Syuting buat acara promo Chef Academy yang akan tayang selama satu jam dan untuk Minggu depan di hari Sabtu dan Minggu, menghabiskan waktu syuting dari pagi sampai malam. Wajah-wajah letih tampak di wajah semuanya yang terlibat dalam produksi.
Anwar, supirnya Ale, Sabtu Minggu dia libur karena Ale ingin dia punya family time sama keluarga. Anton kerja setengah hari kalo Sabtu dan Minggunya libur. Walaupun badan berasa cape, malam ini Ale mengemudikan mobilnya sendiri menuju Apartemennya.
Diaktifkan mode bluetooth di radio mobilnya dan disambungkan ke smartphone keluaran terbaru miliknya. Ale tengah menelpon seseorang.
"Assalamualaikum..." sapa wanita diujung sana.
"Hai Ikha..." ucap Ale sok akrab.
"Bisa jawab salam kan? anda muslim bukan? Ini siapa ya?" tanya Ulay.
"Waalaikumsalam, ini Ale..." jawab Ale.
"Ale siapa ya?" tanya Ulay lagi.
"Chef Ale... masa ga kenalin suara saya sih" kata Ale.
"Chef Ale? tau nomer saya dari mana?" selidik Ulay.
"Ga usah ditanya deh, saya cuma mau lanjutin obrolan kita yang kemarin di rumah Wiya" kata Ale serius.
"Obrolan apa ya Chef?" tanya Ulay ga paham maksud pembicaraan.
"Pernikahan" jawab Ale yakin.
"Chef.. jangan becanda deh, sekarang udah jam sebelas malam, waktunya tidur.. bukan waktu buat iseng" ujar Ulay.
"Saya ga becanda.. saya hanya butuh istri, ga perlu cinta" ucap Ale terus terang.
"Maksudnya apa sih Chef?" Ulay jadi sebal.
"Simpelnya, saya hanya butuh status sebagai suami. Kamu ga perlu jatuh cinta dan melayani saya layaknya suami. Status diatas kertas aja" ungkap Ale to the point.
"Chef yang terdesak harus menikah, kenapa saya yang jadi korbannya? Salah alamat Chef" kata Ulay tegas.
"Saya dengar ocehan ibunya Wiya ke kamu. Saat itu hati saya kok rasanya gimana gitu, makanya saya berniat menikah sama kamu. Bukankah nasib kita sama, kita adalah dua anak manusia yang harus secepatnya punya status perkawinan agar keadaan hidup kita ga diribetin sama urusan status pernikahan? Percaya sama saya Ikha.. kalo kondisi sudah tenang, ya kita bisa pisah baik-baik" papar Ale simple.
"Maaf Chef, saya mau istirahat karena besok murid Paud saya menunggu" ucap Ulay sambil menutup teleponnya dengan kasar.
.
Saat kemarin Ale mengajaknya menikah, Ulay mengira itu adalah becandaan semata. Apa lagi cap player kaya Ale, yang gampang menebar cinta dimana-mana.
Ucapan Wak Yani kemarin emang menyakitkan hati banget, didepan banyak saudara bahkan ada Ale pula, lontaran itu keluar.
⬅️
"Lu ya, udah melarat, kaga gablek karier kantoran, kaga cakep banget .. eh pake milih-milih segala. Noh sodaranya Bang Pendi udah mau ama Lu, kan kalo Lu udah nikah, Baba ama Nyak Lu kaga usah sungsang sumbel nyari duit lagi. Bangun pagi-pagi jualan sayur yang penghasilannya juga kaga seberapa. Udah tinggal duduk manis, hidup ditanggung ama mantu. Rumah yang Lu tempatin kan jadinya bisa Wak sewain ke orang lain, ketauan Uwak dapet duit. Dari Lu SMP ampe sekarang kaga Wak mintain sewa, kasianan ama Somad, nikah ama Nyak Lu jadi keblangsak. Amsiong jodohnya. Ini juga awalnya gara-gara berobat kemana-mana noh si Puah biar bisa hamil, belonan buat sekolah adik-adiknya Nyak lu. Kasian adek gw si Somad, jadi ATM nya keluarga Nyak Lu doangan. Lagi Lu mau cari model pegimana Lay.. biar kata duda tua juga masih bisa nyari duit" rutuk Wak Yani.
Seperti biasa, Ulay ga mampu berkata apa-apa. Ditahannya air mata dan rasa malunya. Ulay hanya berharap kalo orang tuanya ga pernah dengar penghinaan yang ditujukan pada dirinya.
