Mobil mewah

Pulang dari bengkel Damar melihat lampu kamar Disa yang masih menyala. Kamar mereka memang berhadapan sehingga sesekali ia bisa melihat aktivitas yang Disa lakukan di kamarnya.

Terdengar isakan lirih dari balik pintu kamar Disa. Damar mengintip sedikit dari celah pintu dan terlihat Disa sedang menelungkup seraya memandangi sebuah foto. Mungkin foto mendiang kedua orang tuanya atau neneknya di kampung. Mendengar tangis Disa yang begitu pedih, Damar hanya bisa menghela nafasnya dalam.

“Kenapa kita harus jadi adik kakak sepupu tiri gini sa? Kenapa gag cukup kamu jadi temanku seperti dulu? Mungkin aku bisa menghiburmu dengan candaan garing, yang bikin kamu ketawa.” gumam Damar seraya memandangi Disa dari celah pintu.

Damar menyandarkan tubuhnya di dinding lalu memejamkan matanya saat mengingat kejadian tidak di harapkan itu terjadi. Ya, saat ia kelas 1 SMA tiba-tiba ada seorang laki-laki yang mengunjunginya dan Meri dengan pakaian rapi. Meri mengatakan kalau ia akan menikah dengan laki-laki itu yang tak lain adalah Sugih, adik dari mendiang ayah Disa.

Mendengar penuturan Meri kala itu membuat Damar tanpa sadar menjatuhkan kado yang sudah ia siapkan untuk Disa. Kado pelulusan Disa dari SMP sekaligus ungkapan perasaan sukanya selama ini.

Perasaan suka yang dikenal dengan istilah cinta monyet itu pertama kali Damar rasakan pada Disa. Sangat manis namun di waktu bersamaan berubah pahit.

Ya, Damar memiliki perasaan lain pada Disa selain perasaan sebagai seorang sahabat. Ia menyukai gadis manis yang banyak merubah hidup dan hari-harinya. Disa memang bukan wanita cantik yang sekali lirik langsung tidak bisa berpaling. Dia gadis manis yang semakin lama di lihat semakin menarik dan pandai membuat nyaman. Saat berjarak membuat Damar semakin mengingatnya.

Kehadiran Disa membuatnya memiliki cita-cita dan mulai memimpikan kelak ia akan menjadi laki-laki seperti apa. Tapi semuanya memudar seketika saat Meri begitu bahagia memperkenalkan Sugih sebagai calon ayah barunya.

Tepat di hari itu juga, Damar mulai berubah. Ia menjadi dingin dan menyebalkan. Semua perlakuan kasarnya pada Disa terkadang ia lakukan untuk mengingkari perasaannya dan bentuk kekecewaan. Namun seiring berjalannya waktu, nyatanya perasaan itu tidak pernah pergi dan Damar semakin mengingkari kenyataan.

“Ngapain lo disini?!” suara Disa tiba-tiba terdengar saat ia membuka pintu kamarnya lebih lebar.

Damar segera membuka matanya dan mengusap wajahnya kasar. Ia terpaku sejenak melihat mata sembab dan basah Disa.

“Kalo mau nangis, pake kepala badut lo, biar gag berisik!” cetus Damar dengan sinis.

“Lo emang resek ya!” gertak Disa dengan mata yang kembali meneteskan butiran bening. Ia membutuhkan teman, ia membutuhkan kakaknya namun lagi Damar tidak menunjukkan rasa pedulinya sedikit pun.

“BRUG!” Disa membanting pintu kamarnya kasar di hadapan Damar. Ia benar-benar kesal dengan Damar yang tidak pernah mengerti perasaannya. Ke mana perginya sahabat tempat ia bercerita dan tertawa dulu? Mengapa hanya tersisa manusia menyebalkan yang semakin mempersulit hidupnya.

Melihat sikap Disa, Damar hanya bisa tertunduk. Bukankah ini lebih baik bagi mereka?

Saling tidak peduli, agar tidak semakin terikat.

****

Pagi menjelang, Disa sudah mendengar kegaduhan di dapur. Ia yakin itu adalah Meri. Dengan cepat Disa bangun, pergi ke kamar mandi lalu menunaikan kewajiban muslimnya. Setelah itu ia segera keluar kamar untuk menghampiri tantenya.

