William melempar wajah Sofia dengan pajangan kaca, Sofia tak sempat menghindar. Darah mengucur dari pelipisnya. Sofia menyeka darah itu dengan lengannya selayaknya orang bodoh, dan ketakutan.
"William jangan begini, kepalaku sakit?" Ucap Sofia sambil memegang pelipisnya. Sofia tak pernah sekalipun menangis di perlakukan seperti itu. Bahkan dinding rumah bisa merasakan kesedihan perempuan itu.
Hati William tak tergerak sedikitpun.
William mendorong tubuh Sofia kembali, ke ranjang dengan kasar, perempuan bertubuh kecil. Sofia terlentang dengan kedua siku tangannya menahan bobot tubuhnya.
" Berani melawanku? Apa kau ingin mati?"
"William jangan seperti ini, kita kan pasangan suami istri. Jangan begitu, kamu menyakitiku."
"Tak mau hah? Bukannya kamu setiap hari mendekatiku, demi ingin menjadi wanitaku?"
Sambil berbicara dan mengoceh karena mabuk, William terus menarik tubuh Sofia.
"Sekarang kamu menolakku."
Dikatakan begitu, Sofia begitu takut, mencoba menerima William dengan perasaan ketakutan.
Sofia ingin melarikan diri, tetapi tekanan William begitu kuat.
"William jangan melakukannya seperti ini. Bisakah kamu mandi dan membersihkan dirimu, kamu masih mabuk."
"Tidak mau ha? " Dasar murahan! Bahkan kamu tidak lebih berharga dari seorang ja**ng yang menjajakan tubuhnya di lampu merah."
Ja**ng? Dia menganggapku apa? Bahkan cintaku yang selama dua puluh tahun ini tak ada artinya.
Sofia merasa jijik melihat tubuh William penuh tanda kepemilikan dan tercium bau alkohol.
Dia mencoba menyimpan emosinya.
William dengan terhuyung huyung menarik tubuh Sofia, merobek kain yang menutupi tubuh perempuan itu, menindih dan memperlakukan dengan kasar, malam pertama yang di impikan oleh semua orang konon di lakukan dengan prosesi yang indah, dilakukan william selayaknya melakukannya bersama binatang.
Tangan Sofia meremas ujung selimut, menggigit bibir bawahnya, matanya tak berhenti mengeluarkan air mata membanjiri bantal sebagai penyangga kepalanya.
"Ampun William, ampun."
Kata kata yang keluar dari mulut Sofia hingga bagi yang mendengar akan tergetar. Sayangnya mansion ini pantas di katakan tempat pengasingan. Jadi ratapannya tak ada artinya.
Sofia terbangun setelah pingsan yang begitu lama, kakinya yang telanjang membawanya melangkah ke kamar mandi. Sofia berjalan tertatih tatih, di bawah sana sakit sekali perih seperti terobek.
Sofia meremas lilin yang menyala di tangannya. Cahaya yang temaram itu menjadi saksi bagaimana perlakuan William kepadanya.
Seandainya saja di mansion ini ada lampu atau cahaya yang layak, Sofia merasa seperti terhibur. Tetapi tidak seperti sekarang, hidup seperti di jaman batu.
Sofia selesai melakukan ritual mandinya. Masih keadaan badan yang remuk redam Sofia meninggalkan kamar sebelumnya dia menoleh melihat William masih tidur tengkurap tanpa sehelai benang.
Menuju dapur Sofia mencari peralatan dapur yang di tunjukkan oleh asisten Jimmy kemarin, memasak air dengan kompor minyak tanah. Cahayanya membuat seisi ruangan lumayan terang. Awal awal Sofia cukup kesulitan, benar kata Jim lama lama akan terbiasa. Tetapi tetap saja Sofia merasa sedih, gadis yang terbiasa hidup serba kecukupan sekarang harus hidup serba kekurangan.
Hari sudah pagi William terbangun, tak di dapatinya Sofia di sampingnya membasuh wajah dan memakai baju yang tergeletak di bawah kasur, dia memakainya tanpa di kancingkan dasi hanya tergantung di leher berjalan menuju ruang makan.
"William kau sudah bangun? Minumlah teh hangat yang sudah aku siapkan di meja makan. Tunggu sebentar lagi nasi belum matang."
Sofia menatap perut suaminya yang kotak kotak seperti roti sobek, badannya tinggi menjulang, mata yang biru rambut kecoklatan walaupun belum terkena sisir, kulit putih bak biji gandum membuat Sofia tersipu malu.
Tiba tiba William melempar sebuah map merah berisi kertas kertas dan sebuah bulpen.
"Apa ini William?"
" Baca! Dan tanda tangani."
Surat cerai tulisan yang cukup besar mewakili semua abjad dalam secarik kertas itu. Sofia melempar kembali kertas itu ke depan William.
"Aku tidak mau."
