin tantenya sangat marah.

“Pergi kamu, pergiiiii!!!!!” teriak Meri seraya menunjuk Disa. Ia sangat enggan Disa menyentuhnya.

“Maafin disa tan,..”

Meri tidak bergeming sedikit pun. Ia masih memijat pelipisnya yang pening. Baginya, Disa selalu menjadi salah satu ujian dan sumber masalahnya.

Disa tidak berani melawan, ia hanya bisa terisak seraya berlalu menuju kamarnya.

*****

“Bro, lo dari mana?” tanya Eko saat melihat Damar yang baru datang.

“Dari kantor pos. Ada apa sih?” Damar balik bertanya melihat wajah sahabatnya yang terlihat panik.

“Noh si disa, kayaknya jatoh deh. Sepedanya di tuntun, terus berantakan banget.” Terang Eko dengan rinci.

Tanpa menunggu lama, Damar segera berlari pulang ke rumahnya. Ia tidak lagi mempedulikan ucapan Eko berikutnya.

“Dih nih anak, kebiasaan gangguin adeknya, berantem mulu, giliran di kasih tau adenya jatoh aja langsung mabur!” gerutu Eko seraya memandangi bahu Damar yang semakin menjauh.

Tiba di depan rumah, Damar mendapati sepeda Disa yang kotor dan bau amis. Ia juga melihat pedal sepedanya yang patah dan roda yang bengkok.

“Astaga, lo kenapa lagi sih sa?” gumam Damar yang segera masuk ke rumah.

Di dalam rumah Damar mendapati Meri yang sedang memasang kembali koyo di pelipis kiri dan kanannya. Matanya masih basah dengan wajah tertekuk kesal.

“Ibu kenapa?” Damar menghampiri wanita yang tampak lesu tersebut.

“Tuh kelakuan adik tiri kamu! Belanja aja gag becus.” Seru Meri yang masih terlihat kesal.

“Emangnya disa kenapa?” Damar ikut memperhatikan barang belanjaan yang masih berantakan baru di keluarkan dari tas belanjanya.

“Ibu suruh belanja, itu anak malah jatoh. Telornya pecah semua dan malah dia pake mandi. Sekarang ibu harus gimana bikin pesanan bu retno, sementara ibu udah gag punya uang lagi.” Ungkap Meri dengan penuh kesedihan. Baginya sangat sulit mendapat pesanan dalam jumlah banyak di lingkungan tinggalnya. Dan begitu ada kesempatan, semuanya hancur begitu saja. Bukan hanya tentang keuntungan yang ia dapat tapi tentang kepercayaan orang-orang yang memberinya pekerjaan tersebut.

Ia kembali memijat pelipisnya yang berdenyut pusing lalu duduk di kursi seraya memandangi belanjaannya yang tinggal sisa.

“Emang belanjaannya habis berapa bu?” Damar memijat bahu Meri yang tampak tegang. Ia berfikir mungkin ibunya sudah memaki habis keponakan perempuannya.

“Ibu kasih dia uang 370.000 tapi masih banyak bahan yang gag ada.” Keluh Meri yang memandangi nanar barang di hadapannya.

“Damar yang beliin ya bu, kebetulan tadi damar dapat uang dari yang benerin motor.” Ungkap Damar yang berusaha menenangkan ibunya.

“Tuh kan, pake duit kamu lagi. Coba si disa itu kalo kerja bener dikit kayak kamu, kan gag usah bikin ibu marah, bikin ibu kesel. Dia lupa apa kita udah ngasih dia tumpangan walaupun sekarang dia sudah bukan siapa-siapa kita!” ceracau Meri yang masih kesal.

Di balik pintu kamarnya, Disa bisa mendengar semua ucapan Damar dan Meri. Terang saja, rumah mereka tidak terlalu luas untuk hanya sekedar berbicara tanpa terdengar. Disa hanya bisa terisak, ia memukul kepalanya sendiri yang terasa begitu bodoh. Kenapa kemalangan seperti teman hidup paling solid bagi Disa.