“Tante mau jualan?” tanya Disa saat melihat Meri tengah menata alat-alat masaknya.

“Ada yang pesen kue tapi banyak bahan yang habis.” Terang Meri seraya menimbang beberapa wadah tepung terigu.

“Disa beliin ya tan, kan disa gag kuliah.”

“Berhenti kuliah kok bangga banget!” cetus Meri seraya memberikan beberapa lembar uang pada Disa. Disa hanya tersenyum kelu seraya mengambil uang yang di sodorkan Meri. “Uangnya cuma ada segitu, beli bahan sesuai yang tante tulis.” Imbuh Meri seraya menyerahkan catatan belanjaan di hadapan Disa.

“Iya tan, disa pergi dulu.”

Disa segera mengambil tas belanja dan menggunakan sepeda untuk pergi ke pasar. Lupa, ia meneguk segelas air putih dulu sebelum pergi. Tidak banyak waktu yang ia gunakan karena Meri sangat tidak suka dengan kata lamban.

Roda sepeda mulai berputar. Ia melewati gang kecil dan masuk ke jalan raya. Tiba di perempatan lampu merah ia menghentikan laju city bikes-nya. Disa menunggu beberapa saat hingga lampu merah berubah menjadi hijau.

“Disa, mau kemana?” teriak seorang wanita yang mengendarai sepeda motor matic-nya. Mereka terhalang dua pengemudi motor lainnya yang sejajar.

“Mau ke pasar bu.” Disa menimpali pertanyaan wanita berdaster tersebut.

“Nanti ke rumah, jangan terlalu sore tapi...”

“Iya bu...” sahut Disa seraya membunyikan bell sepedanya sebagai tanda pamit.

Lampu mulai berubah hijau dan Disa kembali melajukan sepedanya, mengayuhnya dengan cepat karena waktunya tidak banyak.

****

“Dimana letak tanggung jawab kamu, bagaimana bisa kamu membiarkan para pekerja di rumahkan dalam waktu yang cukup lama?!” suara keras itu terdengar dari mulut Sigit Hardjoyo saat berhadapan dengan putranya, Kean. “Kamu tau, banyak di antara para pekerja yang sudah sangat lama bekerja di perusahaan kita, bagaimana bisa kamu mengecewakan mereka?!” lagi teriakan itu terdengar jelas di telinga Kean.

Kean masih terpaku di tempatnya, menatap ke arah meja kerjanya yang dipenuhi tumpukan berkas.

“Bukannya sejak awal aku sudah bilang kalau aku tidak tertarik dengan bisnis ini?” timpal Kean yang membuat laki-laki di hadapannya berdiri lalu melotot dengan tatapan penuh kemarahan. “Aku memang tidak mampu bekerja sebaik papah, jadi untuk apa memaksakan semuanya?” imbuh Kean yang mulai memberanikan diri menatap Sigit.

“Apa kamu bilang? Kamu masih berani berkata seperti itu padahal semuanya saya lakukan untuk kebaikan kamu. Kamu pikir dari mana datangnya baju yang kamu pakai, mobil mewah yang kamu kendarai dan makanan enak yang bisa leluasa kamu nikmati? Dari bisnis ini Kean!” gertak Sigit dengan mata menyalak.

Kean tersenyum tipis, kalimat ini selalu menjadi senjata pamungkas bagi Sigit untuk membuat Kean merasa terhimpit dengan banyak tuntutan. Sayangnya yang di rasakan Kean saat ini adalah muak. Muak pada setiap alasan yang dibuat ayahnya.

“Apa papah pikir yang dibutuhkan sebuah keluarga hanya uang?” Kean memberanikan diri untuk bertanya seraya menatap Sigit. “Apa papah pernah bertanya apa yang sebenarnya aku butuhkan?” kali ini suara Kean terdengar parau dengan mata yang memerah. “Saat papah memaksaku untuk pulang dan meninggalkan orang paling berarti sendirian di luar negri, apa papah pernah berfikir kalau yang aku butuhkan bukan cuma uang?!” gertak Kean kemudian.

Sigit tidak menimpalinya. Ia hanya menatap Kean dengan amarah kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan penuh kebencian sang putra.

