Desiran angin beriringan dengan riak air laut mengantar tidur sepasang anak manusia berbeda usia itu semakin lelap. Saling memeluk erat, keduanya merebahkan diri di dalam dekapan penuh cinta. Jam di dinding merambat menuju tengah malam, dingin pun berembus menembus kulit.
Kailla yang mulai terusik, tampak menyelusupkan tubuh rampingnya lebih dalam ke pelukan Pram, pria menuju setengah abad yang masih tampak tampan dan gagah. Dada bidang dengan perut kotak, berbanding terbalik dengan kaum Adam lain seusianya yang dominan dengan dada menciut dan perut melon.
Terlihat Pram sedikit berganti posisi sebelum akhirnya mencari kenyamanan di dalam ceruk leher istrinya. Aroma sabun mandi bercampur aroma Kailla menciptakan sensasi memabukkan. Baru saja mengeratkan pelukannya dengan posesif, tiba-tiba tangisan duo Pratama junior sayup-sayup terdengar dari kamar sebelah.
Pram yang terjaga lebih dulu tampak memaksa tubuhnya supaya bangun dari tidur sembari memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut.
“Kai, bangun! Anak-anak kelaparan.” Pram mengguncang pelan tubuh istrinya. Terbersit iba, ia tahu Kailla belum lama terlelap. Menyusui putranya, dua jam lalu.
“Kai, bangun, Sayang. Anak-anak membutuhkanmu.” Pram kembali mengusik tubuh lelap Kailla yang masih betah memejamkan mata.
Pram sempat menyunggingkan senyumannya saat melihat Kailla masih memeluk guling dengan nyaman.
“Bangun, Sayangku ... Kailla Riadi Dirgantara Pratama.” Pram berbisik sembari menggigit pelan daun telinga Kailla.
Deg—
Perempuan dengan piama biru muda itu membuka mata saat merasakan seseorang memanggil namanya dengan lengkap diiringi embusan napas kasar membuat bulu kuduknya meremang.
“Ada apa?” tanya Kailla dengan mata setengah terpejam. Belum sempat mendengar jawaban suaminya, Kailla mendengar jeritan putra kembarnya.
“Bent!” Kailla melempar kasar selimutnya dan meloncat turun dari atas tempat tidur. Ia menghambur ke kamar si kembar yang terkoneksi dengan kamar tidurnya. Pram tampak ikut berlari menyusul.
Pasangan suami istri itu begitu kompak, Kailla merengkuh tubuh Kentley dan membawa putra bungsunya duduk di sofa single yang memang khusus digunakan untuk menyusui. Sedangkan Pram merengkuh tubuh mungil Bentley, untuk menenangkan putra sulungnya sambil menunggu giliran disusui.
Suasana kamar yang tadinya dipenuhi tangisan bayi, senyap dalam hitungan detik. Kailla sudah dalam posisi menyusui dan Pram menidurkan bayi yang lainnya di pundak. Ditepuknya punggung mungil itu dengan pelan sembari bergoyang ke kanan dan kiri. Rutinitas pasangan suami istri yang setiap malam harus rela terbangun demi sang buah hati.
“Mereka kelaparan, Sayang.” Pram berkata pelan saat merasakan Bentley sedang mengecap pundaknya.
“Hmm.” Kailla bergumam dengan mata terpejam sembari menikmati puncak dadanya yang sedang berdenyut, dinikmati Kentley.
Pram tergelak pelan saat melihat betapa rakusnya si putra bungsu, mengecap dengan sekuat tenaga sehingga nyaris tersedak.
“Sshhh ....” Kailla meringis kesakitan. Mata terpejamnya membuka sempurna saat merasakan nyeri berlebih di puncak dadanya, pintu keluar sumber asupan anak-anaknya.
“Sakit, Kai?” tanya Pram setelah melihat wajah kesakitan sang istri.
“Hmm.”
