Tiga puluh menit berlalu semenjak mereka meninggalkan perbatasan wilayah militer dan wilayah industri.
Mulai nampak banyak pohon-pohon besar pada sisi kanan jalan, iron tree nama pohon besar tersebut.
Sebagian ranting pohon iron tree yang patah nampak berserakan di jalan yang Zeel dan Delmon lalui.
Krak, krak, krak ....
Terdengar suara langkah kaki Zeel dan Delmon yang menginjak sejumlah ranting pohon.
Iron tree merupakan pohon penghasil kayu terbaik di dunia ini.
Selain terkenal dengan keawetannya iron tree juga terkenal dengan kekokohannya.
Sayangnya kayu ini cukup langka, selain wilayah bukit Clever pohon ini sulit ditemukan.
Konon katanya dinding-dinding yang
mengelilingi kota benteng Clever terbuat dari kayu pohon tersebut.
Sisi kiri jalan mulai terlihat pabrik kayu, para
pekerja pabrik terlihat sibuk.
Mereka bekerja secara terorganisir, setiap orang mengerjakan bagiannya masing-masing.
Kebanyakan pekerja disana adalah pria, di pabrik inilah berbagai kerajinan berbahan dasar kayu dibuat.
Mereka biasa melayani kebutuhan penduduk kota benteng Clever.
Sembari di perjalanan, Zeel dan Delmon berbincang.
“Zeel, pasti si dia sedang menunggu kamu,” kata Dalmon dengan pandang lurus kejalan.
“Yup, mungkin dia sedang menunggu sambil memasang wajah cemberut,” balas Zeel.
“Bagaimana denganmu?” tanya balik Zeel.
“Ah, kita sudah tiba di depan pabrik industri kain,” ucap Delmon seolah-olah menghindari pertanyaan Zeel.
“Oh iya, kalau begitu kita berpisah sampai di sini,” balas Zeel.
“Ayo-ayo sana cepat … si dia pasti sedang menunggumu,” kata Delmon sembari mendorong Zeel ke pintu gerbang pabrik kain.
“Baiklah-baiklah … Delmon hati-hati di jalan,” balas Zeel.
“Sebaiknya kamu khawatirkan dirimu sendiri,” ucap Delmon sembari melambaikan tangan kemudian membelakangi Zeel.
Perjalanan mereka terpisah, Delmon melanjutkan
perjalanannya menuju wilayah penduduk.
Sementara Zeel ingin menemui seseorang di pabrik industri kain.
Selain pabrik kayu, wilayah industri kota benteng
Clever juga memiliki pabrik industri kain.
Pabrik ini memproduksi kain serta kerajinan berbahan dasar kain lainnya.
Sama seperti pabrik kayu, pabrik kain juga memenuhi kebutuhan penduduk kota benteng Clever.
Tepat di seberang pabrik kain, merupakan peternakan domba terbesar di kota benteng Clever.
Daging domba dari peternakan ini nantinya di jual ke pasar Clever,
Bulu domba dari peternakan ini biasanya di jual ke pabrik kain.
Bulu domba ini nantinya dimanfaatkan pabrik kain sebagai bahan dasar pembuatan kain.
Siang hari tiba, Zeel langkah demi langkah masuk ke pabrik kain.
Kemudian ia masuk ke salah satu bangunan besar yang berada di dalam pabrik kain.
Bentuk bangunan tersebut terlihat seperti sekolah, di sepanjang lorong bangunan itu Zeel menjadi bahan perbincangan orang-orang yang berpapasan dengannya.
“Siapa pemuda itu? apa mungkin ia prajurit?”
“ia terlihat kuat,”
“tampan sekali pemuda itu,”
Terdengar dari gadis-gadis yang berpapasan dengan Zeel.
Setelah menelusuri lorong yang cukup panjang, Zeel terlihat sedang berdiri di depan pintu salah satu ruangan.
Nampak di hadapan Zeel sebuah ruangan dengan pintu terbuka, meja dan kursi tertata rapi di dalam ruangan itu.
Di dalam ruangan tersebut terlihat sosok seorang gadis yang sedang duduk di kursi yang berada di dekat jendela.
Dengan memasang wajah cemberut pandangan gadis tersebut tertuju keluar jendela.
Tok, tok, tok ....
Zeel mengetuk pintu ruangan.
“Clare … maaf aku terlambat,” lalu Zeel menggaruk kepala dengan tangannya.
Gadis tersebut menoleh kearah Zeel, seketika
ekspresinya berubah dari yang tadinya cemberut menjadi berbinar-binar.
Namun dengan seketika ekspresi gadis tersebut kembali cemberut.
Gadis tersebut berjalan mendekati Zeel, kemudian ia menggengam tangan Zeel.