"Kamu jangan memancing kemarahanku,
William, aku sudah mencintaimu sejak lama, kamu tahu itu. Dan juga ayahku sudah menolong perusahaanmu yang terancam bangkrut."
"Kamu percaya perusahaanku bangkrut? Kamu saja yang bodoh, kamu tanya semua orang seluruh Jakarta ini, apakah perusahaanku dalam masalah? Tentu saja tidak, aku hanya mengincar perusahaan milik ayahmu.
Toh perusahaan ayahmu gak ada artinya buatku, bahkan sudah kuhapus semua data datanya. Sudah kuhancurkan semuanya."
"William jangan begini, paling tidak pertimbangkanlah lagi, papa kamu berteman baik dengan ayahku setidaknya kamu juga mempertimbangkan hal ini."
"Kamu kira aku perduli hah !Cepat tanda tangan." Melemparkan lagi kertas itu ke wajah Sofia.
Kemudian William pergi meninggalkan mansion itu, Jimmi sudah menunggu berdiri di samping mobil, Sofia setengah berlari mengejar hingga di pelataran, tanpa alas kaki Sofia berlari di atas batu kerikil. Sofia meringis kesakitan tapi dia tak menghiraukannya.
"William tolong sebutkan satu saja kesalahanku, agar aku bisa memperbaiki diri, bagaimana mungkin kita bercerai hanya satu hari usia pernikahan kita."
"Itu urusanmu, tandatangani itu. Dan satu lagi kamu jangan pernah mencariku."
Jim menjalankan mobilnya, William menutup kaca mobil, jari Sofia menahannya. Sayang sekali hati William tak tergerak.
"Jalan." Ucap William kepada Jim.
"Tapi tuan ..."
"Jalan !" Ucap william setengah berteriak.
Jari Sofia masih terjepit kaca mobil, dia berlari tubuhnya terseret mobil mercy itu. Sofia menangis dan berteriak memohon.
"Jim, tolong hentikan. Aku mohon William hentikan."
William menurunkan kaca mobil, tanpa memerintah jim untuk menghentikan mobil terlebih dulu. Akibatnya Sofia jatuh terguling.
Sofia berdiri pelan pelan dia meringis kesakitan, ke sepuluh jarinya membiru, lutut dan sikunya berdarah.
Tanpa terasa air mata Sofia jatuh menetes, memandang mobil mercy itu semakin menjauh.
Sofia berdiri berjalan tertatih tatih, rok pendek yang di pakainya terlihat kotor dia hanya mengibas ngibaskannya dengan tangan.
Sofia masuk ke dalam mansion kembali menuju dapur, mematikan kompor dengan cara di tiup.
Sofia mengangkat piring yang sudah berisi nasi, diambilnya garam di toples, Sofia makan hanya menggunakan jari tanpa sendok, memasukkan nasi itu kemulutnya tanpa lauk ataupun sayur hanya garam saja untuk menambah rasa. Air mata jatuh ke dalam piringnya, dia menengadahkan kepalanya untuk menahan tangisnya, mengusapnya dengan lengan bajunya, tetapi mengapa air mata itu tak bisa berhenti. Akhirnya dia meletakkan piring berisi nasi itu di tempat pencucian piring, badan Sofia bergetar.
Kenapa kamu tega melakukan ini, padahal aku berkorban untukmu, disaat kamu tenggelam di pantai itu, aku yang menolongmu, kenapa kamu tak merhargai itu? Apakah kamu tak mengingatnya? Andai saja kamu memandangku sebentar saja....
Sofia melangkahkan kakinya ke ruangan depan, tak ada hiburan apapun di sini. Menuju kolam ikan yang kering dan tak terawat bahkan ranting bunga kering berserakan di sana sini.
Pembaca yang budiman apakah William akan mengetahui kalau sebenarnya cinta sejatinya adalah Sofia. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian semua. Aku si penulis spesialis KEJAM akan menemani pembaca semua berimajinasi. Muach🥰
Si ganteng yang kejam William.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
May Tanty
kayak nya Sofia di cerita novel ini, dia tidak laku laku, dan tidak ada laki2 yg menyukai nya, itu lh dia sampai rela di sakiti sampai berdarah darah begitu,..kalau karakter perempuan nya lemah dan bodoh macam nech lebih baik mati aja...terlalu bodoh😡😡😡
2021-11-13
0
Erlinda
Thor jiwa mu memang luar biasa sadis nya utk menyiksa tokoh Sofia..lebih sadis dari iblis..kamu menulis seakan ga punya perasaan kemanusiaan...aq benci kamu Thor..yg menciptakan sosok Sofia yg super bego bin tolol
2021-08-15
0
Ernhy Ennhy Asm V
hadeuhhh paling nanti balikan lagi padahal sdh di siksa, nih autor nya paling suka bikin novel karakter ceweknya bodoh alias oon yahh,mana adacoba perempuan rela disiksa sampai terluka gitu, plisss deh jgn bikin karakter wanitanya bodoh dehhh
2021-07-07
5