Di tepian tempat tidurnya Disa terduduk. Jendela kamar yang terbuka, membawanya melihat tembok tinggi rumah tetangganya yang kaya raya. Jika ia berada di balik tembok rumah besar itu, apakah ia akan mendapat kebahagiaan yang mereka rasakan?

Sering kali Disa mendengar suara tawa yang renyah dari balik tembok rumah mewah tersebut. Disa hanya bisa menebak dan membayangkan, betapa menyenangkannya hidup di rumah yang besar, kondisi ekonomi yang mapan dan keluarga yang saling peduli. Mungkin mereka tidak akan menemukan kesulitan yang kerap Disa hadapi.

"Astaga, aku mikir apa? Aku kok gag bersyukur banget?" Menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran kotor yang ada dikepalanya. "Ingat disa, jangan suka membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain." gumamnya lagi. Entah itu suara hatinya atau bisikan malaikat yang menyadarkan Disa dari pikirannya yang melantur.

Alih-alih meneruskan pikirannya, Disa membuka laci samping tempat tidurnya. Ia mengambil obat luka dan alkohol serta kapas. Ia menghela nafas dalam saat melihat pantulan wajahnya di cermin.

Rambut yang putih lengket bercampur terigu dan telur, wajah yang putih berbalut tepung dan tentu saja bau amis tubuhnya yang terkadang membuatnya ingin muntah.

"Kamu menyedihkan disa tapi kamu kuat." Menyemangati dirinya sendiri dengan segaris senyum samar. Ia mengambil selembar kapas dan membubuhkan alkohol untuk membersihkan lukanya. Meniupinya perlahan saat rasa perih itu begitu menusuk hingga ke tulangnya. Darahnya sedikit tapi lapisan kulitnya mengelupas dan sangat perih. Ada darah putih yang tidak berhenti merembes.

Beberapa kali Disa menarik nafasnya seraya menggigit bibirnya saat rasa perih itu cukup membuat matanya berkaca-kaca. Semakin lama, ia mulai terisak. Ada rasa sakit yang lebih selain rasa perih di sikut, lutut dan tumitnya. Ada rasa sesak saat ia sadar ia harus menghadapi rasa sakitnya sendirian.

"Kalau bapak ada, mungkin bapak yang akan mengobati disa. Dan kalau ibu ada, mungkin ibu yang akan menghibur disa." gumamnya dengan tangisan lirih.

Nyatanya yang ia butuhkan saat ini bukan hanya obat-obatan yang bisa menyembuhkan lukanya. Ia butuh orang yang peduli dan mau menemaninya. Sayangnya, ia hanya sendiri, tanpa teman dan kawan. Hanya hati dan pikirannya yang ia jadikan teman.

Membubuhkan obat-obatan di luka ternyata cukup memakan waktu kalau dilakukan dengan melow. Disa menutup luka-lukanya dan sebagian lagi ia biarkan terbuka agar cepat kering. Semuanya selesai dan ia kembali menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Semangat disa, ini luka kecil." hiburnya seraya mengepalkan tangan menyemangati dirinya sendiri. Sudah cukup ia melow yelow yang membuat harinya muram. Ia harus melanjutkan hidupnya dengan lebih baik dan lebih semangat.

Beranjak dari tempat tidurnya, ia mengambil sebuah kotak yang tersimpan dalam laci lemari pakaiannya.

“Apa kali ini aku harus menjualnya?” tanya Disa seraya memandangi kalung peninggalan ayahnya.

Disa sangat bimbang, selama ini dalam kondisi sesulit apa pun, ia tidak pernah berpikir untuk menjual kalung ini. Tapi melihat kejadian hari ini, mungkin ia harus merelakan peninggalan satu-satunya dari kedua orang tuanya.

“Bapak, ibu.. Maafin disa... Mungkin disa harus menjual kalung ini.” Lirihnya dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Disa menggenggam erat-erat kalung di tangannya. Walau berat, ia harus membuat keputusan.

****

Keluar dari kamarnya, Disa melihat Meri yang tengah terbaring di sofa dengan kedua mata yang terpejam. Melihat wajah Meri, selalu ada sesal yang terbit di dasar perasaannya.