“Yaudah … ayo kita berangkat,” kata gadis tersebut dengan ekspresi cemberutnya.
Clare merupakan kekasih Zeel sekaligus teman masa kecil Zeel, ia sosok gadis yang ceria dan ekspresif, apapun perasaanya terlihat jelas pada ekspresi wajahnya.
Namun sosok ceria itu hanya ia tunjukkan pada orang yang dekat baginya, termasuk Zeel.
Clare secara fisik agak berbeda dengan penduduk Clever kebanyakan, rambut dan matanya berwarna hitam.
Masa lalu yang kelam, membuat Clare di kucilkan
seluruh penduduk kota, hanya Zeel yang selalu berada di sisinya.
Berkat bakatnya dalam dunia kerajinan kain
Clare dapat bersekolah di pabrik kain.
Karena bakat dan masa lalu yang kelam, banyak orang yang iri hati dan benci kepada Clare.
Sembari bergenggaman tangan Zeel dan Clare berjalan sepanjang lorong kelas.
Terpancar aura iri hati dan benci pada gadis-gadis yang berpapasan dengan mereka sepanjang jalan.
“Bukankah itu pemuda tampan tadi? kenapa ia bersama Clare?”
“monster itu pasti mengancamnya,”
Terdengar bisik-bisik sepanjang jalan.
Clare yang mendengar ucapan tersebut, berubah ekspresi dari yang tadinya cemberut, menjadi seperti anjing yang menjaga tuannya.
Sorot matanya yang tajam seolah-olah berkata siap menggigit kapan saja.
Ekspresi anjing yang menjaga tuannya hilang ketika mereka berdua sampai di wilayah penduduk.
Tiba-tiba Clare memeluk Zeel dengan
erat, Zeel nampak kaget.
“Aku kangen …” ucap Clare pelan.
Zeel tersenyum, “aku juga.”
Dua menit berlalu semenjak mereka berpelukan, Clare nampak tidak ingin melepaskan pelukannya pada Zeel.
“Clare bisa lepaskan aku … napasku mulai sesak,” Zeel nampak tersengal-sengal.
“Maafkan aku … maafkan aku …” kemudian Clare melepaskan pelukannya.
“Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?” tanya Zeel.
“Ada,” balas singkat Clare.
‘Pasar Clever’ tertulis pada sebuah portal, toko-toko berjejer sepanjang pasar, terlihat berbagai macam dagangan.
Mulai dari kebutuhan pokok hingga berbagai macam kerajinan, suasana pasar nampak ramai,
banyak orang lalu lalang.
Pasar Clever merupakan pusat perdagangan di kota benteng Clever, berbagai aktivitas perdagangan berlangsung di sini.
Umumnya produk yang di jual merupakan produk lokal penduduk kota benteng Clever, namun ada juga yang berasal dari luar.
Aktivitas jual beli di pasar Clever menggunakan koin mora sebagai alat tukar.
Koin mora merupakan alat tukar yang telah di sepakati dan di gunakan oleh anggota perserikatan sebagai alat tukar.
Termasuk kota benteng Clever sebagai salah satu anggota perserikatan, koin mora berbahan dasar logam mulia.
Penamaan koin mora berdasarkan salah satu nama dewa dalam perang besar.
Bangunan pedagang tempat para pedagang berjualan bukan milik pribadi, melainkan milik kuil Greenstone.
Para pedagang harus membayar biaya sewa, jika ingin berjualan di pasar Clever.
“Clare genggam tanganku,” ucap Zeel dengan wajah sedikit memerah.
Clare nampak kaget mendengar ucapan Zeel, dalam hubungan mereka, tidak biasanya Zeel berinisiatif duluan.
Biasanya Clare yang memulai lebih dahulu.
“Ternyata agresif juga kamu ya,” goda Clare sambil menyikut pelan Zeel.
“Aku tidak mau kita terpisah di keramaian, nanti kan bisa repot,” balas Zeel.
“Baiklah,” balas singkat Clare disertai senyuman
kecil.
Setelah masuk ke pasar, Zeel dan Clare mampir ke salah satu toko bunga, aroma harum bunga tercium dari toko tersebut.
Terlihat banyak berbagai jenis bunga beserta potnya dengan warna yang beragam.
Tersedia juga berbagai jenis benih-benih bunga siap di tanam.
Sosok sang pemilik toko bunga tersebut terlihat cukup misterius, jubah hitam menutupi seluruh tubuhnya, hanya mulut yang nampak.
..."Aku kangen."...
...-Clare-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
@Kristin
Semangat up nya Thor...
2023-02-13
1
lina
lanjut 👍
2021-12-07
1
Dina Aisha
Semangat upnya, Kak😊
2021-11-10
1