Kamar presidential suite Fairmont Hotel menjadi saksi betapa cinta keduanya tak pernah lekang oleh waktu. Menginjak tahun kelima pernikahan, rasa, hasrat dan gairah itu tetap sama seperti awal melebur dalam ikatan pernikahan. Romantika hidup memang mengajarkan banyak hal, menempa Pram dan Kailla menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Namun, pasang surut kehidupan itu tidak membuat perasaan keduanya luntur. Cinta itu semakin kuat seiring waktu.
Pram, tetaplah seorang pria matang dan dewasa dengan kegilaannya pada pekerjaan dan istrinya, Kailla. Dan Kailla, tetaplah istri manja yang terkadang nakal dan menggemaskan meskipun sudah melahirkan dua jagoan kecil untuk keluarga Pratama.
Sepasang anak manusia itu sedang berbagi rasa dalam belaian dan dekapan. Berbicara lewat tatapan mata dan pertautan bibir. Ketika helai demi helai kain terlepas dari kulit tubuh, saat hasrat menuntut lebih dari sekedar indah tetapi juga kepuasan batin.
Decapan bercampur desah, keringat melebur bersama gairah. Saat kulit tubuh bersentuhan, jari-jemari saling menaut dan meremas. Ranjang berukuran king size dengan seprai sutra putih menjadi saksi, siap mengantar cucu Adam dan Hawa menuju ke puncak singgasana cinta.
“Sayang, kamu tidak mengenakan pengaman.” Tiba-tiba Kailla mengingatkan. Mendorong pelan tubuh kekar yang sedang mengunci tubuh polosnya dengan posesif.
“Aku akan mendonasikannya pada dunia,” ucap Pram seperti biasa. Selalu alasan yang sama, setiap selangkah menuju puncak dan Kailla menghentikan kenikmatan yang sedetik lagi akan mereka reguk bersama.
“Aku tidak percaya padamu. Sedetik saja terlambat, aku pasti hamil lagi. Minta Sam membelinya. Di minimarket terdekat,” pinta Kailla bersikeras.
“Sayang ....” Pram menyerukan panggilan cinta dengan lembut, manja dan mendayu. Berharap kali ini, ia mendapat dispensasi.
“Tidak. Umurmu sudah empat puluh lima tahun. Kamu tidak segesit ketika masih muda. Gerakanmu sudah melamban, Sayang. Aku tidak yakin kamu sanggup mengeluarkannya tepat waktu. Dan kamu tahu, kesalahan sedetik itu akan menjadi masalah seumur hidup,” tegas Kailla. Aura perempuan yang tadinya pasrah berganti mengerikan.
“Aku tidak mau hamil lagi. Aku masih kuliah. Baby Bent dan Kent baru berusia tujuh bulan.” Kailla beralasan.
“Sembunyi di balik selimut!” pinta Pram.
Ia mengalah. Hilang sudah hasrat yang selangkah lagi mencapai garis finish. Kailla mengacaukan segalanya. Tubuh kekar itu berguling ke samping. Tak lama, terlihat Pram bangkit dan memungut celana kainnya, bergegas menuju pintu.
“SAM!”
“SAM!”
“SAM!” teriak Pram berulang kali. Pria bertelanjang dada itu seolah tak peduli saat ini sedang berada di hotel. Teriakannya menggelegar.
“Ya, Pak.” Sam menjawab sembari berteriak dari jarak lima meter. Ia baru saja keluar dari lift saat mendengar suara Pram yang berteriak menyerukan namanya tanpa peduli suara itu akan mengganggu kepentingan umum.
“Dari mana saja? Aku sudah katakan, tunggu di sini. Sewaktu-waktu Kailla membutuhkanmu.” Pram mengoceh.
“Ya, Pak.” Sam menunduk. Napasnya tersengal, naik turun karena berlari kencang. Bahkan ia menjatuhkan kopi hitam yang baru saja dibelinya di depan hotel dan berceceran di koridor.
“Ke Indomaret. Belikan pengaman untukku,” pinta Pram sembari merogoh saku celananya. Mengeluarkan dompet dan menyerahkan dua lembar uang seratusan ribu rupiah.
“Merek apa saja, Pak?” tanya Sam. Ia bukan pria lugu yang tidak paham maksud tuannya.
“Belikan yang terbaik, ternyaman,” sahut Pram.
“Baik, Pak.” Sam mengangguk pertanda mengerti.
“Jangan lama-lama. Kami tidak bisa memulainya tanpamu maksudku tanpa benda keramat itu.”
“Baik, Pak.”
“Jangan sampai salah beli. Biasanya posisi di dekat Kinder Joy atau permen lolipop. Kalau tidak, tanyakan pada kasir. Salah beli, potong gaji!” Pram mengingatkan. Pertama kalinya ia melupakan hal terpenting itu. Tanpa barang sakti itu, Kailla tidak akan bisa konsentrasi. Bertanya sepanjang waktu, membuyarkan semua imajinasi di dalam otaknya.
***
Tok ... tok ... tok.