“Apa papah bisa memberikan waktu papah juga buat aku dan sekali saja mendengarkan apa keinginanku?”

Sigit hanya terpaku mendengar pertanyaan Kean. Kean yang sejak tadi menatap Sigit, kali ini hanya bisa tertunduk. Rasanya ia tahu apa jawaban sang ayah. Bagi laki-laki berusia paruh baya ini tidak ada yang lebih penting dari karier yang harus bertahan di puncaknya. Sisanya hanya pelengkap kesempurnaan bagi siapa pun yang memandangnya.

Tanpa menunggu lagi, Kean segera mengambil kunci mobilnya dan pergi dengan emosi yang masih membuncah. Ia tidak cukup kuat untuk bertahan lebih lama menghirup udara yang sama dengan sang ayah yang sangat mengecewakannya.

****

Jalanan memang cukup ramai dengan banyaknya klakson yang saling bersahutan seolah memprovokasi Kean yang tengah emosi untuk ikut terlarut dalam kondisi hectic tersebut. Kemacetan selalu menjadi stresor yang cukup besar bagi sebagian besar pengendara kendaraan tak terkecuali Kean.

“Shit! Pake mata lo monyet!” seru Kean saat seorang pengendara tiba-tiba menyalip dan mengguntingnya di depan. Ia mencengkram dengan kuat setirnya sebagai bentuk kekesalan. Ia menyalipnya dan tidak ingin kalah membuat jalanan padat pun menjadi area balap.

Rasanya perasaan Kean semakin tidak karuan melihat kemacetan ini. Ia sengaja memilih jalan alternatif yang tidak terlalu ramai. Kecepatan yang tinggi di jalanan yang cukup lenggang membuat Kean kesulitan mengontrol remnya saat tiba-tiba lampu kuning berubah merah.

“Brak!” sesuatu menghantam mobilnya membuat Kean dengan segera ia menginjak pedal remnya hingga berdecit.

Kean melihat dari spion kirinya, ada sebuah sepeda yang kemungkinan terserempet olehnya. Hanya rodanya yang tampak berputar di udara.

“Shit! Apalagi sih ini!” dengus Kean seraya membuka seat belt yang melingkari tubuhnya. Ia segera turun dan menghampiri pengendara sepeda tersebut.

Tampak barang-barang berserakan yang didominasi pecahan telur melumuri jalanan beraspal.

“Aww...” seorang gadis berusaha bangkit seraya meringis.

“Lo gag pa-pa?” tanya Kean pada gadis yang kini sedang meniupi sikutnya yang luka.

“Lo gag liat gue kayak gimana?” seru gadis tersebut dengan kesal.

Kean melihat jam yang melingkar di tangannya. Beberapa saat lagi ia harus bertemu dengan klien yang menunggunya. Ia segera mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang.

“Nih buat ganti rugi.” Kean menyodorkan sejumlah uang pada gadis tersebut.

Gadis manis yang tak lain adalah Disa menatap sinis laki-laki yang bahkan tidak menolehnya. Tangannya menyodorkan uang sementara matanya entah menatap ke arah mana.

“Lo pikir masalahnya cukup dengan duit yang lo kasih?!” seru Disa dengan kesal.

Laki-laki berpakaian rapi di hadapannya bahkan tidak mengucapkan maaf dan menatap wajahnya saat ia berbicara. Sebegitu rendahnya laki-laki itu memperlakukan Disa.

“Gue tau modus cewek-cewek kayak lo. Pura-pura celaka terus minta ganti rugi. Terus sekarang mau lo apa? Masih kurang duitnya? Atau minta gue kawinin sekalian?!” kali ini Kean menatap Disa dengan malas.

Disa berjalan menghampiri Kean dengan tergopoh-gopoh. Luka-luka tipis di tumit dan kakinya terasa begitu perih terkena angin dan ia mencoba menahannya.

“Lo gag tau ya, apa yang harus lo lakuin pertama kali kalo lo bikin salah? Lo pikir,”

“Cukup! Gue lagi gag mau denger lo ceramah. Gue udah berbaik hati ganti rugi semua, lo jangan ngarep yang aneh-aneh!” Kean menyela kalimat Disa.

Mereka saling bertatapan dengan kekesalan masing-masing. Seperti ada api yang menyala di mata keduanya.

