"Sreekk!" Dokter Adi tidak sengaja menjatuhkan berkas-berkas pasien yang dibawanya.
"Dokter ini kenapa sih? Ini sudah kelima kalinya dokter bertindak ceroboh seperti ini!" gerutu suster Indah.
"Wah kamu sampai menghitungnya ya!" seru dokter Adi sambil tertawa kecil.
"Ya dong! Kapan lagi aku bisa melihat dokter yang super teliti bertindak ceroboh seperti saat ini, jadi aku harus mengingatnya!" canda suster Indah.
"Kamu bukan hanya mengingat tapi juga menghitung dan memarahiku!" gerutu dokter Adi. Suster Indah tertawa kecil sambil membantu dokter Adi memunguti berkas-berkas pasien itu dan membereskannya.
"Tapi kenapa ya dokter bisa seceroboh ini sepanjang hari?" tanya suster Indah tiba-tiba.
"Kamu tidak perlu memikirkannya, aku saja tudak memikirkannya!" tukas dokter Adi. Suster Indah menatap dokter Adi sejenak.
"Dok..." panggilnya pelan. Dokter Adi mengangkat kepalanya menghadap suster Indah.
"Apa?" tanyanya ketus.
"Perasaanku tidak enak!" ungkap suster indah pelan. Dokter Adi terdiam menatap suster Indah, tapi sesaat kemudian tawa suster Indah pecah. Ia terbahak-bahak melihat ekspresi wajah dokter Adi yang terlihat tegang.
"Kurang ajar!" maki dokter Adi sambil menyentil kening suster Indah yang masih terlihat sangat senang karena berhasil menipu dokter Adi.
"Aah iya! Dokter kan belum makan siang, mungkin karena itu makanya dokter ceroboh seperti ini!" seru suster Indah tiba-tiba.
"Kamu mengingatkanku dengan makan siang, cacing di perutku langsung meraung-raung!" gerutu dokter Adi.
"Sudah sana dokter makan siang dulu, biar saya saja yang membawa berkas-berkas ini ke ruangan dokter!" ucap suster Indah.
"Oke! Terima kasih ya!" seru dokter Adi sambil berlalu dari hadapan asistennya itu.
Dokter Adi berjalan perlahan menuju kantin rumah sakit, untuk menuju ke kantin rumah sakit itu dokter Adi harus melalui kamar 108, kamar tempat ia merawat istrinya dulu itu, kini kamar itu sudah beberapa kali berganti pemilik sejak Lia meninggalkannya. Tempat itu masih memiliki kenangan yang sangat mengesankan bagi dokter Adi, ia mengawali cintanya di sana.
"Hai bu!" sapa dokter Adi pada ibu pengelola kantin rumah sakit itu.
"Pak dokter!" sahut bu Sulis.
"Pak dokter baru mau makan siang jam segini?" tanya bu Sulis. Dokter Adi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Dokter Adi mengambil sepiring nasi dan beberapa potong lauk serta beberapa sendok sayur untuk disantapnya siang ini. Ia mengambil posisi meja di sudut ruangan kantin, tepat di samping jendela. Makanan yang ada di hadapannya itu terlihat lezat, aromanya pun sangat harum, tapi entah mengapa siang itu ia merasa tidak selera untuk menyantap makanan lezat itu. Perasannya terasa tidak karuan tapi ia tidak mengerti mengapa.
"Hash!" Dokter Adi mencoba untuk menyingkirkan semua pikiran buruk dari otaknya dan mulai menyantap makanannya perlahan-lahan.
...
"Berita terkini, sebuah kecelakaan terjadi di jalan simpang pusat pertokoan siang ini. Sebuah minibus menabrak sejumlah penyebrang jalan dan beberapa kendaraan. Kecelakaan terjadi karena minibus mengalami rem blong sehingga menyebabkan pengemudi hilang kendali. Hingga berita ini diturunkan, korban yang tercatat akibat kecelakaan tersebut berjumlah 1 orang korban meninggal dunia, 2 orang luka parah, serta 3 orang luka ringan. Para korban kini sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat..."