Benturan punggung tangan Sam ketika mengenai pintu panel putih dengan nomor 34 tergantung di bagian atas. Jantung asisten kesayangan Kailla itu berdetak kencang. Ia baru saja berlari demi memenuhi permintaan Pram yang tak mengenal kata tidak.
Hampir setengah jam berlari menyusuri jalanan demi mendapatkan pesanan majikannya. Sam mengomel sendirian, menumpahkan kekesalannya. Memang nasib menjadi bawahan selalu begini. Harus menurut dan tidak boleh menolak.
Mengetuk pintu untuk ke sekian kali, bibir Sam menggerutu saat pintu tak kunjung dibuka. “Huh! Tadi minta dibelikan secepat kilat. Sekarang seperti hilang ditelan bumi.”
Setelah mengetuk pintu berulang kali, Pram muncul dengan tampilan terpanasnya sepanjang masa. Wajah tampan itu bercucuran keringat dengan rambut acak-acakan. Napas tersengal, dada telanjangnya naik turun. Peluh bercucuran dari dahi, pelipis dan semua kulit tubuh. Celana panjang yang menutupi pinggang ke bawah tidak terkancing sempurna.
“Kamu mengganggu saja!” Ucapan pertama meluncur dari bibir Pram sembari merapikan anak rambut yang basah oleh keringat. Dada telanjangnya tampak mengkilap di sorot lampu koridor.
“Tadi minta dibelikan pengaman. Aku sudah berlari secepat kilat, ternyata dia mulai duluan. Jadi buat apa aku memburu waktu untuk membeli pesanannya,” omel Sam dalam hati sembari menyodorkan bungkusan berisi pesanan Pram.
“Maaf, Pak. Semua rasa habis. Tinggal rasa ayam geprek level pedas mantap dan level pedas mampus. Karena Non Kailla tidak suka pedas, jadi aku belikan yang pedas mantap. Itu satu level di bawah pedas mampus,” ujar Sam asal menahan kesal. Ia langsung berbalik tanpa menunggu reaksi majikannya lagi. Baru saja kakinya melangkah, Pram sudah bersuara.
“Tunggu kami di sini! Takutnya Kailla membutuhkan sesuatu,” pinta Pram mengabaikan kalimat asal yang keluar dari bibir asistennya. Ia sudah paham keusilan Sam tidak jauh beda dengan Kailla. Telunjuknya Pram mengarah ke pinggir pintu, meminta Sam berjaga.
Sam terbelalak. Permintaan Pram membuat pria muda itu tersentak.
“Ya Tuha, aku tidak tahu kalau tugasku juga harus mengawal pasangan suami istri sedang bereproduksi,” gerutu Sam dalam hati. Meskipun kesal, ia tetap menurut. Berjongkok sambil meratapi nasibnya. Dikeluarkannya *I*Phone terbaru dari kantong celana. Diusapnya pelan dan hati-hati. Benda itu mungkin hanya biasa-biasa saja di mata kedua majikannya, tetapi menjadi barang mewah untuknya yang hanya seorang asisten merangkap sopir.
“Harus hati-hati. Tidak boleh sampai lecet. Cicilannya masih enam bulan lagi,” ungkap Sam tersenyum. Setelah bosan mengoleksi motor dan mencicilnya sepanjang tahun, Sam beralih ke ponsel.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 sore saat Pram menguraikan pelukannya pada Kailla. Sang istri masih terlelap, nyaman menyembunyikan tubuh telanjangnya di balik selimut hangat. Berbeda dengan Pram. Pria itu sudah terjaga sejak sejam yang lalu. Ia memilih menatap layar ponsel untuk memeriksa beberapa email yang dikirim Stella padanya.
“Sayang, mau ke mana?” tanya Kailla dengan suara serak. Matanya masih setengah terpejam. Tidurnya terusik akan pergerakan ranjang saat Pram bangkit berdiri dan memungut pakaian mereka yang berhamburan di lantai hotel.
“Ke kamar mandi. Aku mau mandi dulu. Mau ikut?” tawar Pram. “Bathtub lumayan besar, bisa menampung dua orang.” Pram tersenyum simpul.
“Tidak. Aku harus memerah ASI. Sam masih di luar, kan?” tanya Kailla.
“Masih.”
Tepat saat Pram masuk ke kamar mandi, ponsel hitam milik pria itu berdering di atas nakas.
“Sayang, ponselmu!” teriak Kailla sambil mendekap selimut di dadanya. Diraihnya gawai hitam suaminya. Mata Kailla membulat hebat saat mendapati nama Jeniffer muncul di layar ponsel yang berkedip.
“Siapa lagi dia? Kenapa menghubungi suamiku!” Kailla geram sendiri. Ia mematikan ponsel Pram tanpa banyak pertimbangan. Sedetik kemudian, bukan hanya suara dering yang hilang, layar gawai pun menghitam.
***
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Mak sulis
kelapa makin tua makin banyak santannya.. definisi makin tua makin berkualitas..begitu juga dgn Pram...MAKIN HOT😁
2025-01-31
0
Nur Lizza
sbr y sam
2022-10-28
1
Gabrielle
❤️❤️❤️❤️❤️
2021-10-14
0