Damar mengambil sebuah kotak kecil dari saku jas-nya, kotak tersebut berisi cincin, hari ini dia akan melamar Rara.
"Aku tahu hubungan kita hanya sebatas rekan bisnis, mungkin menurut kamu ini lancang. Tapi aku memang sudah mengagumimu sejak lama, aku tidak mendekatimu karena takut putriku tidak siap menerima ibu pengganti. Aku bersyukur karena putriku sangat menyukaimu, dan ia juga berharap kamu mau menjadi ibunya. Dengan cincin ini aku ingin melamarmu, aku berharap kamu mau menerimanya. Sehingga kita bisa memberikan keluarga yang untuh untuk anak-anak kita." Damar membuka perhiasan tersebut dan mendekatkannya pada Rara.
Rara menelan salivanya dengan susah, ia tidak menyangka Damar akan melamarnya dengan cara seperti ini. Damar memang melakukan ini dengan cara biasa, ia tidak mempersiapkan kejutan atau lain sebagainya, tapi cara Damar menunjukkan niatnya sangat dewasa.
Rara bahagia dengan lamaran ini? Tentu saja, tak ada seorang wanita yang tidak bahagia dilamar. Hanya saja Rara belum siap untuk membuka hatinya lagi, apa yang menimpa keluarganya masih membayang-bayangi Rara sampai saat ini.
Rara mengalihkan pandangan dari cincin tersebut kepada Damar, ia dapat melihat ketulusan di mata pria itu. Tapi Rara benar-benar masih takut untuk membangun sebuah keluarga.
"Beri aku waktu untuk berpikir," jawab Rara pada akhirnya.
Rara menghela napas pelan sebelum melanjutkan. "Simpan dulu cincin itu, saya belum bisa memberikan jawaban saat ini. Anda sudah membicarakan ini dengan Diana. Begitu pun saya, saya harus membicarakan ini dengan Rio, meskipun dia masih anak-anak, tapi dia berhak untuk diberitahu, sebelum saya menjalani sebuah hubungan."
Damar tersenyum senang, meskipun Rara belum menerima lamarannya, tapi mereka sudah semakin dekat. Ia juga yakin Rara akan menerimanya, yang ia lakukan saat ini hanyalah sabar menunggu, sampai Rara memberikan jawabannya nanti.
"Baiklah, aku tidak akan mendesakmu, pikirkanlah dulu matang-matang, dan bicarakan dengan Rio, aku bersedia menunggu," ucap Damar tulus.
"Terima kasih," balas Rara.
"Tapi bisakah kamu mengganti panggilan saya dan anda itu! Aku merasa bahasa itu terlalu kaku," usul Damar.
Rara menganggukkan kepala. " Baiklah, aku, kamu!"
Tak lama kemudian pelayan restoran datang membawakan pesanan mereka. Lalu mereka segera memulai santap siangnya.
Rara mengambil ponsel setelah ia selesai dengan makan siangnya.
"Iya non!" Bi Eni menjawab telpon dari Rara.
"Apa Rio sudah di rumah, Bi?" tanya Rara.
"Iya Non, tadi ada orang mengantar Rio pulang, dan sekarang mereka sedang bermain, Non!" jawab bi Eni.
"Tolong panggilkan Rio, Bi" pinta Rara.
"Baik Non!"
Hening sejanak, tak lama kemudian terdengar suara ceria seorang anak dari seberang telepon. "Mama ...."
"Sayang, kamu baik-baik di rumah ya, mama masih banyak kerjaan," ujar Rara.
"Iya Ma! Rio lagi main sama Diana. Mama, tadi bu guru suruh Rio menyebut nama buah-buahan dalam bahasa inggris, Rio bisa semuanya, kata bu guru Rio anak pintar," ujar Rio dengan bangga.
Rara tersenyum senang, anaknya itu memang sudah dilatih bahasa asing sejak dini. "Anak kesayangan mama memang pintar. Sayang, kamu jangan nakal sama nenek ya, mama tutup telponnya."
"Iya Ma, Rio sayang Mama!"
Rara tersenyum sambil memutuskan sambungan teleponnya.
"Mereka sudah di apartemen kamu?" tanya Damar.
Rara menganggukkan kepala. "Terima kasih sudah menjemput anakku!"
"Jika sempat nanti, aku sendirilah yang akan menjemput mereka," sahut Damar.
"Kamu tidak perlu serepot itu, aku masih bisa membagi waktuku untuk Rio," tolak Rara.
"Sama sekali tidak merepotkan, Diana sudah menyukaimu, sementara Rio belum terlalu mengenalku. Aku juga ingin agar anak itu dekat denganku."
Rara tersenyum kecil, ia tahu Damar adalah pria yang baik, mereka sudah saling mengenal selama 3-tahun ini.