“Nanti aku akan mengajari anak-anak metode yang benar. Yang bisa membuat Mommy menikmatinya bukan meringis kesakitan,” goda Pram.
Setelah baby Kentley kekenyangan dan tertidur di gendongan Kailla, Pram menukarnya dengan baby Bentley yang juga mulai tenang. Pria itu tersenyum saat melihat Kailla yang tertidur sembari menyusui. Baby Kentley sudah diletakannya kembali ke ranjang, Pram memilih berdiri sambil memandang istri dan anaknya yang sama-sama terlelap.
Bahkan baby Bent sudah menolak sumber susu alami tanpa bahan pengawet sang mommy. Mulut bayi mungil itu terbuka dengan lidah terlipat ke atas. Dengkuran halus ibu dan anak itu terdengar lembut dan teratur.
“Tukang tidur keduanya.” Pram menggeleng sambil mengambil baby Bentley dari pangkuan Kailla dengan hati-hati. Diletakannya perlahan putra pertamanya di atas ranjang bayi.
Kembali berdiri menatap Kailla yang sudah terlelap dengan penampilan menantangnya. Kepala ibu muda itu terkulai ke depan dengan atasan piama tidurnya terbuka sempurna memamerkan keajaiban dunia yang selalu membuat Pram menggila.
Sejak hamil dan melahirkan, aset berharga istrinya itu jauh lebih besar dibanding saat masih gadis. Areola lebih melebar dengan puncak membesar, tak lain karena ulah jagoan kembar yang berkolaborasi dengan Daddy. Ketiganya tak pernah bosan mengerjai perempuan 25 tahun itu.
“Kai, kembali tidur di kamar,” bisik Pram setelah mengancingkan kembali piyama tidur istrinya.
“Gendong.” Kailla berucap manja dengan mata setengah terpejam. Kedua tangannya sudah melingkar tanpa permisi ke leher suaminya.
Kedua sudut bibir Pram tertarik ke atas. Tanpa protes pria itu menyelipkan tangan tangan kirinya di belakang punggung Kailla, dan tangan kanan di balik bokong. Menggendong Kailla kembali ke tempat tidur mereka.
“Kamu tahu, Kai. Aku rindu kemanjaan dan kenakalanmu lagi.” Pram berbisik pelan setelah meletakan tubuh istrinya di atas ranjang. Kailla sudah tertidur lagi.
“Kamu banyak berubah,” ucap Pram, mengukir lembut lekuk wajah Kailla dengan punggung telunjuk.
Pram duduk di sisi tempat tidur, menatap istrinya tak berkedip. “Kamu jauh lebih dewasa sekarang, tetapi aku tidak menyukainya, Kai. Aku tidak menyukai Kailla yang ini. Aku rindu saat kamu membuat kekacauan. Aku rindu saat kamu bermanja-manja padaku seperti dulu lagi. Aku rindu saat kamu mengamuk dan mengambek padaku. Aku rindu sikap kekanak-kanakanmu. Itu membuat hidupku berwarna. Aku jadi merasa ... entahlah.” Pram menghela napas dalam, mengecup kening Kailla.
“Aku mau istriku yang dulu. Bukan yang seperti ini. Tolong kembalikan istriku yang dulu, yang bisa menghancurkan seisi rumah. Yang bisa menjungkir balikan perasaanku.”
***
Kailla sudah sibuk di dapur sejak azan subuh berkumandang indah. Memiliki jagoan kembar dan kuliah lagi, tugas pagi Kailla bertambah. Selain harus menyiapkan sarapan pagi Pram, ia juga harus menyiapkan makanan pendamping untuk anak-anaknya.
Ia baru saja selesai mengukus kentang, brokoli dan salmon, yang nanti akan diblender untuk kedua bayi kembarnya. Tiba-tiba di tengah kesibukannya, dua tangan kekar menyusup melewati pinggang ramping dan mengunci perutnya.