“Tante, maafin Disa... Disa sadar, Disa udah bukan siapa-siapa lagi tapi tante masih mau merawat Disa. Dan sampe sekarang Disa belum bisa ngasih apa-apa sama tante, tapi malah nyusahin.” Batin Disa dengan tangis tertahan. Ia begitu merasa bersalah atas semua yang terjadi hari ini. Di balik sikap Meri yang ketus ia tahu bahwa tantenya tidak pernah benar-benar tega memperlakukannya seperti itu.

Puas memandangi Meri yang bahkan tidak bergerak, Disa segera keluar dari rumah tersebut. Ia mendapati sepedanya yang sudah kembali seperti semula. Mungkin kakak sepupu tirinya lah yang memperbaikinya.

Disa teringat pesan Lita saat tadi bertemu di perempatan lampu merah. Ia segera menuju rumah Lita dengan harapan ada pekerjaan yang bisa dia lakukan.

“Bang eko, bu litanya ada?” tanya Disa setibanya di depan bengkel.

“Ada di dalem, masuk aja sa..”

Disa mengangguk sebagai respon. Ia segera masuk untuk menemui nyonya rumahnya.

“Ya udah kalo kamu udah gag bisa, mau berhenti ya terserah...” suara Lita terdengar dari dalam kamarnya. Sepertinya ia sedang bertelpon. “Ya udah, kamu pulang aja dulu ke sini. Nanti nyari kerja dari sini aja.” Tukas Lita kemudian.

Tak lama, handle pintu kamar Lita tampak berputar dan Lita keluar dari kamarnya. Ia tersenyum melihat Disa dan segera mengakhiri panggilannya.

“Ibu tadi minta saya ke sini, ada apa ya?”

“Eh disa... Iya ibu mau minta tolong.” Lita segera menghampiri Disa yang menunggunya di sofa ruang tamu. “Ini, rani mau pulang ke sini, tapi ibu belum sempet beresin kamarnya. Selimut sama gordennya juga kotor. Kamu bisa bantu cuciin? Kebetulan tangan ibu lagi sakit gara-gara rematik.” Lanjut Lita yang menunjukkan tangannya yang bengkak.

“Oh boleh bu. Disa bisa kerjain sekarang.” Disa begitu antusias karena akhirnya ia dapat pekerjaan.

“Ya udah, ayo ikut ibu ke belakang.” Ajak Lita yang berjalan di depan Disa.

Tiba di ruang cuci Lita, tampak beberapa ember cucian yang harus di cuci Disa. Disa memulai pekerjaannya sementara Lita memperhatikan dari tempat duduknya.

“Kak rani sebelumnya kerja di mana bu?” Disa berusaha mencairkan suasana agar tidak sepi dan merasa ada teman.

“Oh, rani kerja di rumah orang kaya. Tapi katanya nyonya rumahnya banyak maunya. Di tambah nona mudanya rewel. Jadi dia gag kuat. Makanya mau berhenti.” Terang Lita seraya menikmati semangkuk bubur kacang di hadapannya.

Disa terangguk paham. “Kalo Disa coba kerja di bekas tempat kak rani, bisa gag ya bu?” tiba-tiba saja pikiran itu terlintas di kepala Disa.

“Kamu yakin mau kerja di sana?” Lita menatap tidak percaya.

“Disa sekarang udah gag kuliah bu. Jadi disa juga mau nyari kerjaan.” Terang Disa dengan wajah sendunya.

“Ya udah, nanti ibu coba tanya rani. Kebetulan tempat kerjanya memang minta rani cari pengganti.”

“Iya bu, terima kasih.” Sahut Disa dengan senang.

Akhirnya ia punya harapan baru. Rasanya menjadi seorang pelayan bukan hal yang sulit bagi Disa. Ia sudah terbiasa mendapat omelan dan teriakan dari Meri dan mungkin nyonya rumah tempat ia bekerja kelak tidak segalak itu.

