“Sam, kamu di sini?” Kailla terperanjat saat membuka pintu kamar hotel dan mendapati Sam duduk di koridor tepat di dekat pintu. Asisten itu hampir terlelap. Kepalanya tertunduk ke depan setiap beberapa menit sekali.
“Ah, Non sudah?” tanya Sam, mengusap sudut bibirnya yang basah. Asisten itu buru-buru berdiri, mengumpulkan nyawanya yang beterbangan.
“Kenapa tidak menunggu di lobi atau di mobil? Bisa tidur lebih nyaman.” Kailla masih terus mengoceh. Melangkah keluar sambil menenteng cooler bag tempat menyimpan asi yang baru saja diperahnya.
“Pak Pram memintaku menunggu di sini.” Sam menjawab dengan polosnya.
“Sam!” Kailla memukul lengan asistennya dengan kencang.
“Omongan Pram jangan didengar. Dia memang selalu begitu. Lain kali, kalau suamiku meminta hal-hal yang tidak masuk akal, tidak perlu di dengar. Ia tidak pernah serius dengan ucapannya.” Kailla menjelaskan.
“Oh begitu. Baiklah, besok-besok aku tidak akan mengikuti semua permintaan Pak Pram.”
Tepat saat Sam menyudahi ucapannya, Pram keluar dari kamar hotel. Matanya melotot, menatap tajam pada Sam. Ia bisa mendengar jelas apa yang baru diucapkan Sam.
“Berani membantah, aku akan memecat Kin dan Bin!” ancam Pram. Ia tahu jelas pada kelemahan Sam yang ada di dua pengasuh putranya.
“Ma-maaf, Pak. Aku tidak akan membantah.” Sam menurut, kepalanya tertunduk.
“Oh ya, jemput Bayu di kantor. Aku meninggalkannya tadi. Kailla akan pulang bersamaku.” Pram mengingatkan Sam.
***
Menikmati kebersamaan di perjalanan, tangan Pram tak henti menggenggam meskipun konsentrasinya tertuju pada jalanan. Sejak menambah titel baru, tujuh bulan yang lalu, kehidupan Pram dan Kailla banyak berubah. Waktu yang dulu dihabiskan berdua dengan saling memanjakan, sekarang harus dihabiskan berempat, berbagi dengan anggota baru Pratama.
Bentley hitam Pram masuk ke dalam pekarangan rumah setelah penjaga gerbang menekan tombol otomatis untuk membuka pintu raksasa istana Reynaldi Pratama. Komplek perumahan mewah di sebelah barat Jakarta dengan view laut di depan rumah. Salah satu kawasan tinggal para crazy rich Jakarta. Khusus untuk kediaman Pram, ia menjadikan dua rumah di dalam satu pekarangan.
Ya, beberapa hari setelah Kailla melahirkan, Pram resmi membeli rumah di sebelahnya. Dengan melakukan sedikit renovasi dan membongkar pagar pembatas, jadilah kedua rumah mewah itu menjadi satu kesatuan. Rumah tinggal baru itu diperuntukkan untuk Ibu Citra supaya leluasa menengok si kembar dan membantu mengawasi kedua putranya selama Kailla kuliah.
Terlihat Pram berlari turun lebih dulu, mengekor di belakangnya Kailla yang sibuk membalas chat dari grup wa kampus. Membahas acara seminar yang akan diadakan di kawasan Puncak.
Si kembar menjerit kegirangan saat mengetahui kedatangan Pram. Baby Bent merangkak mendekat, menarik celana kain Pram dan si Kent terlihat duduk sambil berceloteh tak jelas.
“Ya, nanti. Daddy harus mandi dulu baru bisa menggendongmu.” Pram membungkuk untuk melihat putra sulungnya lebih dekat. Tampak Kinara sedang menemani Kent dan Binara sedang mengawasi Bent. Ibu Citra duduk dengan wajah cemberut tidak jauh dari kedua cucunya.
“Ma, ada apa lagi?” tanya Pram. Ia berjalan mendekati mamanya.
Terdengar helaan napas kasar wanita tua itu. Raut wajahnya masih tidak bersahabat.
“Istrimu ... sampai sekarang belum kembali ke rumah!” adu Ibu Citra dengan kedua tangan terlipat di dada.
“Ma, sudahlah. Kailla bersamaku ....”
“Tidak perlu membelanya. Sejak awal aku sudah tidak setuju dia kuliah!” tegas Ibu Citra, menatap tajam manik mata putranya.
“Ma, kuliah untuk kebaikan Kailla juga. Lagi pula anak-anak tidak terlantar. Kailla juga tetap memberi asi untuk si kembar. Masalah Mama itu di mana?” tanya Pram, berbalik badan menatap ke belakang untuk memastikan Kailla belum masuk ke dalam rumah. Ia tidak ingin Kailla mendengar kalimat-kalimat pedas yang keluar dari bibir mamanya.
“Cih! Asi basi," gerutu Ibu Citra.
“Ma ....” Pram mengeraskan suaranya.