Kini Rara sadar, keputusan untuk menolak atau menerima Damar, ada di tangannya sendiri, bukan pada Rio. Karena Rara yakin anaknya itu akan dengan mudah menerima pria sebaik Damar, jadi Rara sudah mulai harus memimirkannya sendiri matanga-matang.
Jauh di dalam hati Rara masih terbesit keraguan, Rara bertanya dalam hatinya sendiri. Siapkah ia menerima Damar! Berakhir bahagiakah jika ia membangun rumah tangga? Atau ia akan bernasib malang seperti mamanya. Rara tertengun memikirkannya, Rara takut.
"Mau aku antar ke apartemen, atau ke kantormu?" tanya Damar membuyarkan lamunan Rara.
Rara tersadar. "Ke kantor saja, aku masih ada kerjaan!"
Mereka beranjak meninggalkan Restoran, Damar melajukan Mobilnya kembali ke Paradise Fashion.
Rara kembali ke ruang kerjanya, ia menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda tadi. Rara berdiri lalu menghampiri Luna yang terlihat selalu sibuk.
"Lun ...."
"Ya ...," sahut Luna tanpa mengalihkan pandangan dari kertas desainnya.
"Berhentilah barang sebentar, Lun! Aku mau cerita!" ujar Rara serius.
Jika sudah menyangkut pekerjaan, Luna memang tidak pernah main-main. Sikap profesional Luna adalah salah satu alasan, mengapa butik kecil ini menjelma menjadi brand fashion ternama seperti sekarang.
Meski saat ini pekerjaan Luna sudah di bantu oleh beberapa designer yang menjadi bawahannya, tapi tidak membuat luna bersantai. Ia selalu berusaha menemukan desain terbaru, dan berhasil menjadi trending di pasar.
"Ini jam kerja Ra! Aku harus profesional, aku nggak mau dipecat nyonya Nadira, hanya karena asikan ngobrol saat jam kerja," canda Luna dengan wajah serius.
Sebuah pulpen pun terbang, dan hampir saja mengenai wajah Luna, andai gadis itu tidak segera mengelak.
"Sialan ... kerja aja terus, sampe kamu jadi gadis tua," gerutu Rara sambil mendudukkan dirinya di sofa.
Luna tersenyum kecut mendengar serapah Rara, ia pun menghentikan pekerjaannya, lalu menghampiri Rara. "Emangnya kamu mau cerita apa?" tanya Luna.
"Damar melamarku ...," jawab Rara. Ia menceritakan semuanya kepada Luna, termasuk ketakutannya untuk membangun sebuah hubungan.
"Ra, setiap cerita memiliki jalan yang berbeda. Apa yang akan kamu jalani, dan apa yang keluarga kamu alami, itu beda. Kamu nggak bisa menutup diri, hanya karena masa lalu kamu, lagipula Damar orang yang baik, aku yakin dia bisa menjadi figur ayah yang sempurna untuk Rio." Luna mendukung penuh Rara menikah dengan Damar.
"Sok-sok'an mau nasehatin, padahal kamu sendiri nggak punya pasangan," cibir Rara. Apa yang Rara katakan berbeda dengan hatinya, karena hatinya membenarkan semua ucapan Luna.
"Kan kamu sendiri yang cerita, makanya aku kasih saran. Kalau aku sendiri, aku percaya karir yang sukses itu akan mengundang cinta yang berkelas," sahut Luna sambil menaikkan sebelah alis matanya, lalu melenggok kembali ke meja kerjanya.
***
Keesokan harinya Rara menjemput Rio di sekolahnya, seperti biasa Rio selalu bersama Diana, dua anak kecil itu sudah seperti pasangan yang tak terpisahkan.
"Ma, Rio mau makan ayam crispy," ujar Rio begitu ia sampai di depan mamanya.
"Rio sudah lapar?" tanya Rara, dan anaknya itu pun mengangguk.
Rara mengalihkan pandangannya pada Diana. "Kamu mau ikut?"
Tentu saja gadis kecil itu tidak menolak ajakan Rara, lalu mereka pun pergi ke restoran pavorit Rio.
Rara duduk menunggu pesanan mereka, sementara Rio dan Diana asik berlari-larian di dalam restoran. Mereka tidak menghiraukan Rara yang mengomel agar mereka berhenti.
Braakkk ....
Milkshake yang ada ditangan Rio tumpah mengenai seseorang. Rio tak berani menatap orang itu, ia pun berlari ke arah mamanya, untuk meminta perlindungan.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like, vote dan komen ya!
Terima kasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Isti Qomah
moga aja bapak sean yg d tabrak
2022-07-24
2
Andirahmawatiabidin
duuh, hati2 nak Rio... kira2 siapa yaah yg Rio tabrak 🙄
2022-07-16
0
Kiss me💋
oo
2022-07-08
0