****

 

 

Terpopuler

Comments

Sri Widjiastuti

Sri Widjiastuti

disa pantang menyerah nii

2023-09-19

0

abdan syakura

abdan syakura

Ayo Tante Meriii
habiskan koyo di warung
tempel trusssss
🤣🤣🤣🙏

2023-01-29

0

re

re

Next

2021-12-24

0

lihat semua
Episodes
1 Winnie the pooh
2 Cicitan burung
3 Kampus
4 Payung
5 Mobil mewah
6 Astaga Disa!!!
7 Cewek galak dan Liar
8 Pagar tinggi
9 Jenar
10 kak damar
11 Tugas baru
12 Pasar
13 Galeri
14 Rumah tuan muda
15 Rumah lama rasa baru
16 Sendok emas
17 Tanpa apresiasi
18 Pesan tuan muda
19 Sarapan bubur
20 Ayam tepung
21 Malam Minggu
22 Kenapa harus dia?
23 Kantor polisi
24 Pertengkaran keluarga
25 Anak kambing baru lahir
26 Mini dress warna peach
27 Biksu
28 Appetizer, main course sama dessert
29 I've been married
30 Who are they?
31 Permisi
32 Meet up
33 CCTV Hidup
34 Princes
35 Best friend forever and ever
36 Tekanan mental
37 jam 6
38 Menginap
39 YA SAYA!!!
40 Ira dan Tantri
41 Kesepian
42 Sarapan bersama
43 Kejadian tidak terduga
44 Trauma di masa lalu
45 Libur tlah Tiba
46 Berkunjung ke galery seni
47 Kak reza
48 Kunjungan tidak diharapkan
49 Lomba Desain untuk pemula
50 3 Pesan
51 Hari yang baik
52 Tuan Marcel
53 Memikirkan wanita yang sama
54 Cita-cita kita
55 Tempat tujuan kita sama
56 Pantai Part 1
57 Pantai Part 2
58 Menambahkan daftar teman
59 Ikut Ke Pasar
60 Rumah sakit
61 Mengurus dan menjaga tuan muda
62 Ganti perban saya
63 Apa yang dia rasakan?
64 Tamu di pagi hari
65 Prioritas
66 Tersisih
67 Tidak karuan
68 Masuk ke dalam lorong yang gelap
69 Makan siang rasa tak biasa
70 Andai saja bisa jujur sekarang
71 Selamat bersenang-senang.
72 Saat terbangun di suatu pagi
73 Nyusul
74 Hadiah atau pengganti?
75 Berbau
76 Makan siang bersama sang model
77 Kesedihan Kean
78 Mural untuk tuan muda
79 Batas keberanian
80 Berpose
81 Anak bunda yang baik
82 Tamu tidak di undang
83 Cue ball
84 Dasar Damong!
85 Relationshit!
86 Alunan emosi
87 Yang di nanti
88 My Lady
89 Saling menguatkan
90 Negosiasi
91 Cerita di masa lalu
92 Saat dia menghampiriku
93 Semut-semut merah
94 Putri selir
95 Tangis dan tawa
96 Bullying
97 Doktrin paradisa
98 Menarik batas
99 We know you are strong!!!
100 Bunda,
101 Nama panggilan
102 Transaksi kewajiban
103 Nyaris tenggelam dalam arus
104 Olah raga bersama
105 Tidak ada kehilangan yang lebih baik
106 Permohonan seorang anak
107 Bahagia yang menular
108 Kondangan
109 Sang pewaris
110 Manipulasi pikiran
111 Mannequin koran
112 Kompromi
113 Mengukur tubuh
114 Harus memilih
115 Berdansa
116 Berusaha terlihat layak
117 Apa yang dia pikirkan?
118 Jangan terlalu baik
119 Peringatan
120 Aku hanya tau, aku harus pulang
121 "Aku menyesal."
122 Sim salabim
123 Maaf
124 Strawberrynya sampai ke hati
125 Tatapan maut
126 Terpeluk
127 Terjebak dalam labirin
128 Menghadapi Tuan besar
129 Kecanggungan
130 Selamat malam keluarga singa
131 I like monday as much as i like you
132 Deringan telpon di waktu yang tepat
133 Saya tidak mencuri dan kamu tidak menolak
134 Pesan bi Imas
135 Overall kebesaran
136 Panggilan penting
137 Sebagai damong terhadap sandhy
138 Negosiasi baru