Disa tersenyum kesal. Ia mengambil uang tersebut dan menghamburkannya ke wajah Kean. “Gue gag butuh duit lo!” sentak Disa dengan geram.

Kean terkekeh dengan geli seraya mengusap wajahnya kasar. Ia melihat mata Disa yang menatapnya dengan menyalak. Terlihat keningnya yang sedikit berdarah dengan baju yang kotor terkena tepung dan rambut yang berantakan.

“Lo gag usah belagu. Gue yakin lo juga sengaja kan nabrakin sepeda lo ke mobil gue? Kalo perlu, gue ganti sepeda butut lo!” solot Kean.

“Oh, rupanya gue ketemu sama sultan yang sangat sombong! Lo pikir semua masalah bisa di selesaikan pake duit? Makan tuh duit! Lo bahkan gag tau caranya minta maaf.” Timpal Disa yang semakin emosi.

Kean sudah sangat malas menimpali. “Gue udah ganti rugi, terserah lo mau di ambil atau enggak. Yang jelas urusan kita udah selesai!” Kean bergegas pergi.

Tapi sepertinya Disa tidak bisa membiarkan begitu saja. Ia mengambil pecahan telur dan berteriak. “Jangan kabur lo atau gue sumpahin lo impoten!” seru Disa seraya melemparkan pecahan telur ke arah Kean hingga mengenai baju dan mobilnya.

Kean menghentikan langkahnya. Tangan kekarnya mengepal dengan kuat. Ia segera menghampiri Disa dan berdiri dengan jarak yang sangat dekat dengan gadis tersebut.

Tanpa di sangka, Kean menangkup kedua sisi wajah Disa dan menariknya ke dada bidangnya. Ia mengusapkan pecahan telur di kemejanya ke kepala Disa yang memiliki tinggi tubuh sebatas dadanya.

“Lepasin gue!! Lo mau ngapaaiiinn?!” Disa berusaha berontak tapi cengkraman Kean lebih kuat.

“Lo seenaknya ngelempar telor ke gue, sekarang lo rasain gag cuma gue yang bau amis.” Ujar Kean dengan kesal.

Disa berusaha mendorong tubuh Kean dengan kuat namun ternyata beberapa helai rambutnya tersangkut di kancing kemeja Kean.

“Lepasiinn guee!!! Lo gila yaa!” Disa semakin histeris.

Kean menghentikan aksinya ia bisa melihat wajah Disa yang berada di bawah wajahnya. Mungkin selisih tinggi mereka sekitar 25 cm dari tinggi Disa yang 158 cm. Ia bisa melihat manik berwarna coklat itu tengah menatapnya dengan menyalak dan semakin kesal. Terlalu berani menurutnya. Ia pun bisa melihat dada Disa yang bergerak naik turun dengan nafas memburu. Pasti sangat marah.

“Makanya lo jangan macem-macem sama gue!” Kean melepaskan cengkramannya dan melepaskan satu persatu helai rambut Disa yang tersangkut. Sesekali Disa tampak meringis dan membuat Kean merasa puas melihat ekspresi gadis tersebut.

Usai melepas helaian rambut Disa, Kean segera menjauh. “Lo liat, mobil gue juga kegores sama sepeda lo dan gue gag akan minta ganti rugi apa pun. Jadi jangan menuntut yang lebih!” tegas Kean seraya menunjuk bagian bamper depannya.

Perhatian Disa teralih pada cat mobil yang memang tergores oleh sepedanya. Mobil dengan logo perisai dan menunjukkan seekor banteng yang sedang mendengus berwarna emas tersebut membuat Disa menelan ludahnya kasar-kasar. Ia bisa membayangkan berapa biaya yang harus dihabiskan hanya untuk cat terkelupas tersebut.

Melihat Disa yang hanya terpaku, Kean segera berbalik dan masuk ke dalam mobilnya. Dalam beberapa saat ia kembali melajukan mobilnya dengan kencang.

Dari spion kirinya ia masih bisa melihat Disa yang terpaku di tempatnya. Sepertinya ia kebingungan sendiri melihat barangnya yang terserak tidak karuan. Kean melihat uang yang terserak di jok sampingnya. Sepertinya Disa memang tidak mengambil satu lembar pun.