"Astaga!" seru suster Tia prihatin.
"Kenapa Ya?" tanya suster Indah yang baru saja masuk ke ruang perawat.
"Itu, ada kecelakaan di pusat pertokoan di kota!" terang suster Tia sambil menunjuk ke arah televisi yang tergantung di salah satu dinding ruang perawat. Suster Indah ikut memperhatikan berita yang ditampilkan di layar televisi itu.
"Jam segini biasanya pusat pertokoan pasti sedang ramai-ramainya!" ucap suster Tia.
"Iya benar!" timpal suster Indah.
"Wah kalian malah asyik-asyikan menonton televisi di sini!" celetuk dokter Adi yang tiba-tiba masuk ke ruang perawat.
"Dokter!!" seru suster Tia dan suster Indah bersamaan, mereka terkejut karena kehadiran dokter Adi yang sangat tiba-tiba itu.
"Lihat dok, ada berita kecelakaan!" seru suster Indah antusias.
"Aku tidak punya waktu untuk menonton berita itu!" tukas dokter Adi.
"Ish dokter ini!" gerutu suster Indah.
"Emm.. Ndah! Coba kamu hubungi ponsel Lia! Aku meneleponnya dari tadi tapi dia tidak menjawabnya!" ucap dokter Adi.
"Mungkin dia sedang bersama laki-laki lain dok!" canda suster Indah sambil mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi ponsel Lia, ia mengaktifkan loudspeaker ponselnya agar dokter Adi bisa mendengar percakapannya dengan Lia nanti. Dokter Adi menatap suster Indah dengan tatapan tajam.
"Memangnya Lia tidak sedang di rumah dok?" tanya suster Tia. Dokter Adi menggelengkan kepalanya pelan.
"Tadi pagi dia bilang, siang ini mau ke pusat pertokoan untuk membeli perlengkapan bayi!" terang dokter Adi.
"Pusat pertokoan?" gumam suster Tia. Suster Indah dan suster Tia saling bertukar pandang.
"Halo!" Terdengar suara seorang pria menerima panggilan telepon dari suster Indah.
"Halo!" sahut suster Indah.
"Ini ponselnya Lia kan?!" tanya suster Indah bingung.
"Apa ibu hamil ini bernama Lia?" ucap pria itu dari seberang sana.
"Ya.. ya.. ya!" seru suster Indah membenarkan perkataan pria itu.
"Maaf bu, ibu hamil yang ibu cari ini mengalami kecelakaan di simpang pusat pertokoan!" terang pria itu. Suster Indah dan suster Tia tersentak. Mendengar perkataan pria itu, dokter Adi langsung meraih ponsel suster Indah.
"Kecelakaan bagaimana? Sekarang dia di mana?" cecar dokter Adi. Ia terlihat sangat cemas dengan keadaan istrinya itu.
"Dok!" panggil suster Indah pelan sambil menepuk lengan dokter Adi, kemudian suster Indah dan suster Tia menunjuk ke arah televisi yang sedang menyiarkan berita kecelakaan di simpang pusat pertokoan. Seketika jantung dokter Adi terasa seperti berhenti berdetak.
"Bapak suaminya?" tanya pria dari seberang sana.
"Ya, saya suaminya!" jawab dokter Adi tegas.
"Bapak bisa segera ke rumah sakit ini untuk melihat kondisi istri bapak?" tanya pria itu lagi.
"Saya akan segera ke sana!" seru dokter Adi. Pria di ponsel Lia itu memberi tahu dokter Adi di rumah sakit mana Lia akan di bawa.
Dokter Adi berlari sekencang-kencangnya menuju pelataran parkir tempat ia menaruh mobilnya dan dengan cepat ia pergi menuju ke rumah sakit yang telah diberi tahukan sebelumnya itu. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang dan rasa takut memenuhi hati dan pikirannya. Rumah sakit yang ditujunya itu berjarak 45 menit perjalanan dari rumah sakit tempat kerjanya tapi hari ini dokter Adi hanya memerlukan waktu kurang dari 30 menit untuk bisa sampai di rumah sakit tempat Lia berada.