139 Meski harus mengambil resiko
140 Penolakan
141 Hadiah berkesan
142 Kejutan pagi
143 Kekayaan, bukan bagian yang harus di pertahankan.
144 Usaha meyakinkan lawan
145 Man to man
146 Introgasi mamah
147 Bisakah semuanya lebih baik-baik saja?
148 Menghadapi rasa takut
149 Mirror
150 Pagi yang gamang
151 Kemalangan yang bersamaan
152 Saat harus melangkah pergi
153 Malam yang berat
154 Ikhlas tersulit
155 Kosong
156 Mengatur strategi permainan
157 Dreamsketch
158 Percaya pada kemampuan
159 Psyche?
160 Semakin merindukanmu
161 Cangkir penyemangat
162 Karya dan sumber inspirasi
163 Jangan membangunkan singa yang sedang tidur
164 Rasa bersalah
165 Kesendirian
166 Tentang masa lalu
167 Andai bisa abai...
168 Pernah menjadi satu-satunya tidak berarti akan menjadi selamanya
169 Kakiku tahu kemana arah yang harus ia tuju
170 Semudah itu datang dan semudah itu pula memilih pergi
171 Rencana tidak terduga
172 Saat wanita harus membuat keputusan
173 Pesan penting tante Mery
174 Kebaikan yang berlebihan
175 Tuan muda VS Pecel
176 Perasaan yang masih sama
177 Sayap sang model
178 Usaha tidak mengkhianati hasil
179 Yang akan menikah siapa?
180 Psyche and Cupid
181 Cemburu tapi gengsi
182 Ajakan tiba-tiba
183 Siluete membawa emosi
184 Dua kesalahan
185 Aa dan teteh
186 Bertemu tuan besar
187 Tidak perlu berharap
188 Cukup pikirkan aku saja, jangan yang lain
189 Jangan membuatku menunggu
190 Sedikit melemah
191 Paginya pengantin baru
192 Sarapan untuk suami
193 Hadiah dari mamah
194 Nasep Familly
195 Rasa sesal
196 Serba baru
197 Yogyakarta
198 Sebuah kisah
199 Danau part 1
200 Danau Part 2
201 Yang tertunda
202 Memulai yang sudah lama harus dimulai
203 Gangguan pagi-pagi
204 Pesan dari tante Liana
205 Bapak Kean
206 Membuat pilihan
207 Kesempatan lain
208 CD
209 Kekecewaan yang lebih
210 Bisakah egois sekali lagi?
211 Akupun bisa merasakan sakit
212 Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?
213 Mengembalikan kepercayaan
214 Benarkah sumpah itu?
215 Semuanya hanya berusaha
216 Mempertahankan hubungan
217 Pukulan serius
218 Tidak hanya senang tapi tenang
219 Seperti inilah seharusnya rasa tenang saat melabuhkan hati pada hati yang tepat.
220 Malam yang indah untuk di lewati bersama
221 Sarapan Roti Crispy
222 Ajakan Clara
223 Kejutan tuan muda
224 Nasi padang kenyal
225 Melukis mimpi bersama clara
226 Sambutan untuk sebuah kepulangan
227 Tidak ingin lagi ditinggalkan
228 Menikmati waktu bersama
229 Kericuhan duo Hardjoyo
230 Dear dady,
231 Time flies
232 Menjelang fashion show
233 Belum siap kehilangan
234 Sendirian
235 Jangan selalu merasa baik-baik saja
236 Jangan selalu merasa baik-baik saja 2
237 Peragaan busana
238 Perkara nama
239 Langkah baru
240 Ketika kita di masa itu,
241 Fit and proper test
242 Bisakah hubungan ini bertahan
243 Permintaan maaf
244 Melewati malam penuh pertanyaan
245 One step closer
246 Kejutan dari sahabat
247 Menyelesaikan kesalahpahaman
248 “With love, Paradisa Sandhya.”
249 Sayonara
250 Otor menyapaaaa
251 Comming up gais!!!
252 Kecemasan seorang anak
253 Menjadi Dia
254 Ranjang Dingin Ibu Tiri
Episodes