“Kalau bisa memberi ASI langsung, kenapa harus diperah dan disimpan berjam-jam. Berhari-hari untuk kedua cucuku,” lanjut Ibu Citra.
“Ma, Kailla itu kuliah bukan kelayapan tidak jelas. Bagaimana dia bisa memberikan ASI langsung, sedangkan dia harus ke kampus. Selama di rumah, Kailla selalu menyusui anak-anak dari sumbernya langsung.” Pram membela.
“Nah itu! Kuliah tanpa tujuan yang jelas. Masih lebih penting mengurusi anak-anak di rumah dibandingkan kuliah. Coba kamu sebutkan satu saja tujuan Kailla kuliah itu untuk apa?” tanya Mama Citra masih bersikeras.
“Belajar tidak butuh alasan. Lagi pula aku yang memintanya kuliah, Ma. Jangan menyalahkan Kailla,” tegas Pram.
Ibu Citra tergelak. “Kailla-mu itu ... mau dikuliahkan sampai ke bulan sekalipun, otaknya hanya sampai di situ saja. Tidak akan menjadi pintar. Tidak akan menjadi profesor, apalagi doktor!”
“Ma ....” Pram menelan saliva setelah meneriaki sang mama. Raut wajahnya berubah saat mendapati Kailla sudah berdiri di ambang pintu mendengar percakapannya dan sang mama.
“Kai, tolong bawa anak-anak ke kamar. Aku masih harus membahas sesuatu dengan Mama,” pinta Pram setelah melihat wajah cemberut Kailla.
Kailla menurut. Menyapa Mama mertuanya sekilas. “Ma.”
“Ya,” sahut Ibu Citra singkat. Mengikuti pergerakan menantunya dengan senyum sinis.
“Nenek lampir itu benar-benar menguji kesabaranku. Aku tahu, aku tidak punya otak, tetapi tidak perlu diingatkan berulang-ulang.” Kailla membatin. Ia sudah kesal sendiri. Kalau tidak memikirkan perasaan Pram, ia sudah akan menyingsing lengan bajunya dan mengajak perang.
“Kin, Bin, bawa anak-anak ke kamar.” Kailla menurut tanpa banyak protes. Sejak ia memutuskan menerima permintaan Pram untuk melanjutkan kuliahnya, sikap sang mama mertua perlahan berubah. Awalnya, Kailla mencoba mengerti, tetapi semakin ke sini omongan mertuanya semakin kelewatan. Kalau tidak mengingat statusnya istri Pram, sudah dipastikan ia akan menendang keluar Ibu Citra. Ia tidak mungkin tinggal diam seperti saat ini.
“Kin, Mama mengomel terus, ya?” tanya Kailla sambil berjalan menuju ke kamar.
“Begitulah, Bu. Seperti tidak tahu Oma saja.” Kinara menjawab sambil menggendong Kentley.
“Bin, tolong masukan ke freezer, biarkan Bentley bersamaku,” pinta Kailla mengambil alih putranya dan menyerahkan cooler bag pada Binara. “Jangan lupa dicantumkan tanggal,” pinta Kailla lagi.
“Ya, Bu.”
“Anak-anak sudah makan sore, kan?” tanya Kailla lagi.
“Sudah, Bu. Baby Kent sepertinya sedang tidak enak badan. Tadi disuapi cuma makan sedikit,” adu Kinara yang memang bertanggung jawab pada bayi Kentley.
“Apa dia tidak suka dengan menunya? Besok aku coba memasak menu yang lain.” Kailla tampak berpikir. Menjadi ibu dari baby Bentley dan baby Kentley, ia belajar banyak hal. Tugasnya pun bertambah. Di tengah kesibukannya kuliah lagi, ia harus tetap memberikan asi pada kedua putranya.
Apalagi sebelum berangkat ke kampus, Kailla harus menyiapkan MPASI kedua putranya dan sarapan pagi untuk Pram. Khusus untuk dua hal itu, Pram tidak mengizinkan orang lain melakukannya. Pram hanya akan sarapan dengan masakan buatan Kailla dan anak-anak hanya akan mengonsumsi makanan pendamping ASI buatan sang mommy. Itu adalah aturan Pram yang tidak bisa diganggu gugat.
***
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Mak sulis
Pram..ibumu kok jadi mertua yg crewet ya
2025-01-31
0
Aisyah Septiyasa
Mertua bakal baik karna menantunya lg ngandung tp setelahnya bakal ngedumel
2023-01-08
1
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
Halah di dunia novel didunia nyata mertua itu jangan di dekatkan dengan menantu perempuan,mau belanja Aja susah beli ini beli itu di pantau terus,ada kurir mengantar paket ngomel bilangnya belnja terus.tapi kalo mentu laki laki seneng bangt tuh,apa lagi yng belanja terus itu anaknya senangnya luar biasa.tapi ga semua nya begitu,tergantung krakternya,alhamdulilah mertua saya baik bangt guru ngaji juga g pernah usil malah dia senang liat menantu perempuan pakai kalung emas🤭
2022-10-31
0