“Terserah!” dengusnya saat mengingat penolakan Disa.

****

 

 

Terpopuler

Comments

Sri Widjiastuti

Sri Widjiastuti

yg nyerempet siapa yg marah2 kok yg nyerempet? itu bhs eh tulisan icikiwir

2023-09-19

0

Leha Rahman

Leha Rahman

kado kelulusan kak 💪😘

2022-01-10

0

ℓ ι ƒ ι α 💕

ℓ ι ƒ ι α 💕

thor kalo bisa, "gag" nya diganti "nggak" ya.. usul aja sih 🙏

2021-10-01

3

lihat semua
Episodes
1 Winnie the pooh
2 Cicitan burung
3 Kampus
4 Payung
5 Mobil mewah
6 Astaga Disa!!!
7 Cewek galak dan Liar
8 Pagar tinggi
9 Jenar
10 kak damar
11 Tugas baru
12 Pasar
13 Galeri
14 Rumah tuan muda
15 Rumah lama rasa baru
16 Sendok emas
17 Tanpa apresiasi
18 Pesan tuan muda
19 Sarapan bubur
20 Ayam tepung
21 Malam Minggu
22 Kenapa harus dia?
23 Kantor polisi
24 Pertengkaran keluarga
25 Anak kambing baru lahir
26 Mini dress warna peach
27 Biksu
28 Appetizer, main course sama dessert
29 I've been married
30 Who are they?
31 Permisi
32 Meet up
33 CCTV Hidup
34 Princes
35 Best friend forever and ever
36 Tekanan mental
37 jam 6
38 Menginap
39 YA SAYA!!!
40 Ira dan Tantri
41 Kesepian
42 Sarapan bersama
43 Kejadian tidak terduga
44 Trauma di masa lalu
45 Libur tlah Tiba
46 Berkunjung ke galery seni
47 Kak reza
48 Kunjungan tidak diharapkan
49 Lomba Desain untuk pemula
50 3 Pesan
51 Hari yang baik
52 Tuan Marcel
53 Memikirkan wanita yang sama
54 Cita-cita kita
55 Tempat tujuan kita sama
56 Pantai Part 1
57 Pantai Part 2
58 Menambahkan daftar teman
59 Ikut Ke Pasar
60 Rumah sakit
61 Mengurus dan menjaga tuan muda
62 Ganti perban saya
63 Apa yang dia rasakan?
64 Tamu di pagi hari
65 Prioritas
66 Tersisih
67 Tidak karuan
68 Masuk ke dalam lorong yang gelap
69 Makan siang rasa tak biasa
70 Andai saja bisa jujur sekarang
71 Selamat bersenang-senang.
72 Saat terbangun di suatu pagi
73 Nyusul
74 Hadiah atau pengganti?
75 Berbau
76 Makan siang bersama sang model
77 Kesedihan Kean
78 Mural untuk tuan muda
79 Batas keberanian
80 Berpose
81 Anak bunda yang baik
82 Tamu tidak di undang
83 Cue ball
84 Dasar Damong!
85 Relationshit!
86 Alunan emosi
87 Yang di nanti
88 My Lady
89 Saling menguatkan
90 Negosiasi
91 Cerita di masa lalu
92 Saat dia menghampiriku
93 Semut-semut merah
94 Putri selir
95 Tangis dan tawa
96 Bullying
97 Doktrin paradisa
98 Menarik batas
99 We know you are strong!!!
100 Bunda,
101 Nama panggilan
102 Transaksi kewajiban
103 Nyaris tenggelam dalam arus
104 Olah raga bersama
105 Tidak ada kehilangan yang lebih baik
106 Permohonan seorang anak
107 Bahagia yang menular
108 Kondangan
109 Sang pewaris
110 Manipulasi pikiran
111 Mannequin koran
112 Kompromi
113 Mengukur tubuh
114 Harus memilih
115 Berdansa
116 Berusaha terlihat layak
117 Apa yang dia pikirkan?
118 Jangan terlalu baik
119 Peringatan
120 Aku hanya tau, aku harus pulang
121 "Aku menyesal."
122 Sim salabim
123 Maaf
124 Strawberrynya sampai ke hati
125 Tatapan maut
126 Terpeluk
127 Terjebak dalam labirin
128 Menghadapi Tuan besar
129 Kecanggungan
130 Selamat malam keluarga singa
131 I like monday as much as i like you
132 Deringan telpon di waktu yang tepat
133 Saya tidak mencuri dan kamu tidak menolak
134 Pesan bi Imas
135 Overall kebesaran