Updated 254 Episodes

1
Winnie the pooh
2
Cicitan burung
3
Kampus
4
Payung
5
Mobil mewah
6
Astaga Disa!!!
7
Cewek galak dan Liar
8
Pagar tinggi
9
Jenar
10
kak damar
11
Tugas baru
12
Pasar
13
Galeri
14
Rumah tuan muda
15
Rumah lama rasa baru
16
Sendok emas
17
Tanpa apresiasi
18
Pesan tuan muda
19
Sarapan bubur
20
Ayam tepung
21
Malam Minggu
22
Kenapa harus dia?
23
Kantor polisi
24
Pertengkaran keluarga
25
Anak kambing baru lahir
26
Mini dress warna peach
27
Biksu
28
Appetizer, main course sama dessert
29
I've been married
30
Who are they?
31
Permisi
32
Meet up
33
CCTV Hidup
34
Princes
35
Best friend forever and ever
36
Tekanan mental
37
jam 6
38
Menginap
39
YA SAYA!!!
40
Ira dan Tantri
41
Kesepian
42
Sarapan bersama
43
Kejadian tidak terduga
44
Trauma di masa lalu
45
Libur tlah Tiba
46
Berkunjung ke galery seni
47
Kak reza
48
Kunjungan tidak diharapkan
49
Lomba Desain untuk pemula
50
3 Pesan
51
Hari yang baik
52
Tuan Marcel
53
Memikirkan wanita yang sama
54
Cita-cita kita
55
Tempat tujuan kita sama
56
Pantai Part 1
57
Pantai Part 2
58
Menambahkan daftar teman
59
Ikut Ke Pasar
60
Rumah sakit
61
Mengurus dan menjaga tuan muda
62
Ganti perban saya
63
Apa yang dia rasakan?
64
Tamu di pagi hari
65
Prioritas
66
Tersisih
67
Tidak karuan
68
Masuk ke dalam lorong yang gelap
69
Makan siang rasa tak biasa
70
Andai saja bisa jujur sekarang
71
Selamat bersenang-senang.
72
Saat terbangun di suatu pagi
73
Nyusul
74
Hadiah atau pengganti?
75
Berbau
76
Makan siang bersama sang model
77
Kesedihan Kean
78
Mural untuk tuan muda
79
Batas keberanian
80
Berpose
81
Anak bunda yang baik
82
Tamu tidak di undang
83
Cue ball
84
Dasar Damong!
85
Relationshit!
86
Alunan emosi
87
Yang di nanti
88
My Lady
89
Saling menguatkan
90
Negosiasi
91
Cerita di masa lalu
92
Saat dia menghampiriku
93
Semut-semut merah
94
Putri selir
95
Tangis dan tawa
96
Bullying
97
Doktrin paradisa
98
Menarik batas
99
We know you are strong!!!
100
Bunda,
101
Nama panggilan
102
Transaksi kewajiban
103
Nyaris tenggelam dalam arus
104
Olah raga bersama
105
Tidak ada kehilangan yang lebih baik
106
Permohonan seorang anak
107
Bahagia yang menular
108
Kondangan
109
Sang pewaris
110
Manipulasi pikiran
111
Mannequin koran
112
Kompromi
113
Mengukur tubuh
114
Harus memilih
115
Berdansa
116
Berusaha terlihat layak
117
Apa yang dia pikirkan?
118
Jangan terlalu baik
119
Peringatan
120
Aku hanya tau, aku harus pulang
121
"Aku menyesal."
122
Sim salabim
123
Maaf
124
Strawberrynya sampai ke hati
125
Tatapan maut
126
Terpeluk
127
Terjebak dalam labirin
128
Menghadapi Tuan besar
129
Kecanggungan
130
Selamat malam keluarga singa
131
I like monday as much as i like you
132
Deringan telpon di waktu yang tepat
133
Saya tidak mencuri dan kamu tidak menolak
134
Pesan bi Imas
135
Overall kebesaran
136
Panggilan penting
137
Sebagai damong terhadap sandhy
138
Negosiasi baru
139
Meski harus mengambil resiko
140
Penolakan
141
Hadiah berkesan
142
Kejutan pagi
143
Kekayaan, bukan bagian yang harus di pertahankan.
144