"Air mata... kerjasama lah, jangan turun didepan orang banyak" ucap Ulay dalam hatinya saat itu.
➡️
Kembali memory Ulay bertamasya kemasa lalu. Saat menginjak remaja, bisa dibilang merupakan masa-masa suram baginya, ga kenal perawatan wajah, ga ngerti gimana jaga tubuh. Ga terpikirkan beli baju modis. Apalagi merasakan indahnya menjalin kisah asmara di bangku sekolah. Bisa mengantongi uang untuk ongkos pulang pergi ke sekolah aja udah bagus.
Babanya bukanlah orang gajian yang sudah pasti dapat penghasilan tetap tiap bulannya. Semua keperluan rumah tangga bergantung dari penghasilan sehari-hari yang didapat. Beliau sosok yang tangguh dan pekerja keras. Keadaan ekonomi keluarga semakin memburuk saat keluarga Nyak harus terusir dari rumah karena Kakaknya menggadaikan rumah ke ****** (bank keliling alias Rentenir), Engkong sama Emak (Neneknya) sakit-sakitan dan harus dirawat tanpa ada jaminan kesehatan rakyat kurang mampu dari pemerintah (pemegang kartu lebih banyak ke keluarga pejabat wilayah bukan kepada yang berhak).
Rumah warisan Baba Somad yang cuma empat puluh meter akhirnya terjual. Untunglah keluarga Wak Yani mempersilahkan rumah petakannya dipakai, uang sewanya semampu Baba Somad, bahkan sudah lama sama Wak Pendi tidak boleh ditagih.
Hasil penjualan rumah dipakai untuk berobat orangtuanya Nyak Puah, sisanya buat modal dagang sayur keliling. Kesulitan yang bertubi-tubi mempengaruhi mimpinya Ulay menjadi seorang guru. Lagi-lagi Ulay bersyukur karena memiliki Baba yang tak hanya tangguh tapi bertanggung jawab. Hutang sana-sini dilakoni buat sekolah dan kuliah. Bahkan sampai gak tega meminta dibelikan pakaian dalam ke Nyak ketika sebenarnya miniset tak cocok lagi dipakai gadis remaja yang memakai seragam putih abu-abu. Barangkali karena hal penting ini luput dari perhatian, tanpa sadar organ bagian dada Ulay pun ga sebesar orang normal pada umumnya, sering dia dibecandain sama sepupunya, kalo bentuknya kaya tutup gelas, flat aja. Plus tubuh kurus kering, wajah berjerawat batu dan kedua betis yang besar seperti pemain sepakbola. Bisa dibayangkan bagaimana penampakannya sewaktu SMA. Jelas jauh dari kesan ideal wanita impian para kaum adam.
"Gimane Lu mau punya pacar, badan selembar, kulit berminyak, mana jerawatan begitu, biar kata dibedakin juga kaga ada laki yang resep liat Lu" nyinyiran Wak Yani yang udah hapal luar kepala dia terima.
Semenjak keluarga Ulay mengalami banyak masalah, Ulay bertekad ga menyia-nyiakan pengorbanan orang tua yang sudah menyekolahkan dengan susah payah. Memang dia hanya kuliah ditingkat Diploma untuk menjadi guru Paud. Hingga detik ini impiannya masih membumbung tinggi, sedikit demi sedikit dia sisihkan penghasilannya buat tukar tambah motor yang udah sering mogok.
Selain sebagai guru disalah satu Paud, dia juga mengajar privat baca disalah satu lembaga kursus membaca untuk anak-anak. Dari sanalah dia bisa membelikan kebutuhan bulanan keluarganya seperti sabun, sembako dan gas. Bayar listrik pun dia yang tanggung. Benar-benar hidup super irit. Baju-baju yang dipakai saat mengajar biasanya dikasih sama orang tua murid yang anaknya lulus dari Paud atau lungsuran dari Wiya. Kata gengsi adalah sebuah kata yang udah ga ada dalam kamus hidupnya. Selama halal dan ga mengemis, Ulay pasti menerima pemberian orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Intan Mardya
nyesek ya baca kisahnya ulay😭😭😭😭😭
2022-11-15
1
Sagara Banyu
benar- benar Ulay tangguh hasil dari tempaan keadaan ...
2022-07-24
1
Sagara Banyu
kupingnya orang- orang sekitarnya Wak Yani pasti terbuat dari baja semua 😅 secara suaranya sekeras dan sekasar itu kalau ngomong....
2022-07-24
1