136 Panggilan penting
137 Sebagai damong terhadap sandhy
138 Negosiasi baru
139 Meski harus mengambil resiko
140 Penolakan
141 Hadiah berkesan
142 Kejutan pagi
143 Kekayaan, bukan bagian yang harus di pertahankan.
144 Usaha meyakinkan lawan
145 Man to man
146 Introgasi mamah
147 Bisakah semuanya lebih baik-baik saja?
148 Menghadapi rasa takut
149 Mirror
150 Pagi yang gamang
151 Kemalangan yang bersamaan
152 Saat harus melangkah pergi
153 Malam yang berat
154 Ikhlas tersulit
155 Kosong
156 Mengatur strategi permainan
157 Dreamsketch
158 Percaya pada kemampuan
159 Psyche?
160 Semakin merindukanmu
161 Cangkir penyemangat
162 Karya dan sumber inspirasi
163 Jangan membangunkan singa yang sedang tidur
164 Rasa bersalah
165 Kesendirian
166 Tentang masa lalu
167 Andai bisa abai...
168 Pernah menjadi satu-satunya tidak berarti akan menjadi selamanya
169 Kakiku tahu kemana arah yang harus ia tuju
170 Semudah itu datang dan semudah itu pula memilih pergi
171 Rencana tidak terduga
172 Saat wanita harus membuat keputusan
173 Pesan penting tante Mery
174 Kebaikan yang berlebihan
175 Tuan muda VS Pecel
176 Perasaan yang masih sama
177 Sayap sang model
178 Usaha tidak mengkhianati hasil
179 Yang akan menikah siapa?
180 Psyche and Cupid
181 Cemburu tapi gengsi
182 Ajakan tiba-tiba
183 Siluete membawa emosi
184 Dua kesalahan
185 Aa dan teteh
186 Bertemu tuan besar
187 Tidak perlu berharap
188 Cukup pikirkan aku saja, jangan yang lain
189 Jangan membuatku menunggu
190 Sedikit melemah
191 Paginya pengantin baru
192 Sarapan untuk suami
193 Hadiah dari mamah
194 Nasep Familly
195 Rasa sesal
196 Serba baru
197 Yogyakarta
198 Sebuah kisah
199 Danau part 1
200 Danau Part 2
201 Yang tertunda
202 Memulai yang sudah lama harus dimulai
203 Gangguan pagi-pagi
204 Pesan dari tante Liana
205 Bapak Kean
206 Membuat pilihan
207 Kesempatan lain
208 CD
209 Kekecewaan yang lebih
210 Bisakah egois sekali lagi?
211 Akupun bisa merasakan sakit
212 Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?
213 Mengembalikan kepercayaan
214 Benarkah sumpah itu?
215 Semuanya hanya berusaha
216 Mempertahankan hubungan
217 Pukulan serius
218 Tidak hanya senang tapi tenang
219 Seperti inilah seharusnya rasa tenang saat melabuhkan hati pada hati yang tepat.
220 Malam yang indah untuk di lewati bersama
221 Sarapan Roti Crispy
222 Ajakan Clara
223 Kejutan tuan muda
224 Nasi padang kenyal
225 Melukis mimpi bersama clara
226 Sambutan untuk sebuah kepulangan
227 Tidak ingin lagi ditinggalkan
228 Menikmati waktu bersama
229 Kericuhan duo Hardjoyo
230 Dear dady,
231 Time flies
232 Menjelang fashion show
233 Belum siap kehilangan
234 Sendirian
235 Jangan selalu merasa baik-baik saja
236 Jangan selalu merasa baik-baik saja 2
237 Peragaan busana
238 Perkara nama
239 Langkah baru
240 Ketika kita di masa itu,
241 Fit and proper test
242 Bisakah hubungan ini bertahan
243 Permintaan maaf
244 Melewati malam penuh pertanyaan
245 One step closer
246 Kejutan dari sahabat
247 Menyelesaikan kesalahpahaman
248 “With love, Paradisa Sandhya.”
249 Sayonara
250 Otor menyapaaaa
251 Comming up gais!!!
252 Kecemasan seorang anak
253 Menjadi Dia
254 Ranjang Dingin Ibu Tiri
Episodes