Usaha meyakinkan lawan
145
Man to man
146
Introgasi mamah
147
Bisakah semuanya lebih baik-baik saja?
148
Menghadapi rasa takut
149
Mirror
150
Pagi yang gamang
151
Kemalangan yang bersamaan
152
Saat harus melangkah pergi
153
Malam yang berat
154
Ikhlas tersulit
155
Kosong
156
Mengatur strategi permainan
157
Dreamsketch
158
Percaya pada kemampuan
159
Psyche?
160
Semakin merindukanmu
161
Cangkir penyemangat
162
Karya dan sumber inspirasi
163
Jangan membangunkan singa yang sedang tidur
164
Rasa bersalah
165
Kesendirian
166
Tentang masa lalu
167
Andai bisa abai...
168
Pernah menjadi satu-satunya tidak berarti akan menjadi selamanya
169
Kakiku tahu kemana arah yang harus ia tuju
170
Semudah itu datang dan semudah itu pula memilih pergi
171
Rencana tidak terduga
172
Saat wanita harus membuat keputusan
173
Pesan penting tante Mery
174
Kebaikan yang berlebihan
175
Tuan muda VS Pecel
176
Perasaan yang masih sama
177
Sayap sang model
178
Usaha tidak mengkhianati hasil
179
Yang akan menikah siapa?
180
Psyche and Cupid
181
Cemburu tapi gengsi
182
Ajakan tiba-tiba
183
Siluete membawa emosi
184
Dua kesalahan
185
Aa dan teteh
186
Bertemu tuan besar
187
Tidak perlu berharap
188
Cukup pikirkan aku saja, jangan yang lain
189
Jangan membuatku menunggu
190
Sedikit melemah
191
Paginya pengantin baru
192
Sarapan untuk suami
193
Hadiah dari mamah
194
Nasep Familly
195
Rasa sesal
196
Serba baru
197
Yogyakarta
198
Sebuah kisah
199
Danau part 1
200
Danau Part 2
201
Yang tertunda
202
Memulai yang sudah lama harus dimulai
203
Gangguan pagi-pagi
204
Pesan dari tante Liana
205
Bapak Kean
206
Membuat pilihan
207
Kesempatan lain
208
CD
209
Kekecewaan yang lebih
210
Bisakah egois sekali lagi?
211
Akupun bisa merasakan sakit
212
Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?
213
Mengembalikan kepercayaan
214
Benarkah sumpah itu?
215
Semuanya hanya berusaha
216
Mempertahankan hubungan
217
Pukulan serius
218
Tidak hanya senang tapi tenang
219
Seperti inilah seharusnya rasa tenang saat melabuhkan hati pada hati yang tepat.
220
Malam yang indah untuk di lewati bersama
221
Sarapan Roti Crispy
222
Ajakan Clara
223
Kejutan tuan muda
224
Nasi padang kenyal
225
Melukis mimpi bersama clara
226
Sambutan untuk sebuah kepulangan
227
Tidak ingin lagi ditinggalkan
228
Menikmati waktu bersama
229
Kericuhan duo Hardjoyo
230
Dear dady,
231
Time flies
232
Menjelang fashion show
233
Belum siap kehilangan
234
Sendirian
235
Jangan selalu merasa baik-baik saja
236
Jangan selalu merasa baik-baik saja 2
237
Peragaan busana
238
Perkara nama
239
Langkah baru
240
Ketika kita di masa itu,
241
Fit and proper test
242
Bisakah hubungan ini bertahan
243
Permintaan maaf
244
Melewati malam penuh pertanyaan
245
One step closer
246
Kejutan dari sahabat
247
Menyelesaikan kesalahpahaman
248
“With love, Paradisa Sandhya.”
249
Sayonara
250
Otor menyapaaaa
251
Comming up gais!!!
252
Kecemasan seorang anak
253
Menjadi Dia
254
Ranjang Dingin Ibu Tiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!