Dokter Adi segera berlari ke ruang gawat darurat rumah sakit tersebut, ia menemui perawat yang bertugas di bagian administrasi ruang gawat darurat untuk menanyakan di mana keberadaan istrinya.
"Istri bapak saat ini berada di ruang operasi karena dokter perlu segera melakukan tindakan, mari saya antarkan ke ruang operasi!" terang perawat itu lembut. Dokter Adi mengikuti langkah perawat itu hingga tiba di depan pintu ruang operasi.
"Bapak tunggu di sini sebentar, saya akan memberi tahu dokter yang menangani istri bapak!" ucap perawat itu. Dokter Adi menganggukkan kepalanya dan menunggu perawat itu kembali menemuinya untuk mengetahui keadaan istrinya saat ini.
Tak lama kemudian perawat itu keluar dari ruang operasi, dokter Adi segera mendekati perawat itu.
"Bagaimana sus?" tanya dokter Adi yang terlihat sudah tidak sabar untuk mendengar kabar mengenai istrinya dan juga calon anaknya.
"Dokter menyuruh bapak untuk masuk ke ruang tunggu operasi karena dokter perlu berbicara dengan bapak!" terang perawat itu. Debaran jantung dokter Adi bertambah kuat bahkan hingga membuat dadanya terasa sesak. Ia menangkap sebuah firasat buruk.
"Mari, pak!" ajak perawat itu.
Perawat itu memberikan sebuah baju steril pada dokter Adi sebelum dokter Adi masuk ke ruang tunggu operasi dan setelah itu dokter Adi masuk ke ruang tunggu operasi untuk menemui salah satu dokter yang menangani istrinya.
"Selamat sore, pak!" sapa dokter yang menangani Lia itu sambil menjabat tangan dokter Adi.
"Bagaimana keadaan istri saya, dok?" tanya dokter Adi to the point.
"Maaf saya harus menyampaikan kabar buruk ini pada bapak." ucap dokter itu pelan.
"Kabar buruk?" gumam dokter Adi pelan, dadanya terasa semakin sesak.
"Kami masih mengupayakan yang terbaik untuk menyelamatkan istri bapak, tapi kami memohon maaf karena tidak sempat menyelamatkan putra bapak!" terang dokter itu. Dokter Adi tersentak, seketika jantungnya terasa seperti berhenti berdetak.
Seorang perawat yang membantu proses operasi, keluar dari ruang operasi sambil menggendong seorang bayi laki-laki yang tubuhnya dibalut dengan kain berwarna biru muda. Perawat itu menyerahkan bayi laki-laki yang sudah tidak bernyawa itu ke dokter Adi.
"Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya pada bapak karena tidak sempat menyelamatkan putra bapak. Benturan yang sangat kuat membuat putra bapak meninggal sebelum sempat kami lakukan pertolongan." terang dokter yang menangani Lia. Dokter Adi terdiam memandangi wajah putra pertamanya yang kini berada dalam gendongannya itu, wajahnya terlihat sangat mirip dengan Lia.
Untuk beberapa saat dokter Adi masih terdiam, ia terlihat sangat shock dengan apa yang baru saja dialaminya, wajahnya terlihat sangat pucat. Ia benar-benar tidak menyangka kalau hal buruk itu terjadi pada keluarga kecilnya. Ia terduduk di lantai ruang tunggu operasi itu. Sesaat kemudian dokter Adi tersadar, nafasnya mulai terdengar menderu. Dipeluknya putra pertamanyanya yang sudah tidak bernyawa itu dengan erat dan akhirnya ia tidak bisa menahan perasaannya lagi, tangisnya pun pecah.
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Yousee Bugsy
kannn thor seddih...baru mulai juga😭
2021-04-14
1
Mamot_
aaaa knp meninggal sih 😢
2021-04-13
3
Hero Crisan
akhirnya muncul juga
lansung like ini mah...
2021-04-13
1