Updated 254 Episodes

1
Winnie the pooh
2
Cicitan burung
3
Kampus
4
Payung
5
Mobil mewah
6
Astaga Disa!!!
7
Cewek galak dan Liar
8
Pagar tinggi
9
Jenar
10
kak damar
11
Tugas baru
12
Pasar
13
Galeri
14
Rumah tuan muda
15
Rumah lama rasa baru
16
Sendok emas
17
Tanpa apresiasi
18
Pesan tuan muda
19
Sarapan bubur
20
Ayam tepung
21
Malam Minggu
22
Kenapa harus dia?
23
Kantor polisi
24
Pertengkaran keluarga
25
Anak kambing baru lahir
26
Mini dress warna peach
27
Biksu
28
Appetizer, main course sama dessert
29
I've been married
30
Who are they?
31
Permisi
32
Meet up
33
CCTV Hidup
34
Princes
35
Best friend forever and ever
36
Tekanan mental
37
jam 6
38
Menginap
39
YA SAYA!!!
40
Ira dan Tantri
41
Kesepian
42
Sarapan bersama
43
Kejadian tidak terduga
44
Trauma di masa lalu
45
Libur tlah Tiba
46
Berkunjung ke galery seni
47
Kak reza
48
Kunjungan tidak diharapkan
49
Lomba Desain untuk pemula
50
3 Pesan
51
Hari yang baik
52
Tuan Marcel
53
Memikirkan wanita yang sama
54
Cita-cita kita
55
Tempat tujuan kita sama
56
Pantai Part 1
57
Pantai Part 2
58
Menambahkan daftar teman
59
Ikut Ke Pasar
60
Rumah sakit
61
Mengurus dan menjaga tuan muda
62
Ganti perban saya
63
Apa yang dia rasakan?
64
Tamu di pagi hari
65
Prioritas
66
Tersisih
67
Tidak karuan
68
Masuk ke dalam lorong yang gelap
69
Makan siang rasa tak biasa
70
Andai saja bisa jujur sekarang
71
Selamat bersenang-senang.
72
Saat terbangun di suatu pagi
73
Nyusul
74
Hadiah atau pengganti?
75
Berbau
76
Makan siang bersama sang model
77
Kesedihan Kean
78
Mural untuk tuan muda
79
Batas keberanian
80
Berpose
81
Anak bunda yang baik
82
Tamu tidak di undang
83
Cue ball
84
Dasar Damong!
85
Relationshit!
86
Alunan emosi
87
Yang di nanti
88
My Lady
89
Saling menguatkan
90
Negosiasi
91
Cerita di masa lalu
92
Saat dia menghampiriku
93
Semut-semut merah
94
Putri selir
95
Tangis dan tawa
96
Bullying
97
Doktrin paradisa
98
Menarik batas
99
We know you are strong!!!
100
Bunda,
101
Nama panggilan
102
Transaksi kewajiban
103
Nyaris tenggelam dalam arus
104
Olah raga bersama
105
Tidak ada kehilangan yang lebih baik
106
Permohonan seorang anak
107
Bahagia yang menular
108
Kondangan
109
Sang pewaris
110
Manipulasi pikiran
111
Mannequin koran
112
Kompromi
113
Mengukur tubuh
114
Harus memilih
115
Berdansa
116
Berusaha terlihat layak
117
Apa yang dia pikirkan?
118
Jangan terlalu baik
119
Peringatan
120
Aku hanya tau, aku harus pulang
121
"Aku menyesal."
122
Sim salabim
123
Maaf
124
Strawberrynya sampai ke hati
125
Tatapan maut
126
Terpeluk
127
Terjebak dalam labirin
128
Menghadapi Tuan besar
129
Kecanggungan
130
Selamat malam keluarga singa
131
I like monday as much as i like you
132
Deringan telpon di waktu yang tepat
133
Saya tidak mencuri dan kamu tidak menolak
134
Pesan bi Imas
135
Overall kebesaran
136
Panggilan penting
137
Sebagai damong terhadap sandhy
138
Negosiasi baru
139
Meski harus mengambil resiko
140
Penolakan
141
Hadiah berkesan
142
Kejutan pagi
143
Kekayaan, bukan bagian yang harus di pertahankan.
144