“Morning, Sayang,” ucap Pram dengan suara serak, menjatuhkan dagunya di pundak Kailla.
“Kenapa bangun pagi-pagi sekali?” tanya Kailla, menepuk pelan wajah sang suami yang sedang bermanja-manja dengannya.
“I miss you,” bisik Pram pelan di telinga Kailla, sembari mengeratkan belitan tangannya.
“Kita bertemu setiap hari, apa yang kamu rindukan?” tanya Kailla. Tampak ia memotong dua buah alpokat dan membuang bijinya. Dipecahkannya telur ayam kampung di bagian tengah alpokat dan dibubuhi sedikit garam.
“Sayang, lada hitamnya sedikit saja,” pinta Pram sembari mengecup pipi Kailla.
“Ya.”
“Selesaikan secepatnya. Temani aku. Tadi, aku sudah meminta Kin dan Bin mengurus dua pengacau kecil itu.”
“Mau apa lagi? Aku harus ke kampus pagi ini.” Kailla beralasan. Tangannya dengan cekatan memasukkan alpokat telur ke dalam microwave dan mulai memanaskan setelah menyetel waktu dan menekan tombol start.
“Ikut saja denganku!” Pram melepas celemek dari tubuh Kailla.
Pria matang itu berdiri di depan Kailla dan membentangkan kedua tangannya.
Kailla memainkan kedua alisnya, kebingungan dengan maksud sang suami.
“Let’s go!” Pram memberi kode pada Kailla supaya meloncat dan naik ke gendongannya seperti dulu, kebiasan yang sering mereka lakukan saat si kembar belum hadir di tengah keduanya.
Kailla yang sudah paham, segera melempar kasar kain lap dari tangannya dan menghambur naik ke gendongan Pram. Kedua tangan bergelayut di leher dan kedua kaki melingkar indah di pinggang sang suami layaknya bayi koala.
“Aku merindukan semua ini,” bisik Pram. Ia berusaha menyeimbangkan tubuhnya, berjalan menuju ke ruang kerja.
“Serius?” tanya Kailla, mengecup ujung hidung mancung prianya.
“Hmm.” Pram mengangguk.
“Kehidupan rumah tangga kita tidak seperti orang lain. Kita bertengkar dan berbaikan layaknya anak kecil. Kita berdebat untuk hal tidak penting. Kita bermain petak umpet, kita bermain kejar-kejaran di dalam rumah dan ... ada banyak lagi kegilaan yang mungkin tidak ditemukan di rumah tangga pasangan lain. Dan aku merindukannya sekarang.” Pram berkata dengan jujur, memilih melangkah mundur sambil menggendong Kailla.
“Ayo, pandu aku sekarang. Aku tidak bisa melihat jalan.” Pram tergelak, kemudian menutup mulutnya saat berpapasan dengan Ibu Ida yang tersenyum melihat keduanya.
“Kiri.” Kailla ikut terbahak saat kaki Pram mulai melangkah.
“Aku ingin menua bersamamu dengan cara seperti ini.” Pram berkata sambil melangkah mundur.
“Kanan dua langkah adalah pintu kamar ruang kerja.” Kailla memberi arahan.
“Tetap mengarahkanku seperti ini. Aku sudah tidak muda lagi, mungkin nanti aku pikun atau mataku sudah tidak berfungsi sempurna. Bisa saja salah jalan, dan lupa jalan pulang.” Pram berucap pelan. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling, kemudian mengecup bibir Kailla.
"Sempurna, Sayang!" ucap Pram setelah mengurai ciumannya.
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Mak sulis
gak mungkin to gak berubah..dulu belum punya bebas gak punya beban tanggungan..sekarang ada duo mahluk lucu yg merecoki
2025-01-31
0
Mak sulis
Pram..plis deh.. ngalah dulu buat si kembar..sumber kehidupan mereka jangan kau kontaminasi dg mulutmu
2025-01-31
0
Nur Lizza
thor visualny mana
2022-10-29
1