Usaha meyakinkan lawan
145
Man to man
146
Introgasi mamah
147
Bisakah semuanya lebih baik-baik saja?
148
Menghadapi rasa takut
149
Mirror
150
Pagi yang gamang
151
Kemalangan yang bersamaan
152
Saat harus melangkah pergi
153
Malam yang berat
154
Ikhlas tersulit
155
Kosong
156
Mengatur strategi permainan
157
Dreamsketch
158
Percaya pada kemampuan
159
Psyche?
160
Semakin merindukanmu
161
Cangkir penyemangat
162
Karya dan sumber inspirasi
163
Jangan membangunkan singa yang sedang tidur
164
Rasa bersalah
165
Kesendirian
166
Tentang masa lalu
167
Andai bisa abai...
168
Pernah menjadi satu-satunya tidak berarti akan menjadi selamanya
169
Kakiku tahu kemana arah yang harus ia tuju
170
Semudah itu datang dan semudah itu pula memilih pergi
171
Rencana tidak terduga
172
Saat wanita harus membuat keputusan
173
Pesan penting tante Mery
174
Kebaikan yang berlebihan
175
Tuan muda VS Pecel
176
Perasaan yang masih sama
177
Sayap sang model
178
Usaha tidak mengkhianati hasil
179
Yang akan menikah siapa?
180
Psyche and Cupid
181
Cemburu tapi gengsi
182
Ajakan tiba-tiba
183
Siluete membawa emosi
184
Dua kesalahan
185
Aa dan teteh
186
Bertemu tuan besar
187
Tidak perlu berharap
188
Cukup pikirkan aku saja, jangan yang lain
189
Jangan membuatku menunggu
190
Sedikit melemah
191
Paginya pengantin baru
192
Sarapan untuk suami
193
Hadiah dari mamah
194
Nasep Familly
195
Rasa sesal
196
Serba baru
197
Yogyakarta
198
Sebuah kisah
199
Danau part 1
200
Danau Part 2
201
Yang tertunda
202
Memulai yang sudah lama harus dimulai
203
Gangguan pagi-pagi
204
Pesan dari tante Liana
205
Bapak Kean
206
Membuat pilihan
207
Kesempatan lain
208
CD
209
Kekecewaan yang lebih
210
Bisakah egois sekali lagi?
211
Akupun bisa merasakan sakit
212
Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?
213
Mengembalikan kepercayaan
214
Benarkah sumpah itu?
215
Semuanya hanya berusaha
216
Mempertahankan hubungan
217
Pukulan serius
218
Tidak hanya senang tapi tenang
219
Seperti inilah seharusnya rasa tenang saat melabuhkan hati pada hati yang tepat.
220
Malam yang indah untuk di lewati bersama
221
Sarapan Roti Crispy
222
Ajakan Clara
223
Kejutan tuan muda
224
Nasi padang kenyal
225
Melukis mimpi bersama clara
226
Sambutan untuk sebuah kepulangan
227
Tidak ingin lagi ditinggalkan
228
Menikmati waktu bersama
229
Kericuhan duo Hardjoyo
230
Dear dady,
231
Time flies
232
Menjelang fashion show
233
Belum siap kehilangan
234
Sendirian
235
Jangan selalu merasa baik-baik saja
236
Jangan selalu merasa baik-baik saja 2
237
Peragaan busana
238
Perkara nama
239
Langkah baru
240
Ketika kita di masa itu,
241
Fit and proper test
242
Bisakah hubungan ini bertahan
243
Permintaan maaf
244
Melewati malam penuh pertanyaan
245
One step closer
246
Kejutan dari sahabat
247
Menyelesaikan kesalahpahaman
248
“With love, Paradisa Sandhya.”
249
Sayonara
250
Otor menyapaaaa
251
Comming up gais!!!
252
Kecemasan seorang anak
253
Menjadi Dia
254
Ranjang Dingin Ibu Tiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!